Aku dapat melihat Iqbaal berlajan mendekati meja makan. Ia menarik bangku yang tepat berada di depanku. Aku mengacuhkannya, meskipun aku dapat merasakan bahwa ia memadangku dengan penuh harapan. Aku masih saja memakan rotiku sambil memainkan ponselku. Namun tiba-tiba saja aku merasa ada yang aneh, aku mengalihkan padanganku kepada Iqbaal. Aku memandangnya dengan heran. Ia mengoleskan selai strawberry ke rotinya? Sejak kapan ia menyukai selai strawberry? Ah ya, aku baru ingat, selai coklat berada di dekatku. Aku mengambil 2 potong roti dan memotong raginya, lalu aku mengoleskan selai coklat dengan cepat. Setelah itu aku memberikannya kepada Iqbaal yang masih mengoles selai strawberry itu dengan perlahan. Iqbaal menatapku tak percaya, "Semarah apapun aku padamu, kau tetaplah suamiku, dan aku masih memiliki kewajiban untuk melayanimu. Makanlah, aku tau kau tak suka ragi roti dan selai strawberry" ujarku dengan lembut.
Aku kembali memainkan ponselku, tak sengaja aku melihat kalender. Ah ya, sekarang waktunya untuk check-up kandunganku. "Marcus, Marcus" teriakku memanggil Marcus, yang tak lain adalah supir pribadiku. Tak perlu menunngu lama, Pak Marcus pun datang menghampiriku. "Iya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan sopan. "Tolong siapkan mobil, antarakan saya ke Rumah Sakit ya, saya mau check-up dulu" ujarku dengan sopan kepadanya. "Iya Nya" jawabnya tak kala sopan. "Marcus, siapkan mobil saya saja" ujar pria dari seberang sana. Aku mengalihkan padanganku kepadanya, aku menatapnya bingung. "Biar saya saja yang mengantarkan Salsha ke Rumah Sakit" lanjutnya seraya memakan rotinya. "Baik Tuan" jawab Marcus sambil menganggukan kepalanya. "Tidak! Biarkan Marcus saja yang mengantarkanku" tegasku sambil menatapnya tak terima. "NO! Tapi aku yang ngatar kamu. Ini udah kewajiban aku sebagai suami kamu" jawab Iqbaal tak mau kalah tegas. Aku diam sejenak untuk memikirkan alasan yang tepat "Bukankah kamu harus ke kantor?" tanyaku dengan senyuman penuh kemenangan.
Iqbaal diam. Diam. Masih diam, hingga akhirnya Iqbaal mengambil handphonenya, sepertinya ia mengubungi seseorang. Siapa yang dihubunginya? Apakah itu Chelsea Wijaya itu? Aku menatap Iqbaal dengan penuh selidik
"Halo Selamat Pagi Amanda, Ini saya Iqbaal"
"Ah ya, tolong kamu cancel semua kegiatan saya hari ini, karena saya ada urusan lain"
"Semuanya, tanpa TERKECUALI" ujar Iqbaal sambil menenatapku dengan senyuman penuh kemenangan itu. Aku menatapnya tak percaya.
"Iya, terimakasih banyak Amanda" lanjut Iqbaal, lalu menutup sambungan telefonnya.
"Marcus, tolong siapkan mobil saya, terimakasih" ucap Iqbaal pada Marcus "Baik Tuan, saya permisi dahulu" izin Marcus lalu pergi keluar. Aku menatap Iqbaal masih tak percaya."Apa yang sesungguhnya kau mau Tuan Iqbaal?" geramku kepadanya setelah memastikan Marcus pergi menjauh. "Aku hanya ingin kau memaafkanku Nyonya" jawab Iqbaal dengan penuh harapan. "Aku memaafkanmu? Setelah apa yang kau lakukan kepadaku? Dengan semudah itukah kau meminta maaf padaku? Dan kau pikir dengan semudah itu jugakah aku akan memaafkanmu?" tanyaku tertubi-tubi, aku menatapnya dengan kesal. Aku dapat melihat wajah Iqbaal yang penuh dengan penyesalan, entah itu benar-benar penyesalan atau hanya topeng semata. Dengan perlahan Iqbaal menundukkan kepalanya.Entah setan mana yang merasukiku, namun tiba-tiba saja aku menjadi lembut kepadanya "Aku memaafkanmu" lanjutku dengan lembut. Aku dapat melihat Iqbaal mengangkat kepalanya kembali. Ia menatapku tak percaya. "Aku tak ingin membenci ayah dari anakku, dan bagaimana pun juga, kau juga suamiku" jelasku pelan. Meskipun bibirku mengatakan bahwa aku memaafkannya, namun luka yang berada di hatiku sangat sulit untuk aku lupakan. Sakit yang di tinggalkannya masih berbekas. Sakit yang dalam. Sakit yang---susah untuk dijelaskan dengan kata-kata. "Selesaikan saja makanmu, aku ingin pergi mandi dahulu" ujarku lalu bangkit berdiri meninggalkannya.
------------
KAMU SEDANG MEMBACA
SURVIVE
General Fiction"Hidup ini tidak adil! Jadi biasakanlah dirimu!!" -Patrick Star (Spongebob Squarepants) TIDAK! HIDUP INI SANGAT ADIL! Apa yang kau tabur, itulah yang engkau tuai di kemudian hari. Tapi, aku tidak melakukan kesalahan apapun? Mengapa aku harus mengala...