Chapter 5

7 0 0
                                    

"Maaf pak saya terlambat" ucap gadis berambut sebahu dengan nafas terengap.
Setelah dipersilahkan masuk ia langsung bergegas ke tempat duduk, ia duduk disamping Thalia.
"Hei anak baru ya, kenapa murung banget? kaya mau ujan aja mendung terus" ucapnya dengan nada bergurau
Thalia hanya melirik tanpa mengucapkan sepatah kata padanya.

****

Suasana kelas sangat gaduh diwaktu istirahat namun, Thalia tak terbawa suasana yang gaduh. Ia lebih terbawa alunan melodi musik klasik yang diputar di radio sekolah.
"Abis diputusin pacar ya?" ucap gadis yang tadi terlambat.
"Kenalin nama gue Iria, nama lo siapa?" ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Thalia hanya menongakkan kepala dan memperlihatkan badge nama yang melekat di bajunya.

Iria, Iria Andel. Gadis dengan tinggi 160, berpenampilan vintage, berwatak periang.

Iria mulai penasaran dengan Thalia yang sedari tadi tidak mengucap sepatah kata pun. Iria terus memancing Thalia untuk berbicara walau hanya satu huruf. Thalia merupakan gadis yang tidak banyak omong, bahkan bisa dihitung berapa kali ia berbicara dalam sehari.

****

Bel pulang sekolah berdering, seluruh siswa segera menyiapkan diri untuk pulang ke rumah.
"Iria, udah ditunggu Iris tuh" teriak seorang siswa sambil menghapus papan.
Iria dengan santainya mengiyakan perkataan temannya itu. Dengan santainya pun iya berjalan keluar kelas. Thalia yang tengah sibuk menyelesaikan latihan soal pun dikejutkan oleh siswa yang sedang piket.
"Gadis aneh, sudah waktunya pulang kok masih mengerjakan latihan soal" ucap seorang siswa yang memegang sapu sambil menggedor meja.
Thalia pun bergegas pulang.

****

Thalia  selalu menghabiskan waktu sorenya untuk memandangi terbenamnya matahari, sambil menikmati secangkir kopi hangat. Thalia bertanya tanya tentang mimpi anehnya tadi pagi. Thalia masih mencari cari pria ditengah hujan tersebut. Ia meyakini bahwa pria hujan itu adala anak laki laki yang menawarkannya coklat beberapa tahun lalu.

****

Hari pertama sekolahnya terasa melelahkan, apalagi ini hari pertama sekolahnya selama hidup. Thalia tidak bisa terlalu terbuka pada dunia luar. Dia lebih suka menyimpan pertanyaan di kepalanya tanpa ada yang mengetahuinya. Banyak pertanyaan yang telah terjawab, hanya pertanyaan siapakah laki laki yang telah membuatnya tertawa yang hingga kini tak terjawab.

****

Saat Thalia sedang menyisir rambut. Ia mendengar suara ketukan dari kaca terasnya. Dia pun membuka pintu teras, tak terlihat apapun di halaman rumahnya. Thalia memutuskan untuk kembali duduk di depan cermin. Saat ia hendak menutup pintu......

A Rainbow for The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang