Sebuah Rasa

45 12 2
                                    

Pagi yang cerah membuat seluruh orang di dunia harus melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan dan salah satunya seorang gadis yang tengah duduk di depan meja rias sedang memandang pantulan wajahnya di cermin.
Rambut hitam,hidung mancung,dan bibir seperti kelopak mawar menggambarkan dirinya yang cantik.

"Luvena sayang,cepat turun nak!ibu tunggu di meja makan."
Suara ibu menyadarkan ia dari lamunannya.

Ia pun turun dan menuju ke meja makan untuk sarapan bersama ayah dan ibunya.
"Pagi ayah,pagi ibu"sapa Luvena.
Ia pun langsung duduk dan segera menghabiskan sarapannya.Tak lama setelah menghabiskan sarapannya ia pun bergegas menuju ke sekolah diantar oleh ayahnya menggunakan mobil.Sampai di sekolah ia pun pamit kepada ayahnya.
"Assalamualaikum yah"pamit Luvena tak lupa ia pun mencium tangan ayahnya sebelum turun.
"Wa'alaikumsalam"balas ayahnya.

Ia pun masuk gerbang dan mulai menyusuri koridor di sepanjang sekolah.Saat ia berjalan ia melihat tiga anak laki-laki sedang bermain basket di lapangan yang tak jauh dari tempat ia berjalan.
Tapi hanya seseorang yang tidak dapat mengalihkan pandangannya.Seseorang yang terkenal di sekolah karena ketampanannya siapa lagi kalau bukan Revan Pramudya.Kakak kelas yang hanya beda satu angkatan dengannya.Dialah yg sedang diperhatikan oleh Luvena.

"Woyyy Luvena!ngapain lu ngelamun?nanti kalo lu kesambet aja baru tau rasa"teriakan temannya yang bernama Rayna itu menyadarkan ia dari lamunannya.
"Pliss bisa gak sih gak usah pake teriak-teriak segala"balas Luvena kesal karena Rayna meneriakinya.
"Oh,gua tau sekarang lu mulai kesambet pesonanya Revan kan?iya kan" Rayna seperti baru menyadari perilaku temannya.
"Apaan sih.Udah yuk kita ke kelas."ajak Luvena seperti tidak ingin menjawab pertanyaan aneh dari temannya

***
Sekarang kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung di kelas XI-Mipa 2.
Luvena yang sedang asyik memperhatikan penjelasan yang diberikan Pak Surya tiba-tiba sikunya disenggol oleh Rayna.
"Apaan sih ray?"tanya Luvena yang merasa terganggu oleh Rayna.
"Lu tadi belom jawab pertanyaan gua.Apa lu udah mulai kesambet sama pesonanya Revan"tanya Rayna.
"Ray,bisa gak sih jangan bahas yg gak penting.kamu kan juga tau kalau aku itu orangnya berprinsip"balas Luvena.
"Lu itu berprinsip atau mengutuk diri lu sendiri untuk menjomblo?"
Luvena diam ia merasa kesal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh temannya.

***
Trnnnngggg.....
Bel pulang sekolah pun berbunyi.
Luvena pun bergegas keluar kelas dan menuju halte di depan sekolahnya.Ia pun menunggu angkot yang lewat.
15menit....
30menit....
45menit....
Dan hampir satu jam tapi ia belum mendapatkan angkot.

Sampai akhirnya ada seseorang datang dengan sebuah motor ninja menghampirinya.Pemiliknya pun melepaskan helmnya untuk memperlihatkan wajahnya.
Revan....batin Luvena
"Kamu Luvena kan anak kelas XI-Mipa 2?kenapa belum pulang?"tanya Revan
"Lagi nungguin angkot kak"jawab Luvena
"Dari tadi saya liat gak ada angkot lewat,mending kamu pulang bareng saya aja,bagaimana?"tawar Revan
"Gak usah kak,takut ngerepotin,gak apa apa saya nunggu angkot aja"tolak Luvena secara halus
"Tenang aja gak bakal ngerepotin kok"
Akhirnya dengan terpaksa Luvena ikut menumpang dengan Revan.Setelah sampai,Luvena pun mengucapkan terima kasih kepada Revan.Saat Luvena hendak membalikkan tubuhnya Revan memanggilnya
"Luvena"
"Iya kak,ada apa?"tanya Luvena
"Sabtu besok kamu ada acara gak?"
Luvena sempat berpikir
"Kayaknya sih gak ada.Emangnya kenapa kak?"
"Kamu mau gak temenin saya cari buku biografi?saya dengar kamu itu pintar pilih buku yang bagus,jadi ga ada salahnya kan kalau saya ajak kamu.Tapi kalau kamu gak bisa saya gak maksa kok."jelas Revan
Luvena merasa tidak enak jika ia menolak ajakan Revan karena Revan sudah mengantar Luvena pulang.Akhirnya ia pun menerima ajakan Revan untuk menemaninya mencari buku biografi.

***
Saat ini mereka berdua,Revan dan Luvena berada di Gramedia.
Mereka berdua mencari buku biografi di bagian rak buku yang terdapat banyak buku biografi berbaris dari atas sampai bawah dari kanan hingga kiri dan berbagai judul.
Luvena serius mencari buku yang dimaksudkan Revan.Sedangkan Revan ia hanya memegang buku ,membaca judulnya lalu menaruhnya lagi di rak. Revan terus mengulang-ulang hal tersebut sambil mencuri pandang ke arah Luvena.Sebenarnya ajakan Revan untuk mencari buku adalah sebuah alasan agar dia bisa mendekati dan mengenal Luvena lebih jauh karena ia merasa Luvena adalah perempuan yang berbeda dari kebanyakan.Luvena terlihat tenang ketika bersama Revan.
Tidak seperti perempuan yang lain jika diajak jalan dengannya maka langsung melompat-lompat kegirangan.Maka dari itu ia tertarik untuk mendekati Luvena.
"Kak coba liat deh ini bukunya kayaknya bagus,buku biografi
B.J Habibie,siapa tau kisah hidupnya menginspirasi kakak."
Revan pun melihat dan mengangguk setuju.Mereka menuju kasir dan Revan membayar buku yang telah dipilihkan oleh Luvena.Mereka memutuskan untuk pulang dan Revan mengantar Luvena sampai di rumahnya.

Sejak saat itu,saat dimana Revan mengajak Luvena pulang mereka menjadi dekat dan Luvena seakan tidak menyadari bahwa ia mulai membuka hatinya.
Mereka berdua sering ke kantin,perpustakaan,bahkan sekarang Revan mulai mengantar pulang Luvena.

Sampai akhirnya ibu dan ayah Luvena merasakan keanehan yang terjadi pada putrinya.
"Nak,kamu sekarang lagi dekat dengan cowok yang sering antar kamu pulang ya?"tanya ibu Luvena.
"Luvena memang deket tapi kita cuman berteman kok bu"jelas Luvena.
"Ibu tidak melarang kamu berteman dengan siapa saja.Tapi kamu harus ingat nak,kamu itu anak perempuan satu-satunya ibu,jadi wajar ibu khawatir.Ibu hanya ingin anak ibu tidak salah pergaulan.Kamu tahu nak,anak perempuan itu diibaratkan sebagai kristal.Kristal itu indah,cantik,dan berharga tapi dia juga mudah rapuh dan pecah,jika ia digenggam sampai pecah maka kristal itu tidak akan indah,cantik,dan bahkan tidak berharga."
"Luvena paham bu."

Hati Luvena merasa terpiuh mendengar nasehat ibunya.Ia merasa bahwa ia telah membuat ibunya khawatir.
Sebelumnya memang Luvena tidak pernah sedekat itu dengan laki-laki.
Tapi apa nama yang tepat untuk perasaanku.
Sebuah Rasa yang tidak dapat dikatakan sahabat ataupun cinta.Karena masing-masing mempunyai alasan yang kuat.....
Batin Luvena

***
Saat ini Revan dan Luvena tengah duduk di bangku taman.
Entah kenapa atmosfir diantara mereka berdua terasa canggung.
Terlebih Luvena setelah mendengar nasehat ibunya ia seperti berusaha menutup hatinya kepada Revan.
Sedangkan Revan sendiri merasa canggung karena ia ingin mengutarakan isi hatinya kepada Luvena.
"Kak"
"Luvena"
Ucap mereka berdua bersamaan.
"Kamu mau ngomong apa?"Revan akhirnya angkat bicara daripada mereka diliputi rasa canggung.
"Kakak duluan aja."jawab Luvena.
"No,Ladies first."
"Kakak aja duluan,saya tadi lupa pengen ngomong apa."desak Luvena karena merasa bingung.
"Hhmm,sebenarnya saya suka merhatiin kamu sejak kelas sepuluh.Kamu itu orangnya cantik,manis tapi sayang banyak yang bilang kalau kamu itu dingin.Tapi semua orang yang bilang kamu dingin itu salah karena mereka gak merasakan apa yang saya rasakan.Selama saya jadi teman kamu,kamu orangnya tenang,santai,dan gak berlebihan.Saya suka wajah serius kamu itu semakin menambah kesan cantik yang ada di diri kamu.Saya merasakan adanya sebuah rasa yang bisa dikatakan lebih dari sekedar teman dan...........Luvena,kamu gak jadi pacar aku" Akhirnya Revan bisa mengungkapkan perasaannya walaupun gugup.
Ia tidak tahu kenapa kalau didekat Luvena ia merasa gugup.
Tidak seperti didekat perempuan lain terasa biasa saja.Memang hanya Luvena yang mampu menggetarkan hatinya.

Luvena tercengang mendengar hal itu.Baru kali ini ia mendengar seseorang menyatakan perasaan kepadanya.Untuk pertama kali dalam sejarah hidupnya.
Ia merasa bingung harus menjawab apa.
Pikirannya terbagi menjadi dua.
Di sisi lain ia ingat nasehat ibunya.Di sisi lain hatinya seolah menerima Revan.Ia bingung harus menjawab apa.

"Makasih kak,kakak udah jujur dan berani untuk mengungkapkan perasaan kakak.Saya hargai itu,jadi....." Ia menghela nafas sebentar dan ketika ia ingin melanjutkan
kata-katanya.Suaranya seperti tercekat di tenggorokan.

"Jadi,apa Luvena?"tanya Revan penasaran.

"Jadi lebih baik kita berteman seperti kemarin.Saya merasa nyaman dengan keadaan kita berteman .Saya gak merasa canggung dengan kakak begitupula dengan kakak.Jadi...maaf Kak saya gak bisa nerima pernyataan kakak,jadi saya harap kakak ngerti."

Revan yang mendengarnya hanya tersenyum.Tapi dibalik senyumnya ia merasa sakit.
Mungkin berteman memang jawaban yang bijak.

"It's okay.Saya ngerti kok.Tapi janji ya kalo kamu tetap berteman sama saya.Saya gak mau setelah ini nanti kamu bakalan menjaga jarak sama saya.Janji kita berteman."jawab Revan yang sedikit terpiuh hatinya.

Setelah kejadian itu mereka tetap berteman.Revan selalu memberikan perhatian kepada Luvena lebih layaknya terhadap seorang pacar.Mungkin dengan cara ini Revan bisa menghilangkan rasa kecewanya.Tapi berbeda hal dengan Luvena yang seperti menjaga jarak kepada Revan.
Tapi entahlah mereka harus bagaimana.Itu perasaan mereka masing masing........

TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebuah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang