"Apa sih liat-liat?" Nata melirik pada seseorang yang sedari lama tak lepas memandanginya.
"Sebenernya lu tuh cantik, tapi.." tak selesai, ucapan orang itu langsung dipotong oleh Nata. "Udah tau."
Fafa menoleh kaget, "Udah tau apa Nat?"
Yang ditanya hanya menggeleng samar, kemudian Fafa menanggapi dengan alis berkerut bingung.
Orang itu terkekeh sebentar lantas kembali melanjutkan kalimatnya sambil mencibir, "Tapi muka lu kek jeruk purut. Asem."
Nata tidak menggubris perkataan orang itu yang sekarang tengah berlalu dari hadapannya menuju ke luar kelas.
--LucidDream--
"Nat.."
"Hmm"
Nata dan Fafa sedang berjalan bersisian saat keluar dari perpustakaan.
"Gua lihat akhir-akhir ini kok lu rada aneh ya Nat, bener ga sih?" Fafa menoleh terlalu dekat pada wajah Nata dan refleks membuat Nata berhenti berjalan.
"Woi biasa aja kali muka lu." Nata menoyor Fafa kesal.
"Gua serius Nat, dua rius malah. Lu tuh akhir-akhir ini sering ngomong sendiri tau ga? Lu ga sakitkan?" Fafa hendak menempelkan tangannya pada kening Nata, namun dengan cekatan Nata buru-buru menepis tangan Fafa.
"Alah halu."
"Buset gua dibilang halu." Fafa terperangah dan langkahnya terhenti, berbeda dengan Nata yang tetap berjalan tanpa memperdulikan Fafa. "Yaelah si kamfret gua di tinggalin." Fafa berlari kecil menyusul Nata yang belum terlalu jauh.
Fafa menahan lengan Nata lantas mencekram bahu Nata dan menatap Nata tepat pada manik mata coklatnya, "Nat, gua khawatir sama lu. Serius. Lu beda sekarang. Beda banget. Sumpah." Fafa menekankan ucapannya pada setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Seseorang di samping Nata tertawa cekikikan melihat adegan Fafa yang seperti di ftv ftv.
Nata mengumpat dalam hati sambil melotot tajam ke arah orang itu, mengisyaratkan agar orang itu berhenti tertawa.
"Fa.. jangan lebay okey?" Nata melepaskan cengkraman tangan Fafa pada bahunya lantas kemudian Fafa mengerucutkan bibirnya.
Nata menghela nafasnya lantas menyunggingkan senyumnya, "Oke Fa, I'm fine. Dan lu taukan? gua akan selalu baik-baik aja."
Setelah sampai gerbang kampus Nata dan Fafa berpisah menuju rumah masing-masing.
Nata turun dari angkutan umum setelah menempuh kira-kira 5 km perjalanan dari kampus ke gang rumahnya.
"Lu tuh bisa diem ga sih?" Nata tidak membentak tapi cukup membuat orang di sampingnya bungkam seketika setelah lima menit orang itu tidak henti-hentinya mengoceh hal-hal tidak penting pada Nata.
"Jangan galak-galak nanti ga ada yang suka Nat hehe." Orang itu terkekeh geli melihat wajah Nata yang kian absurd.
"Bodo."
"Nat tungguin!" yang di serukan namanya justru berjalan semakin cepat.
--LucidDream--
Biarkan kerinduan itu mencari
Melanglangbuana
Mengembara dalam dimensi hening
Untuk tahu.. kepada siapa
Ia pantas ber-Tuan
Gadis itu menyusuri pantai seorang diri, menikmati semilir angin menerpa tubuhnya. Membiarkan debur ombak menari-nari di kakinya.
Berkali-kali dirinya menghela nafas berat. Berusaha mengusir segala hal yang berkecamuk di pikirannya.
Gadis itu berhenti berjalan lalu menengadahkan wajahnya ke langit. Memandang langit bertaburkan bintang.
Kali ini, langitpun tidak bisa menghibur dirinya.
Ia tersenyum dan menghela nafas untuk kesekian kalinya.
Bulir air yang telah lama menggelayut di kelopak matanya akhirnya lolos tanpa permisi. Gadis itu masih bersikeras menahan tangisnya agar tidak pecah.
"Kesedihan yang paling menyakitkan adalah kesedihan yang tidak ditangiskan."
Bukan. Itu bukan suara gadis itu. Tapi suara seorang laki-laki yang berada tepat di sisi gadis itu
--LucidDream--
Ini bukti betapa gua rindu nulis hehe walaupun emng ga bagus bagus banget tapi gua seneng aja nulisnya.
Ini juga tulisan pertama gua setelah bertahun-tahun ga nulis.
Harapan gua sih cuma satu, semoga cerita ini bisa ngalir dan ga stuck di tengah jalan hahahha
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
General FictionBiarkan kerinduan itu mencari Melanglangbuana Mengembara dalam dimensi hening Untuk tahu kepada siapa Ia pantas ber-Tuan . . Awalnya bernafaspun masih terasa menyesakkan. Namun seketika semua berubah saat udara bisa dirasakan dengan cara yang lain. ...