Berapa orang suka mengingat-ingat sebagai bentuk rasa syukur atas segala perih yang dilewati.
Adapula yang mengingat untuk merapal penyesalan akibat kegagalan atas keterlambatan membuka rasa di suatu hati.
Terlepas duka atau bahagia, lebih dari sekedar fungsi otak yang bekerja, ingatan adalah sebuah gerbang.
Berbagai macam persiapan pun dilaksanakan. Setumpuk buku galau untuk menjabani ruang dan waktu, beberapa lagu sendu juga diputar berulang- ulang menjawab kebutuhan rindu. Kita tertatih memasuki suatu hubungan.
Apa kau tak muak mendengar cerita betapa bahagianya punya kekasih dari muda-mudi yang bahkan bercelana saja masih meminta bantuan sang mami? Jika iya, kita berpikiran sama. Bahwa cinta ada untuk saling menjaga kenyamanan, bukan gelora kejuaraan untuk dipamerkan.
Seperti itu, begitulah kini aku.
Menertawai kisah mereka.
Menangisi dahulu yang kini menjadi luka.
Tak usah kau tatap gerimis berdua sembari bermanja-manja.
Kelak kau akan sadari rintik hujan hanya akan membawamu ke dasar bumi, mengubur harapanmu ke inti magma, membakarnya hidup-hidup, dan meledak kepermukaan bersama sakit yang tak tertahankan.
Kau akan memulai membuat prasasti dikaca jendela, bersekutu dengan debu yang membias dubalik embun, jemarimu akan memulai cerita berbekal sela-sela yang merindukan genggaman.
Kau tak akan mungkin bisa mengelak. Teriakanmu tak akan bisa menambah sesak.
Tiada yang bisa mencegahmu dari rasa bersalah, dan senyumnya di ingatanmu tak akan pernah kalah.
Seperti itu, begitulah kini aku.
Menertawai tangis.
Menangisi tawa.
Menyusun tangga dari kepingan hati yang kau hancurkan, merekatkan harapan disetiap pijakan mendulang beberapa gempita yang membawaku dekat dengan sang maha pencipta. Percayalah, segala usaha tak akan pernah sia-sia, termasuk aku yang kini menukar tempat dari bumi ke angkasa dengan meregang nyawa.
Sudahlah, tak usah khawatir. Paling tidak dari sini aku bisa lebih jelas melihat kebahagiaan yang terpancar dari hubungan kecilmu bersama dia.
Bila ada waktu senggang, bawa matamu ke arah langit. Dari situ, begitulah kini aku. Menitipkan tawa pada tangis di udara sebagai hujan yang memelukmu dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Wira Nagara
PoetryLihat.. Tepat setelah lampu-lampu di padamkan Kau menyala sebagai satu-satunya yang aku rindukan. Disini, Di tempat yang paling kamu hindari Aku pernah berdiri Menggores kata menulis warna Pada ratapan panjang yang menguat dalam dinding kecemasan Ak...