In The End, I Still Love You

15 0 0
                                    

Bel istirahat kedua berbunyi. Aku segera bersiap menuju masjid sekolah bersama teman-teman, canda tawa saat berjalan menuju masjid terasa riuh sekali di telinga. Dengan kaki yang tak diselimuti oleh sepatu, kami berjalan dengan santai menikmati obrolan satu sama lain. Hingga suara riuh itu sekejap menghilang. Melihatmu pertama kali duduk disudut teras masjid menghilangkan suara riuh candaan teman-teman, aku terpikat. Tubuh kecil dan wajah cantikmu menarik bagai magnet. Kamu positif, aku negatif, dan aku tertarik. Hanya saja dalam masalah cinta aku selalu berusaha dalam diam, berusaha tidak sekuat tenaga apalagi mengorbankan sebuah nyawa. Untungnya, teman-temanku selalu siap membantu agar aku bisa terhubung denganmu, mulai dari sekedar dukungan untuk tetap optimis sampai membantu mendapatkan nomor telepon dan tahu namamu. Saat itu, seorang teman membantu, memindahkan nomor dari sebuah buku menuju telepon genggamku. Awalnya, aku langsung percaya saja kalau itu nomor telepon dia, padahal belum tentu nomor itu benar dan bisa saja hanya mempermainkanku.

Save. Nama dia adalah Mikayla atau sering dipanggil Kayla.

Aku menyimpan nomor telepon Kayla di sebuah pemutar musik bergambar apel yang sudah digigit. Bahagia bukan main saat itu, saking bahagia nya aku takut untuk menghubungi kamu. Perasaanku saat itu sedang tidak enak, takut tidak dibalas atau bahkan diabaikan. Hingga akhirnya, aku memberanikan diri. Aku menyapa Kayla lewat pesan sms dengan isi yang biasa di ucap oleh pemeluk agama Islam serta sebuah pertanyaan apakah nomor telepon tersebut benar seseorang yang mengubah duniaku, yang telah merubah sejak pandangan pertama. Lama rasanya menunggu balasanmu Kayla, meskipun hanya satu detik, seperti satu jam dalam benakku. Dibalaskah pesan tersebut? Ya, akhirnya balasan itu masuk dengan jawaban salam dan sebuah pernyataan serta pertanyaan. Betul, nomor yang aku dapat benar merupakan nomornya Kayla dan juga dia bertanya

"Maaf, ini siapa ya?"

Maaf, saat itu aku benar-benar gugup, tak sanggup jika harus membalasnya. Aku pun akhirnya mengabaikan pesan tersebut dan segera menghapus kontak Kayla dari pemutar musik favoritku. Sebenernya bukan maksudku akan langsung menyerah pada saat itu, hanya saja aku sadar diri. Bukanlah seorang gentleman jika berkenalan lewat aplikasi chatting, tapi aku memang bukanlah seorang gentleman. Bertemunya saja sudah pasti salah tingkah.

Ibuku memberi nama Agra, tapi sayangnya tidak sesuai dengan keadaan fisikku, nama Agra memiliki arti paling tinggi sedangkan tubuhku ini hanya seratus lima puluh sentimeter. Tapi, dibalik itu semua aku yakin Allah menyayangiku lebih dari makhluk-Nya yang lain dengan memberikan sesuatu yang berbeda. Hal ini bukan hanya membuatku minder sebenarnya tapi juga menjadi tak memudahkan untuk menggenggam tanganmu dan berkata.

"Hai, bolehkah aku berkenalan denganmu?"

Apalagi Kayla adalah seorang kakak kelas di sekolahku, jelas rasanya tidak sopan jika tiba-tiba aku yang bertubuh pendek ini datang lalu menepuk bahu Kayla dan menyodorkan tangan untuk berkenalan.

Aku putuskan hanya mengagumi Kayla dalam diam. Dalam diam bukan berarti Agra benar-benar diam, hanya saja Agra ingin melihat bagaimana gerak-gerik indah tubuh dan wajah Kayla lebih dalam saat itu. Diam bukan berarti menyerah, aku menyerahkan Kayla kepada Allah. Allah lah yang lebih berhak melindungi Kayla saat ini daripada diriku. Dan ketika saat itu datang, aku akan memiliki dirimu selamanya dalam ikatan yang suci.

Bisa bertemu dan berbicara satu sama lain denganmu adalah cita-cita. Maaf, aku sudah gila karena dirimu. Asal kamu tahu, meski mencinta orang lain tapi cinta itu tak sebesar seperti untukmu. Aku pernah mencoba untuk mencintai orang lain dan melupakanmu, tapi hasilnya sangatlah nihil. Otak ini mencari jalan finish, jalan penyelesaian agar aku bisa dekat denganmu atau menghapus segalanya tentangmu. Hanya saja, otak ini tak mau berhenti, bagai orang berlari tapi tak ada titik letih. Nyatanya memang tempat kembaliku adalah dirimu.

In The End, I Still Love YouWhere stories live. Discover now