Becik ketitik olo ketoro ( yang benar akan diketahui, yang jahat akan terlihat)
Aku diseret ke ruangan pak Anwar dengan kasar. Semua orang menatapku dengan penuh kebencian. Aku mau menjelaskan kalau aku tidak bersalah, tapi rasanya percumah. Semua sudah mengecap aku sebagai penghianat.
Di dalam ruangan pak Anwar sudah ada 2 orang polisi. Seorang perwira menengah teman pak Anwar. Satu lagi masih muda. Mungkin anak buahnya. Aku merasa lega ada mereka. Setidaknya aku tidak akan ada aksi main hakim sendiri. Orang-orang ini tahu betul apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Aku didudukkan di depan mereka.
Semua yang ada dalam ruangan diam, aku merasa semua memandangku dengan pandangan menghakimi. seolah-olah ketuk palu bersalah sudah diketuk sebelum sidang dimulai.
Hening, hanya ada suara detik jam dinding terasa menterorku. Yang berpangkat membuka pembicaraan,"jadi ini pelakunya?"
"Bukan," jawabku pelan.
"MASIH MENYANGKAL!!!?" teriak pak Anwar terdengar seperti raungan Gozilla.
Perwira Polisi memberi kode agar pak Anwar tenang. Lalu mulai bicara,"Bukti-bukti sudah jelas. Ini salinan email yg kau kirim ke kompetitor. Dari alamat pengirim jelas itu dikirim dari email mu, dengan IP komputer mu"
"Tapi bukan saya yang kirim pak," kataku.
"Lalu siapa?"tanya pak Polisi itu
"Saya tidak tau pak,"jawabku bingung.
Aku mendengar nafas keras dari pak Anwar. Sepertinya beliau gusar. Pak Polisi itu kembali menenangkannya lalu berkata, "Dik, saya ke sini bukan petugas penydik, tapi sebagai teman pak Anwar. Pak anwar meminta ku menyelesaikan ini."
"Jika permasalahan ini tidak selesai di sini, kita akan membawanya ke kantor. Pak Anwar akan membuat laporam, lalu akan dibuat BAP. Karena bukti cukup kuat, kamu akan ditahan. Catatan mu di kepolisian akan tercoreng. Jadi sebaiknya akui saja, kita selesaikan di sini."
"Tapi saya benar-benar tidak melakukannya pak," aku tetap bertahan. Karena aku memang tidak melakukannya. Bagaimana aku harus mengakuinya?
Pak Anwar menunjuk tumpukan kertas di meja, "Ini print out email yg dikirim ke kompetitor. Jelas ini dikirim dari email mu, dari komputer mu. Siapa yg kirim email itu kalau bukan kamu!?"
"Yang pasti bukan saya pak. mungkin orang itu diam-diam menggunakan komputer saya. lalu mengirim email dengan acc saya."
Pak Anwar berteriak lagi," yang tau password komputer dan email mu hanya kamu. Bagai mana orang lain bisa menngunakannya?"
Aku berhenti disitu, aku sendiri tak tau jawabannya. Segala sesuatunya seperti sudah di setting. Aku adalah korban konspirasi ini, atau mungkin bukan konspirasi. Mungkin hanya seseorang yang menjadikan aku kambing hitam atas kejahatannya, atau memang sengaja ingin memfitnah aku. Hanya satu yang jelas-jelas terlihat: aku ditumbalkan.
Semua diam melihatku, menunggu jawabanku. Dan aku benar-benar tidak bisa memberi jawaban yang bisa memuaskan mereka, membebaskan aku dari tuduhan ini. Aku benar-benar sudah masuk perangkap. Seperti hewan buruan yang masuk jebakan dan hanya bisa menanti dieksekusi. Nasibku tak lebih malang daripada seorang hobit di tengah-tengah orgre, tinggal menunggu dihabisi.
Perwira polisi itu bekata lagi, "pikirkan masa depan mu"
Deg ... Kata-kata itu menancap di jatung ku. Mungkin maksudnya mengancam ku, mengintimidasi aku. Tapi efeknya bukan itu.
Ya, aku akui kalau aku tidak pernah memikirkan masa depan ku, aku hanya hidup dari hari ke hari, menunggu akhir bulan untuk mendapat gaji lalu menghabiskan gaji itu.
Aku bahkan tidak berfikir untuk punya pasangan, menikah, punya anak, bahkan punya teman dekat pun aku tak pernah. Tidak pernah, sejak tikungan yang menyakitkan itu.
Bahkan aku tak pernah menelepon keluarga ku. Bahkan ibu ku pun sudah biasa tidak ku telpon berbulan bulan.
Jadi jika sesuatu terjadi padaku, mungkin tidak akan ada yg tau atau peduli. Mungkin keluargaku saja yang akan bersedih, setelah itu seperti biasa lagi.
"Sudah siap membuat pengakuan?" Suara pak Polisi membuyarkan pikiran ku.
Aku menatap mata pak Polisi itu dan berkata,"Pengakuan saya tetap pak. Saya tidak melakukannya."
Duar, lagi-lagi pak Anwar menggebrak meja. Dan pak Polisi itu kembali membuat gestur mengarahkan pak Anwar untuk tenang.
"Semua bukti mengarah kepada mu" kata pak Polisi, kalem tapi penuh tekanan.
"Bukan ke saya pak, tapi komputer saya,"jawabku pasrah. Aku tau sudah terpojok.
"Memangnya siapa saja yang bisa membuka komputermu? Bukankah ada password?" Perkataan pak Polisi iti semakin membuatku merasa berdaya.
"Entahlah pak, saya tidak pernah mengganti password sejak menggunakan komputer itu,"jawabku lemas.
"Tapi itu tidak bisa menjadi alibi,"kata Pak Polisi lagi.
Diam.
Hanya suara terpecah oleh suara "hush" dari penyemprot parfum ruangan otomatis. Lalu diam lagi.
"Sudahlah, kita selesaikan saja dikantor mu. Aku buat pelaporan, sisanya kamu yang urus," kata pak anwar kepada teman polisinya itu.
Dan aku benar-benar pasrah.
Pak Anwar memimpin keluar ruangan. Tapi di lorong terdengar suara langkah terburu-buru dari kaki bersepatu hak tinggi. Lalu terdengar teriakan," pak, tunggu. Ada yang ingin saya sampaikan!"
"Nanti saja Len, aku mau bawa bajingan tengik ini ke penjara!" Jawab pak Anwar.
Ya, wanita itu mbak Lena, yang masih terus mengejar dan berteriak nyaring,"tunggu pak, bapak harus melihat ini dulu. Bapak membawa orang yg salah!'
Deg !!!
Semua orang terdiam. Bahkan jantung ku sempat terdiam. Mataku menatap tabjub pada mbak lena yang mengacungkan flashdisk.
Bukti apa yang mbak Lena tunjukkan untuk membebaskan ku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gakuran Story
RomantikKamu tahu apa persamaan hujan dan cinta? Keduanya bisa jatuh tanpa kita duga, di mana saja, kapan saja, dan menimpa siapa saja. Berawal dari hujan dan berlanjut dengan kisah yang terajut bersama sebuah Gakuran, jas dengan model menyerupai jas seraga...