Revano Aldrich

127 27 8
                                    

Aku sedang mencari seorang wanita.
Dengan senyum tulus di bibirnya dan mata yang bersinar, seterang rembulan.

***

Los Angeles.

Dentaman musik sangat kencang, di salah satu club malam di kota itu.

Seorang pria berusia dua puluh sembilan tahun menikmati sampanye nya di salah satu ruang VVIP di club itu. Sesekali ia menggerakkan kepalanya mengikuti alunan musik.

Di sampingnya, ada beberapa wanita penggoda yang di sediakan di tempat itu. Namun, ia sama sekali acuh dan tak tertarik.

Pria itu bernama Revano Aldrich, siapa yang tak mengenal pria itu? Seorang pengusaha sukses berdarah Indonesia-Spanyol. Wajah yang tampan dengan aura dinginnya, siapapun akan bertekuk lutut di hadapannya.

Namun siapa sangka? Jika saat ini ia sedang mengalami patah hati.

Revano akhirnya ia turun di lantai dansa, di sana sudah banyak orang yang sedang berjoget-joget sesuka hati mengikuti alunan musik.

Ya. Dia adalah Revano, jika ia mengalami masalah, maka clubbing pelampiasannya.

Ketiga temannya yang tak jauh dari darinya hanya bisa mengawasi, kala-kala terjadi suatu yang tak di inginkan.

"Baru aja putus cinta, sudah begitu," Kata seorang dari mereka.

"Ya. Bos mu tuh," sahut dari mereka lagi.

"Bos kalian juga," Jawabnya yang lainnya. Pria itu menyesap rokoknya dan menatap sengit kepada kedua temannya yang masih tersenyum lebar.

Seorang itu bernama Ryan.

Ryan membawa Revano yang sudah sempoyangan untuk pulang. Berkali-kali Revano mendorongnya, mencaci makinya, ia tak menghiraukan itu.

Setelah sampai di mansion akhirnya, ia menidurkan Revano di kamar pria itu. Ryan berdecak, entah kapan ia dapat membuat Revano berubah dari kebiasaan buruknya.

***

Revano terbangun sambil memengang kepalanya yang masih pusing, ia ingat jika Ryan mengajaknya pulang, setelah itu ia lupa apa yang terjadi selanjutnya.

"Tn. Aldrich, maafkan saya menganggu Anda. Ada paket untuk Anda tuan," suara itu terdengar dari Loundspeaker yang di pasang di kamar Revano.

"Ambil saja, Aku tidak butuh," tegas Revano.

Tak berselang beberapa lama, suara ketukan pintu terdengar lagi dari luar kamarnya. "Sudah ku katakan, bahwa----"

"Ini Aku Ryan," potong Ryan yang berdiri di balik pintu.

"Masuk aja," jawabnya malas.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya Ryan acuh.

"Aku baik." Singkat Revano. Ryan tersenyum menyeringai.

"Lalu bagaimana keadaan hatimu?" Revano mengumpat dalam hati, mendengar pertanyaan Ryan yang menusuknya.

"Aku sedang tidak ingin membahas soal masalah hati, paham?" sarkasnya. Ryan terkekeh.

"Oke. Aku tidak akan membahasnya lagi. Lupakan tentang hati, saat ini kau harus membalas kematian keluargamu kan? Kapan?" Tanya Ryan mengintimidasi, Revano duduk di atas ranjangnya dengan pikiran kosong.

"Aku tidak tau, Ryn. Sampai saat ini aku belum bisa melacak, siapa dalang di balik pembunuhan keluargaku. Karena pada saat aku lari ke spanyol, orang itu bebas."

Ryan bernafas gusar, Ia menepuk pundak Revano, "Akan ada yang mewancaraimu di Indonesia, mereka ingin menerbitkan buku tentangmu, pengusaha sukses. Ku harap kau mau menerima undangan mereka," sambung Ryan.

"Indonesia? Aku tidak bisa kembali ke sana lagi, Ryan." Ryan tersenyum miring.

"Datang saja, karena kau tidak akan tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan aku ingin bertanya tentang Caroline, kepadamu, siapa dia? Bukankah mantanmu itu bernama Angelia?" Seperti mendapatkan kesadarannya kembali, Revano tersenyum samar, ia bingung harus menjawab apa.

"Apa kau percaya, kalau aku pernah hidup di jaman dulu, dan bererkanasi sekarang?" Ryan menggeleng.

"Lalu bagaimana aku bisa memberitahumu siapa Caroline, sedang kau tidak percaya padaku?" sambung Revano, ia langsung pergi ke suatu tempat dan meninggalkan Ryan yang masih terheran-heran.

Caroline? Reinkarnasi?

Ryan tidak mau ambil pusing, ia pun ke kamarnya untuk mengemasi pakaiannya, terakhir kali ia ke Indonesia saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Revano menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh tidak peduli makian dari pengendara lain, karena ini adalah daerah kekuasaannya. Apapun akan mudah jika uang sudah berjalan.

Sebuah panggilan memperlihatkan sebuah nama di ponselnya, ia tak peduli, ia terus melaju dengan kecepatan tinggi. Dan akhirnya, ia tiba di salah satu tempat pemakaman umum.

Ia berhenti kepada satu nisan, yang bertuliskan Violetta Aldrich. Ia kehilangannya karena kelemahannya sebagai seorang kakak, dengan pelan ia mengusap nisan itu dan menaruh bunga lily, bunga kesukaan adiknya.

"Maaf, Violet, aku baru bisa mengunjungi sekarang, kamu tau kan Aku sangat sibuk, di tambah Aku harus mencari tau arti tentang reinkarnasiku, dan juga pembunuh keluarga kita. Aku harus kembali ke Indonesia besok, doakan Aku, agar Aku baik-baik saja di sana."

I love you my sister.

Revano memejamkan matanya dan berdoa untuk ketenangan adiknya dan kedua orang tuanya yang mati di bunuh oleh seseorang.

Seingatnya keluarganya tidak mempunyai musuh, mereka hanyalah keluarga sederhana, lalu mengapa mereka membunuh keluarganya.

Menyisakan dirinya seorang diri, yang berada di jalan kegelapan yang penuh sesat.

♡♡♡

Hai💕

wah udah chapter ke -3..

ayo dungs ramaikan kolom komentarku dengan krisar dari kalian.

Jangan lupa vote setelah membaca😗🌻

The Truth Of Reincarnation [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang