BAB 8. Suntikan penyemangat

44.6K 2.7K 82
                                    

"Luna jurusan apa?"

Romeo tersedak. Air yang masih di tenggorokan keluar lagi saat mendengar pertanyaan Migel. Jujur saja, Migel jijik melihatnya saat Romeo memuntahkannya kembali ke gelas.

Mengambil dua lembar tissue untuk mengelap sisa air di sekitar mulutnya. Romeo menatap Migel dengan kening berkerut. Sedangkan Migel menatap datar. "Sejak kapan lo perduli sama kehidupan Luna?" Tanya Romeo menyelidik.

Migel mengangkat bahunya acuh. "Dia kuliah di kampus gue kan? Come on dude, gue tanya doang."

"Nggak, Gel," Romeo membenarkan posisi duduknya lebih serius. Menyingkirkan piring makanan di meja agar bisa melihat Migel dengan jelas. "Kalau lo udah hapal nama seseorang. Pasti ada maksud lain. Ayolah Gel. Gue tau lo bisa dapatin cewek manapun, jangan Luna. Gue cinta sama dia-Anjing!" Umpat Romeo saat Migel melempar pipet ke wajahnya.

Romeo mendengus. Menyandarkan punggungnya ke belakang. "Sejak gue jadian sama Luna. Berapa tahun ya? Ah gak penting. Ini untuk pertama kalinya nama cewek gue keluar dari bibir lo." Migel memutar bola matanya malas. "Meskipun SMA lo sekelas sama dia. Luna sendiri yang bilang lo nggak pernah tegur dia. Bahkan pas statusnya udah jadi cewek gue. And then, lo tanyain dia. Ada apa?"

"Jawab aja, bangsat."

"Lo lagi merencanakan sesuatu kan, Gel?"

"Rom, gue nggak suka bertele-tele."

"Akutansi."

"Minta kontak Luna."

Romeo menggebrak meja dengan wajah tersakiti. Beberapa orang yang sedang berada di Horison menoleh. "Wah! parah lo, Gel. Lo mau nusuk gue terang-terangan?! Sahabat macam apa lo?!"

"Gue nggak suka nusuk anus." Migel meninju kepala Romeo cukup keras. Sahabatnya itu sampai oleng ke belakang dengan pandangannya berputar sesaat. "Sini ponsel lo monyet."

"Penyiksaan!" Romeo mengelus kepalanya yang berdenyut nyeri. Sehingga Migel dengan lancang meraba celana miliknya untuk mencari benda pipih tersebut. "Anjing sakit banget, bangsat."

Migel sama sekali tidak perduli keluhan Romeo. Ia tidak perlu mencari kontak Luna, baru saja ada notif masuk atas nama my heart.

"Alay."

"Suka-suka gue bajingan."Migel melempar benda pipih itu ke meja setelah berhasil mencatat nomor ponsel Luna. "Awas lo macam-macam." Ancam Romeo membalas pesan Luna. Migel tersenyum miring. "Gue bacok lo."

"Longgar?" Migel menaik turunkan alisnya. "Masih sempit nanti gue bantuin longgarin."

"Bajingan."

"Bajingan panggil bajingan." Migel mendecih pelan. Ia senang sekali menggoda Romeo, apalagi jika itu sudah bersangkutan dengan Luna.

Romeo tidak menjawab, sibuk bertukar pesan. "Letakin ponsel lo atau gue banting?"

Mendengar ancaman itu, Romeo langsung meletakkan ponselnya ke meja. "Cemburu lo? Makanya punya cewek. Kemana-mana masih ngajak gue, Di kira homo gue."

"Sebelum sama Luna, lo suka yang panjang, Rom,"

"Tai, Gel," Romeo melempar kulit kacang yang isinya baru saja ia masukkan ke mulut, "Mulut di kuliahin."

Migel menghabiskan minumannya sebelum menghidupkan tembakau yang sudah menggodanya sejak tadi. "Luna taunya lo setia kan?"

"Gue emang setia. Jaga bicara lo monyet."

Migel menaikan satu alisnya. "Oh ya? Dua hari yang lalu lo di rumah Livesey, ngapain?"

"Ya elah, Gel. Gue cinta sama Luna. Masa iya gue ngerusak cewek gue sendiri. Kalau gue ngerusak dia sama aja ngerusak masa depan. Meski yang gue lakuin ini salah, tapi lo cowok juga kan? Kadang butuh pelepasan sekali-kali," Migel menaikkan satu alisnya. "Itu yang membedakan cinta sama nafsu. Kalau dari awal lo jalin hubungan hanya karena mau ngerasaain tubuhnya doang, itu namanya nafsu. Liat yang lebih bohay ditinggalin. Beda dengan cinta, cinta menjaga kehormatan orang yang di cintai. Lo belum merasakan apa itu cinta, gue yakin kalau lo ngerasainnya. Pegang tangan dia aja lo mikir dua kali."

Don't Touch Her!!  [SUDAH ADA VER. EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang