PG 29 # Pain

963 153 25
                                    

Baru kali ini aku mengobrol sepuasnya dengan seyi, sampai rasanya lelah. Dia bertanya segalanya padaku, dan tak jarang aku kewalahan menjawabnya.

Aku bahkan tidak sadar, ini menjelang sore, dan saat ini kami berbaring di ranjang single rumah sakit. tapi aku yakin, ini bahkan masih cukup jika di tambah Myungsoo,

Umm, Myungsoo!

Aku mendengus memikirkan nama itu, tidak ada ruang untuknya lagi, tak akan ada lagi!

Tanpa ku sadari, seyi tertidur dilenganku, dan aku pun merangkuhnya dengan erat  tanpa membuat dia sesak nafas.

"Nak, mengapa kau sangat sangat mirip dengan ayahmu. Andai saja kau mirip denganku, itu  lebih mudah."

Aku memandang dia dengan intens, bukan aku bermaksud untuk mengenang Myungsoo, tapi setiap kali aku melihat wajahnya, dia seperti gambaran Myungsoo yang memakai bando, dengan dambut panjang indah, dan mata yang mengerling lucunya, membuat siapa saja akan jatuh hati, seperti halnya Myungsoo.

Ahhh putriku.

Aku tersentak, saat pintu kamar rawat ku terbuka, disana kepala Myungsoo muncul, dan matanya menyipit melihat kearahku.

Dia tersenyum dan masuk mendekati kami berdua. Dia memandang seyi dan aku bergantian.

"Malam... Aku membawakan ini." dia mengacungkan bungkusan coklat dengan dua cup cofie, dan satu cup susu dalam kotak jinjingan, di tangan nya yang lain. Yang tidak ku sadari sebelumnya.

"kau tahu seyi disini?" tanyaku, masih memeluk seyi.

"tahu..." dia duduk di depanku, dan menaruh semua belanjaannya dimeja samping ranjang. "pengasuhnya yang menelepon ku."

Cih, menelepon? Sampai begitu dekatnya kah mereka? Aisssss...

"Ck, tidak usah cemburu begitu, dia sudah menikah." nada geli dari ucapannya, membuatku jengkel

Aku mendelik padanya, dan mendengus. "Dengar! pertama, aku tidak cemburu. kedua, orang yang sudah menikah, bukan berarti tidak akan selingkuh, dua kali!"

Uch...jiyeon si mulut besar.

Aku menutup rapat bibirku saat melihat dia. Dia tersentak dan tak berkedip,

yah bagus, aku telah melukai ego besarnya itu.

Aku mendengus tanpa sadar, dan mengabaikan ekpresinya. Menggigit bibir dalam ku dengan terlalu kencang, hingga membuatku perih.

"Aku tahu..." katanya dengan nada pelan, seperti gumaman atau gerutuan. "itu masalalu, seperti duri, dan aku ingin mencabut duri itu—"

"Dan kua tentu tidak akan lupa, bahwa luka atau bekas nya tak akan hilang," potongku tanpa menunggu dia menyelesaikan ucapannya, itu mungkin tidak sopan, tapi aku tidak tahan untuk menyela.

Dia menggeleng dan ku asumsikan, dia kehabisan kata-kata.

"Yah, aku telah kalah. Kalah...."

Kami sama-sama diam dan tidak ada yang menyela, hanya bunyi-bunyian yang tak jelas, yang kami dengar, aku tidak ingin melukai hatinya, tapi aku tidak bisa diam saja.

Semua yang ku alami dengannya, begitu sempurna, suami baik dan anak yang cantik, dengan seekor anjing adalah mimpiku, mimpi remajaku, begitu sempurna, terwujud dengan cara mustahil. Tapi dalam sekejap, berubah menjadi sebuah mimpi buruk, pengkhianatan terdalam dan menyakitkan, sangat dalam hingga aku merasa tak akan sembuh, aku sudah berusaha menutup sakit ini, tapi semuanya telah sia-sia. Aku hanya seorang wanita tanpa sebuah kenyataan, bahwa kenyataan ku adalah delusi.

Magic CupcakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang