Rose And Chrysanthemum

147 14 14
                                    

Hujan mengguyur kota ini sejak tadi sore. Bukan hujan deras, hanya hujan dengan butiran lembut tapi tak kunjung reda. Awan kelabu masih saja menyelimuti langit. Tidak sekalipun membiarkan bintang menghiasi langit malam. Di sebuah kamar hotel yang diterangi oleh lampu gantung kecil yang berbentuk unik dan memancarkan cahaya kekuningan yang membuat suasana kamar itu hangat, perempuan itu meneguk wine dari sebuah gelas bening yang mengkilat setiap terkena cahaya lampu. Dia duduk menghadap jendela kaca besar yang dihiasi bulir air hujan dari luar. Kaki kanannya dilipat di atas kaki kiri membuat paha bagian dalamnya semakin terlihat. Tangan kirinya ditekuk diatas meja menopang berat tubuhnya. Rambut bergelombang sepunggungnya dibiarkan tergerai menutupi punggung dan bahunya yang terbuka. Malam ini dia memakai minidress berwarna hitam yang menutupi hingga dadanya saja, bahu dan tangan mulusnya dibiarkan terbuka. Sangat menawan, dilihat dari sisi manapun dia sangat cantik. Tapi sayangnya ada sedikit kilatan kesedihan terpancar dari mata coklat tuanya yang masih terpaku melihat bulir hujan turun dari langit itu. Salah, bukan sedikit, tapi banyak. Melihat dia begitu sedih jadi membuatku mengingat-ingat kapan terakhir kali aku melihat senyumannya.

Aku mengerjap berusaha kembali dari lamunanku saat perempuan itu menghembuskan napasnya sambil bersuara agak keras.

"Kamu membayarku hanya untuk menemanimu selama 3 jam. Jadi, sampai kapan kamu akan terus berdiri diam di depan pintu seperti itu?"

Aku masih diam, tidak bereaksi. Pikiranku masih menyusun kalimat apa yang harus aku ucapkan dulu karena begitu banyak yang ingin kukatakan padanya sekarang juga.

Dia berdiri dari kursinya, berjalan perlahan mendekatiku. Suara highheels hitamnya membuat suara nyaring saat berbenturan dengan lantai. Dia sampai di depanku. Kedua tangannya dilingkaran di leherku. Badan seksinya menghimpit badanku. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, mencari bibirku.

"Aku bukan membayarmu untuk ini," aku menghentikan kegiatannya.

Dia melepas kedua tangannya di leherku, menjauhkan badannya. Dia berjalan lagi ke arah kursi dan dengan cepat menyabet jaket kulit hitam dan tas selempangnya yang menggantung di punggung kursi.

"Kalau kamu tidak mau melakukannya, berarti aku tidak ada alasan lagi untuk berlama-lama di sini. Kerjaku bukan untuk mengobrol dengan pelanggan. Aku pergi."

Dia berjalan melewatiku dan hendak membuka pintu di belakangku. Aku berhasil menahan tangannya tepat saat dia menggenggam daun pintu. Dengan sekali gerakan aku membalik badannya, lalu menghimpitnya diantara badanku dan pintu.

"Apa maumu?" Nada bicaranya tajam tapi tetap tenang. Matanya menatap lurus-lurus mataku.

"Aku ingin bertemu denganmu."

Hanya beberapa detik dia memperlihatkan ekspresi terkejutnya tapi segera ia tutupi dengan wajah datar lagi.

"Kenapa....,"

Aku segera menutup mulutnya dengan mulutku. Aku sudah tidak tahan lagi. Kalau aku lengah sedikit saja dia pasti pergi lagi. Aku harus melakukan apapun agar dia tidak pergi untuk kedua kalinya.

"Apa kamu membenciku?" tanyaku.

Bibirku menelusuri setiap inci wajahnya, lalu kembali menatap matanya. Aku berusaha membaca isi hatinya. Tapi hanya kesedihan yang kulihat. Setetes air mata hampir mengalir dari pelupuk matanya tapi dia segera menghapusnya. Dia bersikeras terlihat kuat. Dia membalas ciumanku, seakan tidak mau menjawab pertanyaan itu. Hal itu membuat rasa pedih menyeruak di dalam dadaku. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenapa dia jadi seperti ini?

Apapun yang terjadi padanya aku ingin melindunginya. Aku ingin memeluknya erat dan aku tidak ingin melepaskannya lagi.

Di malam yang sendu ini, kami membiarkan tubuh kami yang berbicara. Membiarkan insting kami yang memandu setiap gerakan. Meluapkan semua kerinduan yang selama ini tersimpan dalam-dalam di hati. Mengutarakan setiap perasaan yang belum pernah terungkap. Melepas semua beban dan penderitaan yang ada. Tanpa sepatah kata pun aku tahu dia merasakan rasa yang sama. Walaupun dia masih berusaha menutupi kebenaran itu, aku yakin dia masih menyimpan cintanya padaku.

Rose and ChrysanthemumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang