Satu

6 0 0
                                    


Aku ini perempuan dewasa,
Nayla mereka memanggilku.
Karena ini dongeng tentang cinta, baiklah. Menurutku cinta itu bukan suatu hal yang maha penting, pejamkan matamu dan nikmati. Selesai.
...

Aku membaca berkas rumah sakit ini berulang-ulang.
Perawat itu sesekali melirik ku,aku tahu. Tapi aku tak peduli,rasa lelah, putus asa, marah, menumpuk menjadi satu.
BRENGSEK!
Oh, aku mengumpat dalam bisikan, perawat didepanku tampaknya sedikit kaget, mungkin baginya aku perempuan yang 'terlihat' dewasa dan kalem bisa mengumpat.

Ayolah, siapa yang tidak akan meledak, aku hanya perempuan biasa, bukan keluarga kaya, ibuku baru saja masuk rumah sakit, harus operasi pemasangan ring jantung. Oke, itu terdengar ringan,
tapi demi Tuhan!
melihat biaya yang harus aku keluarkan, dilihat dari berkas yang aku pegang , puluhan juta. Demi Tuhan, aku tak punya harta sebanyak itu.

Tak punya sanak saudara adalah kesialan kesekian, kami perantauan, tak akan mendapat   jangkauan bantuan pemerintah, kesialan lain aku adalah anak pertama dan masih menanggung adik lelakiku yang masih remaja tanggung. Dan tentu aku yang harus menanggung semuanya.

" Mbak..."
Sejenak aku menutup mata, itu suara parau adikku. Aku tahu dia menangis.
Kubalik badanku, benar dia menangis.
Aku sentakkan berkas kasar,
ku angkat wajah adikku,
" Diam "
kataku penuh penekanan dan perintah.
Sungguh aku sayang Nilham, tapi aku benci tangisan. Tidak berguna.
"Kau laki laki, tegak kan kepalamu, Mbak gak butuh orang cengeng"
Buru buru dia menghapus air matanya, mengangguk paham. Bagus.
Nilham sebenarnya remaja yang ceria,
tapi aku kebalikan darinya. Segala beban yang harus aku tanggung membuatku menjadi pribadi dingin dan kaku.
Aku lebih suka berpikir realistis, tidak melulu memakai perasaan. Disaat genting seperti ini, jangan pikir aku akan menangisi nasibku.
Aku sudah kebal.

" tidak bisa bu, tolong berikan saja obat, kami tak mampu memenuhi syarat pembayaran operasi"

Aku berkata mantap,
dalam hati aku berucap maaf pada ibu.
Tapi orang miskin memang dilarang sakit.

...

Dilorong rumah sakit itu terlihat orang berlalu lalang, dokter,pegawai perawat,keluarga pasien cukup banyak di lobi administrasi.
Itu bagus,
Eh, bukan aku suka ada banyak orang sakit.
Tapi banyaknya yang berobat tentu bagus untuk neraca pemasukan rumah sakit ayahku.
Ayahku.
Dan aku salah satu dokter disini, jadi tentu aku tak suka banyak orang sakit. Eh... Entahlah, aku rasa percakan batinku yang membingungkan ini manusiawi.

"BRENGSEK!"
oh, aku berhenti sejenak, berapa meter jarak dariku kudengar seorang wanita mengumpat, tampak berpikir keras.
Biasa, aku tahu ini kadang terjadi. Bukan rahasia umum jika kadang biaya kesehatan tak terjangkau mereka.
Tangisan juga bukan hal tabu di rumah sakit.

Perempuan itu melakukan gesture yang menarik, menegakan wajah bocah laki laki didepanya. Aku mendengar apa yang dia bicarakan, tangguh. Satu kata mencerminkan si perempuan.

Biasanya mereka merengek,memohon  bahkan menangis,demi keluarga mereka.

Tapi kalimat selanjutnya yang terucap kepada perawat kembali membuatku terkejut.
Kalah sebelum berjuang? Atau terlalu realistis???

...


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JALAN CINTAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang