"Ada yang perlu kamu ketahui
tentang rasa benci. Tak perlu kamu
membalasnya dengan kebencian yang sama.
Cukup tanamkan pada hatimu, bahwa
sesungguhnya tak ada yang tahu tentang
hari esok. Bisa jadi, kebencian itu esok telah
berubah, jadi temanmu atau bahkan,
cinta sejatimu."--------------
"Mau ngumpul basket nih gue. Ketuanya mau hadir hari ini, jadi diusahain semuanya ngumpul."
"Yah gak jadi di traktir Starbucks nih gue sama lo, Ra." Danda sedikit manyun. Pasalnya, tadi Ara udah janji mau traktir Danda sama Cika Starbucks karena Ara ulang tahun. Sebenarnya, ulang tahunnya udah lewat seminggu sih, tapi Ara belum sempat traktir kedua partner in crime-nya ini. Ara sih sebenarnya sudah punya planning untuk hari ini, gak basket dan mau traktir Danda sama Cika. Tapi mau gimana lagi, bakal ada sanksi buat yang gak ikut kumpul hari ini, ya kecuali yang benar-benar gak bisa ikut. Seperti yang lagi sakit atau kalau yang sudah izin dari kemarin. Baru dimaklumi.
"Eh, ketua? Ketua basket?" tanya Cika seraya memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya. "Bukannya ketua basket kak Genta, ya?" tebak Cika. Setahu Cika sih benar ketua basket adalah Kak Genta. Fans berat kak Genta gak mungkin gak tau soal idolanya itu.
"Jangan bercanda, lo." Ara menunjuk Cika.
"Duluan ya, semua." kata Alika pada Ara, Cika dan Danda yang masih ngerumpi di kelas. "Eh, iya hati-hati ya."
"Dih lo aja yang gak tau. Bener kan, Da?"
Danda mengangguk. "Kalo gitu, gua gak mau ngumpul basket ah."
"Dih, Ra jangan." kata Danda. "Bener tuh, Ra, mending jangan gak dateng."
"Kalo gue ngumpul, traktiran nya ditunda, loh," jawab Ara. "Mau?"
Danda membenarkan tatanan rambutnya. "Kalo gue sih nungguin lo sampe pulang." jawab Danda sambil nyengir. "Gue juga, Ra. Lumayan bisa liat Kak Genta ku sayang."
"Eh, pada caper amat lu pada. Enggak. Gue tetep mau pulang. Gue izin sakit aja ke Kak Farid." ujar Ara tanpa berhenti fokus pada ponselnya. "Padahal nih ya, Ra. Lo itu dalam kesempatan yang amat sangat bagus," Danda menunjuk Ara. "Kesempatan deket-deket sama Kak Genta. Gue aja nih ya, Ra kalo jadi lo, tiap hari basket, gue jabanin. Gue aja yang payah di basket, coba kalo bisa mah, beuh udah daftar gue." lanjut Danda.
"Bener tuh gue ada kesempatan." Ara tersenyum sumringah. "Kesempatan buat bales dendam ke Kak Genta rese itu." Ara kemudian berlari keluar kelas. Meninggalkan kedua temannya dengan sejuta tanya.
"Bales dendam?" Danda menatap Cika. "Kak Genta?" Cika balik menatap Danda.
Setelah keduanya sadar dengan apa yang akan terjadi nantinya pada idolanya karena Ara, keduanya berteriak bersamaan, "Araaaaaa!" setelahnya mereka berlari menyusul Ara.
***
"Maaf Kak, saya terlambat." Ara tersenyum manis ke arah Kak Farid, wakil ketua ekstrakulikuler basket.
Kak Farid menoleh ke samping kanannya. Ada Ara sedang tersenyum manis ke arahnya, dengan senang hati Kak Farid membalas senyuman Ara dengan senyum yang tak kalah memukau dari senyumannya artis Korea. "Eh, Ara. Iya gak apa-apa, Ra. Silahkan duduk."
"Eh tunggu!" Ara terkejut. Ia menoleh ke arah belakang, tempat suara tersebut berasal. Ara sih sebenarnya tahu itu suara siapa. Itu suara laki-laki kemarin. Laki-laki yang bertabrakan kemarin sore dengannya. Kak Genta. Jujur, sebenarnya Ara malas menoleh ke belakang, tapi mau gimana lagi, masa' ketua tim basket ngomong ke dia, dia bisa gak tatapan muka sama yang ngomong. Itu kan namanya gak ngehargain. Ditambah lagi, yang lagi berhadapan dengannya adalah ketua ekstrakulikuler basket.
Genta melipat kedua tangannya tepat di depan dada bidangnya. "Udah jam berapa nih?" tanyanya seraya menatap Ara dengan tatapan monster-nya
Ara melihat jam tangannya. "Emm... jam 3 lewat 15, Kak."
"Lo tau gak harusnya ngumpul jam berapa?" Genta menunjuk Ara dengan jari telunjuknya. "Tau kak. Jam 3 lewat 5 menit." jawab Ara dengan nada kurang bersemangat.
"Nah itu lo tau. Lo udah telat 10 menit dan sebagai sanksinya, keliling lapangan 5 puteran!"
"Eh, Ta, gak usah pake sanksi segala." Farid menatap Genta.
"Ara, kamu duduk aja." suruh Farid pada Ara yang masih diam mematung di tempatnya.
"Nggak! Lari 5 putaran!" Genta makin menaikkan nada suaranya. Bener aja, dia makin kayak monster dan Ara makin percaya kalau si kulkas berjalan ini bukan manusia. Dia monster!
"Udah duduk aja, Ra." Farid tak mau tinggal diam. Farid tuh orangnya baik banget, walau dia partner Genta di basket, dia masih suka gak sejalan sama Genta. Habisnya, Genta itu emang keterlaluan.
Genta menghadap Farid. "Rid, kalo yang model ginian lo pertahanin, dia bakal ngelunjak dan terus lakuin kesalahan yang sama." ujar Genta.
Genta memutar kembali tubuhnya menjadi menghadap Ara. "Jadi lo," Genta menunjuk Ara. "lari keliling lapangan 5 putaran!" lanjutnya sembari berteriak tepat di depan wajah Ara.
"Genta," Farid memegang pundak Genta. Berharap Genta mau mendengarkan penjelasannya dan membiarkan Ara tidak dihukum. Tapi percuma, namanya juga Genta, dia keras kepala banget. Kalau kata dia lari, ya lari.
"Se-ka-rang!" Genta menegaskan perkataannya. Ia benar-benar geram pada Farid karena cowok itu bener-bener baik banget. Sangking baiknya, dia bikin semua orang jadi ngelunjak sama dia. Itu yang sebenarnya Genta gak suka.
Sementara di sisi lain, Ara dengan segera melepas tas yang masih di gendongannya dan melemparnya asal. Ara kemudian berlari keliling lapangan 5 putaran.
Setelah selesai menyelesaikan hukumannya, Ara segera duduk di bawah pohon rindang di ujung lapangan. Ia kemudian minum dan kembali mengatur nafas juga mengontrol degup jantungnya yang kini berdegup tiga kali lebih kencang dari sebelumnya.
'Sumpah tu cowok bener-bener nyebelin banget. Udah galak, jutek, keras kepala, dingin. Heran gue, makan apa sih tu orang? Makan kulkas diblender kasih batu kerikil sama cabe rawit kali, galak bener. Gue dipermaulin lagi. Sialan tuh cowok, dia pikir dia siapa? Kepsek? Bapak gue? Bapak gue aja gak pernah marahin gue sampe sebegitunya. Ish, bete, bete, bete, bete!' Ara terus ngedumel dalam hatinya. Niat untuk ngerjain Kak Genta gagal total! Eh, malah dia yang dikerjain Kak Genta. Tadi aja dia gak ikut basket. Mana Danda sama Cika udah pulang lagi. Itu sebenarnya yang bikin Ara kesel.
'Awas aja. Lihat aja pembalasan gue, kulkas berjalan!'
***
"Masih lama, Bang?" Ara bertanya pada Bang Mamat yang masih sibuk dengan mesin motor Ara yang tiba-tiba mogok di tengah perjalanan tadi.
"Masih, Neng." jawab Bang Mamat tanpa berhenti fokus dari pekerjaannya. Memperbaiki mesin motor Ara.
'Aduh gimana, dong? Mau ujan lagi. Mana hp gue mati. Kenapa sih hari ini gue sial banget, Ya Allah?' Ara terus bergumam dalam hatinya. Rasanya, ia ingin teriak, sekeras-kerasnya.
Maaf untuk cerita yang makin lama makin gak jelas ya hehe.
Ya maklumin lahya guekan bukan penulis yang handal. Gue juga baru belajar, jadi yaa.... begitulah. Intinya, jangan bosen dan terus baca cerita gue karena, bakal ada kejutan di chapter selanjutnya.Bye-bye! Salam hangat dari author, istri Suho EXO💕
KAMU SEDANG MEMBACA
FEEL
Teen Fiction[UPDATE SETIAP RABU DAN MINGGU] ••••••••••••••••••••• Genta, si ketua basket, bertekad untuk balas dendam pada Ara, juniornya. Pasalnya, Ara sudah menabrak dirinya dan membuat kunci motornya jatuh ke dalam selokan. Ara ternyata memiliki pemikiran ya...