Aluna berlari memutari meja kasir dan langsung memeluk laki-laki yang tak lain adalah teman masa SMA-nya. Laki-laki yang dikenal galak, tegas, tapi baik hati itu membalas pelukannya.
"Kamu datang gak bilang-bilang?"
"Surprise!" Aluna meninju dada bidangnya. Walau begitu, ia tidak benar-benar mengeluarkan seluruh tenaganya.
Keduanya tertawa bersama sebelum Aluna mengajak Edvan duduk di salah satu kursi kafe yang masih kosong.
Beberapa menit kemudian Aluna datang membawa dua cangkir minuman dan juga dessert yang tadi dua buat.
"Pudding custard dengan irisan blueberry dan secangkir mocalatte untuk kamu."
"Gak asem kan kayak muka pembawanya?" canda Edvan seraya menerimanya.
"Tenang. Aku kasih senyum spesial jadi langsung manis ngalahin madu."
Aluna menaruh nampan di meja sebelahnya yang kosong. Karyawan yang melihatnya bergegas mengambil dan membawanya ke belakang.
Edvan menyendok puding di hadapannya dan mencoba merasakannya.
"Gimana?" tanya Aluna penasaran.
"Lumayan. Masih enakan bubur candil bi Nah."
Aluna memberengut kesal. Ia merasa tidak terima puding buatannya dikalahkan oleh bubur candil ibu kantin sekolah mereka dulu. Oke, untuk rasa candil jelas milik bi Nah top markotop rasa tradisionalnya. Tapi untuk puding, dia juga butuh berbangga diri sebab rasanya jelas enak.
"Maaf, maaf, bercanda kok." Edvan menaruh sendok di sisi gelas pudingnya lalu mulai serius. "Ada yang ingin kusampaikan sebenarnya."
"Apa?"
"Acara Reuni kelas kita yang akan diadakan di puncak minggu depan."
Aluna terdiam memikirkan acara reuni di puncak. "Dia juga ikut," ujar Edvan. Aluna tidak tahu apa yang harus dia putuskan. Di satu sisi ini adalah kesempatan menyelesaikan semua teka-teki 5 tahun ini. Namun di sisi lain dia juga takut, takut jika semuanya akan benar-benar selesai.
"Sebaiknya kamu juga ikut. Ini satu-satunya kesempatan kalian berdua bertemu. Selesaikan semuanya. Aku tahu kalian berdua butuh waktu untuk bicara banyak, bukan?"
"Kamu bisa memikirkannya dari sekarang. Tapi kita semua berharap kamu bisa ikut."
"Aku tidak tahu." Luna tertunduk sedih. Edvan menggenggam satu tangannya. Lalu ia berkat, "jangan ingat semua kejadian yang terjadi setelah insiden itu. Coba ingat ketika semua baik-baik saja. Apa kamu tidak merindukannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendung Bukan Berarti Hujan
Conto"Untuk kamu yang mungkin tidak pernah tahu atau sekadar berpura-pura tidak pernah mau tahu, di sini aku duduk termenung memikirkan cara bagaimana menitipkan rindu ini untukmu." _______Aluna______ Amazing cover by @trooyesivan WARNING: BEBERAPA PART...