the tale of peter pan

406 70 19
                                    

SOOJI masih berusia sepuluh tahun ketika ia terbaring di atas kasur dengan kedua tangannya yang terlipat di atas perut dan mata yang memandang langit-langit kamar dengan pandangan menerawang. Di dalam kepalanya sedang diputar ulang potongan-potongan film Peter Pan yang baru saja ia tonton bersama ibunya. Sooji ingin menjadi Wendy Darling yang dapat bertemu Peter Pan dan pergi ke Neverland, tapi juga tidak ingin menjadi Wendy yang lebih memilih menjadi dewasa ketimbang bersama Peter Pan selamanya. Namun, jika ia lebih memilih bersama Peter Pan bukankah ia tidak bisa bersama keluarganya lagi? Sooji menggeram antara sebal dan dilema, lantas mencebikkan bibir sembari mengacak-acak rambutnya.

Kemudian, Sooji menghabiskan menit-menit selanjutnya dengan pergulatan di dalam kepalanya sampai ia mendengar suara ketukan dari jendela kamarnya. Bulu kuduknya meremang ketakutan, akan tetapi ketukan yang tidak kunjung berhenti mendatangkan rasa penasaran yang lebih besar sehingga ia cepat-cepat melompat dari atas kasur untuk beringsut menuju jendela. Tangan Sooji penuh keraguan menyibak gorden yang menutupi jendela kamarnya. Jantungnya bertalu-talu karena ada kemungkinan bahwa itu adalah hantu. Namun, ketika gorden tidak lagi menghalangi pandangan, yang ia temukan adalah anak laki-laki dengan cengiran lebar yang membelakangi mentari sore.

"Si-siapa kau?" Sooji mendorong semua ketakutannya demi dapat menguarkan satu pertanyaan bernada defensif.

Anak laki-laki itu tidak menjawab kecuali memberikan isyarat dengan tangannya, menyuruh Sooji untuk membuka jendela. Sooji mengamini permintaan anak itu. Ia mendorong daun jendelanya untuk terbuka dengan mata dan mulutnya tidak dapat tertutup saking terkejutnya akan kehadiran anak laki-laki itu.

"Siapa kau?" Sooji mengulang pertanyaannya; anak itu hanya menggeleng dengan cengiran yang masih terpasang di wajahnya.

...

Kemarin, anak itu tidak mengatakan apapun. Ia hanya diam menatapnya dengan cengiran yang tidak kunjung surut selama hampir sepuluh menit. Sooji mengernyit bingung, sementara di dalam hatinya ia bertanya-tanya apakah gigi anak itu tidak kering.

Jika Sooji memikirkannya lagi, wajah laki-laki itu tidaklah familier; ia mencari-cari di dalam ingatannya dan tidak menemukan satu pun wajah laki-laki yang ia rasa seusia dengannya tersebut. Atau mungkin karena ia jarang ke luar dari rumahnya, jadi ia tidak pernah melihat anak itu. Sejak kecil, Sooji divonis menderita penyakit lemah jantung. Ia tidak boleh kelelahan karena itu ibunya sangat membatasi aktivitas Sooji.

Sooji sudah akan menghela napas jika saja ia tidak mendengar suara ketukan di jendelanya. Ia buru-buru melirik jendelanya dan benar saja anak laki-laki itu sudah berdiri di sana lengkap dengan cengiran seperti kemarin sore. Anak perempuan dengan pipi yang tembam itu tergesa-gesa membuka jendela sampai-sampai ia hampir saja tergelincir. Anak laki-laki yang berdiri di luar itu terbahak, Sooji cemberut melihatnya.

"Kenapa kau tertawa?" Sooji mendelik sebal.

"Kau bersemangat sekali," anak itu masih tertawa dengan menyebalkan (tentu saja bagi Sooji), "kau sangat senang karena bertemu denganku, ya? Iya, kan? Iya, kan?"

Sooji semakin mengerucutkan bibirnya, "kau siapa sih sebenarnya?" tanyanya dengan nada yang semakin tinggi di akhir.

"Aku boleh masuk?" anak itu balik bertanya, setelah sebelumnya mengabaikan pertanyaan Sooji.

"Tentu saja tidak!"

"Kenapa?"

"Kita tidak saling kenal!" Sooji menutup jendelanya kuat-kuat. Sedangkan anak laki-laki itu terus tertawa sambil berjalan mundur lalu menghilang.

"Sooji, ada apa?" ibunya muncul dari balik pintu dengan wajah panik setelah mendengar suara jendela yang dibanting.

Sooji mengibaskan tangannya dengan senyum asimetris, "tidak ada apa-apa, Bu." Untung saja anak itu sudah pergi.

the tale of peter panTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang