Mata gadis itu tengah terpaku menatap pemandangan kota Jakarta dari atas bianglala. Matanya tampak berbinar, senyum lebar tak lepas dari wajah manisnya seraya memeluk boneka kucingnya dengan erat, seolah tak ingin kehilangan boneka itu.
Winter bertopang dagu menatap pemandangan luar, sesekali ia melirik wajah Autumn yang tampak riang.
Pemuda itu mendesah dalam hati, jika ia tahu akan semenyenangkan ini, Dalton tidak perlu repot-repot memaksanya untuk mengajak jalan gadis didepannya ini.Ya. Awalnya, ia mengajak Autumn hanya karna sebuah paksaan dari Dalton yang tidak ingin melihat gadisnya terluka karna ulah Winter. Tapi setelah tahu bahwa ngapel dengan pacar merupakan hal yang menyenangkan, Winter akan dengan senang hati melakukannya.
"Winter" panggil Autumn pelan.
Winter sontak menolehkan kepalanya
"Hm?"
Autumn semakin mengeratkan pelukan pada boneka kucingnya. Ia menenggelamkan separuh wajahnya di boneka itu.
"Ini bukan lo" ucapan gadis itu teredam karna ia menenggelamkan separuh wajahnya di boneka.
"Sebenernya lo kenapa sih?" Gumam Autumn pelan
"Lo curigaan banget" sergah Winter cepat, tidak ingin mendengar tuduhan Autumn.
"Lo gila ya? Masa tiba-tiba maksa gue buat jadian"
Winter menegakkan tubuhnya mendengar perkataan Autumn, tentang itu lagi.
"Jadi lo ngga mau dipaksa?" Tanya Winter
"Semua orang juga ngga mau dipaksa" ucapnya "Sesuatu yang dipaksa ngga akan berakhir dengan baik" lanjut gadis itu sambil memainkan buntut kucingnya
Winter mengangguk-ngangguk sok mengerti.
"Yaudah" Ujarnya lalu diam sebentar
"Autumn, ayo pacaran"
Tubuh Autumn menegang mendengar perkataan itu.
Semudah itukah bagi Winter?."Engga mau" jawab Autumn tegas
"Harus mau" Winter menjawab tak kalah tegas lalu mengalihkan pandangannya kembali ke luar bianglala. Kini mereka tepat berada di puncak.
"Tuh! Lo maksa kan" sembur Autumn gemas
"Lo nolak sih" jawab Winter tanpa mengalihkan pandangannya.
Gadis itu menghela nafas berat, seakan lelah dengan kehidupannya.
"Gue ngga suka dimainin kaya gini" ujarnya pelan. Sangat pelan. Tapi Winter mendengarnya.
Kali ini pemuda itu yang menghela nafas.
Winter tahu itu, ia sangat tahu. Tapi inilah satu-satunya cara agar Luke dan kumpulan bajingannya tidak berani menyentuh Autumn. Sebisa mungkin, pemuda itu menyiapkan dirinya untuk berbohong pada gadis didepannya."Gue ngga mainin lo" jawabnya dengan tatapan masih menatap luar.
Autumn mendengus lalu ikut menatap pemandangan kota Jakarta yang tampak indah dari atas sini. Walau hanya terdapat gemerlap lampu kendaraan dan gedung-gedung tinggi.
"Lo kan ngga suka gue. Itu jelas namanya gue di permainkan" jawab Autumn. Tubuhnya begetar mengatakan hal itu.
Winter menoleh menatap gadis didepannya yang kini tampak enggan untuk membalas tatapannya.
Ia berfikir-fikir sejenak. Menimbang-nimbang sebab dan akibat perkataan yang akan di lontarkannya. Lalu ia menatap Autumn dengan lekat."Gue suka sama lo"
Satu kalimat itu, lalu hening.
Dan jantung Winter juga sempurna meledak-ledak karna ucapannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter
Teen Fiction-C o m p l e t e d Dia Winter. Si genius yang paling genius di Iris High School. Juga ketua osis kebanggaan guru. Si dingin yang paling dingin tetapi selalu dipuja oleh para wanita. Dia Winter. Winter Mahesa Dirga. Si ambisius yang gelap mata akan c...