Bab 1

153 10 1
                                    

Melalui pesan singkat di Whatsapp aku merasa muak dengan semua yang ia sampaikan padaku, bagaimana aku tidak muak dengannya dulu disaat aku tahu dia seperti lelaki baik-baik namun dengan bodohnya aku terlanjur menyelam dalam pada kehidupannya. Semua kisah terindah berawal dari MOS tepat setahun yang lalu, berawal dari ia yang menolongku saat terjatuh karena pada saat itu aku terpeleset dilapangan. Raut wajah yang ia hadirkan tidak ada keramahan sama sekali namun ia memperlakukanku dengan sabar walaupun sesekali aku merengek kesakitan tetapi ia masih saja bisa mengatakan "terlalu kasar ya aku membersihkan lukamu?"
"Tidak juga,tetapi masih sedikit perih"
"Lain kali mangkanya hati-hati"
"Aku sudah berhati-hati"
"Jika kamu sudah berhati-kamu tidak akan seperti ini"
" Ahh sudahlah, kamu ingin membantuku atau tidak sekarang?" Ketusku pada lelaki yang belum kukenali siapa namanya.

Selama ia membalut luka yang ada ditanganku ada satu hal yang paling kutunggu, ia memperkenalkan dirinya padaku namun hingga saat ini hal yang kutunggu-tunggu belum juga terjadi. Hingga akhirnya aku memberanikan diri bertanya padanya walaupun rasa canggung ini seakan tak dapat lagi terobati.
"Kamu murid baru juga ya?"
"Iya"
Seketika keheningan pun tercipta diantara kami, ia masih berkutat dengan luka-ku, aku hanya diam saja tak tau harus berbicara apa lagi dengan lelaki itu. Hingga akhirnya ia pun selesai membalut luka-ku tak lama setelah itu datang seorang bapak guru entah siapa namanya karena aku masih baru jadi tak semua nama guru disini aku hafal.

"Kalian anak baru yang tadi ikut MOS bagian pak Rahman ya?"
"Iya pak" jawab kami berbarengan
"Kamu yang cowok namanya siapa?, kamu jugak yang cewek?"
"Saya Rangga pak!"
"Saya Maudy pak!"
"Ooohhh, kamu Rangga, kamu Maudy"
Anggukku senyum meng-iyakan ucapan sang bapak tersebut begitupun dengan Rangga.

                          🌿🌿🌿

"Maudy..." panggilnya menghampiriku yang sedang berjalan "kamu tau dari namaku"
"Kan tadi waktu pak Anam nanyain nama kita"
"Kamu Rangga bukan?"
"Iya"
"Ada apa kamu panggil aku"
"Kamu pulang naik apa?"
"Mungkin kalau tidak angkut metromini seperti biasa"
"Untuk kali ini kamu keberatan tidak jika aku yang mengantarmu pulang?"
"Tidak usah repot-repot" jawabku ragu, baru saja kita saling mengenal dia sudah menawari ku untuk pulang bersama
"Tidak,aku tidak kerepotan jika aku mengantarmu pulang, lagian tadi kamu kan luka kalau harus naik angkutan kota lukamu bisa tergesek dan akan perih pastinya"
Yaa mungkin karena kasa yang membalut tangan kiriku itulah yang menjadi alasan mengapa ia ingin mengantarku pulang
"Hhhmm"
"Ayolah!!" Hingga akhirnya ia memasangkan helm ke kepalaku sebagai bentuk paksanya ingin mengantarku pulang
"Yasudah" jawabku singkat, apa boleh buat ia sudah memakaikanku helm.

Ada perasaan canggung juga nyaman saat aku berada dimotor berdua bersama Rangga, ia menyuruhku berpegangan, seperti anak kecil saja batinku. Namun entahlah aku cukup menikmati saat menyusuri jalan bersamanya, tak ada percakapan yang tercipta diantara kita aku hanya menunjukkan ekspresi wajah yang sangat senang akan hari ini walaupun luka-ku masih sakit tapi entahlah seolah rasa sakit itu dapat hilang seketika saat Rangga berada tak jauh dariku.
"Dy, rumah kamu dimana?" Rangga yang mulai membuka pembicaraan
"Nanti kalau sudah sampai perempatan jalan sudirman kamu bisa belok kiri, setelah itu ada komplek Mawar Indah belok kiri, tiga rumah dari komplek itu rumahku"
"Oohh...kamu di Mawar Indah ya?"
"Iya,memangnya kenapa?"
"Aku di Flamboyan Permai"
"Loh berarti rumah kita searah dong?"
"Hhmm" jawabnya sambil tersenyum.

🌿🌿🌿

"Terima kasih ya kamu sudah mengantarku pulang"
"Sama-sama"
"Aku masuk dulu ya.."
"Iya..jangan lupa istirahat, mungkin kamu kelelahan hari ini"
"Iya" jawabku sambil mengangguk.

"Ibu aku pulang"
"Ehh kakak sudah pulang"
Aku yang tak melihat ibu diruang tengah, namun suaranya terdengar hingga ruang tamu mungkin ibu di dapur dan dugaan ku ternyata benar ibu sedang berada di dapur
"Ibu buat apa?,seperti familiar sekali dengan baunya"
"Seperti biasa, brownis keju"
"Waahh...kapan aku bisa mencicipi?"
"Tenang saja 10 menit lagi siap, menunggu siap kamu bisa mandi,terus istirahat nanti kalo brownisnya sudah jadi pasti ibu panggil" jawab ibu sambil mengelus kepalaku
Jawabku mengangguk meng-iyakan apa yang ibu katakan.

Sebari menunggu ibu aku merebahkan tubuhku diatas kasur akibat kelelahan tadi siang tak lupa aku membuka balutan kasa yang Rangga berikan masih menempel ditangan kiriku, tadinya akupun menganggap Rangga biasa, ia baik mau menolongku saat tak ada orang yang tau bahwa aku sedang terluka namun satu hal yang tak pernah ku lupakan, pengalaman paling pertama dalam hidupku, duduk di atas motor berdua bersama seorang lelaki yang bernotabene ia adalah teman sekolah baruku, seketika hari pun berlalu dengan begitu indahnya mengenal saja baru pada hitungan jam namun perlakuannya seolah kita telah lama mengenal dan sangat akran namun sangat ku sayangkan kita tak bertukar nomor telpon ataupun segala media yang bisa ku gunakan jika aku sedang merindukannya, apa yang bisa ku lakukan nanti?

Sejenak ku pejamkan mata ku yang tadinya telah lelah memandangi segala hal yang terjadi hari ini memalukan memang saat aku terpeleset dilapangan didepan banyaknya orang yang akan menjadi temanku tak hanya sekedar malu ternyata hadiah dari terpelesetnya aku adalah luka yang sudah dari tadi menunggu ketersediaan tanganku untuk ia jadikan rumahnya sementara hingga ia pergi bahkan menhilang dari lirikan mataku.

Gibran&MaudyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang