"Selamat pagi, Alif," sapa guru muda berjilbab lebar itu pada seorang anak bertubuh kurus yang berjalan dalam rangkulan sang bunda.
"Pagi Bu Farah. Ayo Alif, ucapkan selamat pagi," ucap ibu-ibu berkacamata itu pada anaknya.
Sang anak bergeming. Dia yang dipanggil Alif justru tersenyum sambil bertepuk tangan. Sesekali melompat dan memeluk bundanya. Bahkan sempat menggigit lengan sang bunda sebelum guru muda itu menarik tubuh kurusnya.
"Tidak Alif. Alif tidak boleh marah," tandas Farah, guru muda itu sambil memegang lengan Alif.
Alif hanya tertawa, sambil mengoceh entah apa. Melihat hal itu, sang Bunda hanya tersenyum. Senyum yang menjelaskan banyak hal. Salah satunya adalah betapa dia menyayangi anak satu-satunya itu.
"Oiya Bu Farah, katanya Bu Farah mau pindah ya? Ah sayang sekali, siapa yang akan menjaga Alif di sini Bu?" Bunda Alif menghentikan langkah Farah yang hendak menuntun Alif masuk ke sekolah.
"InshaAllah, Bu. Mungkin mulai tahun ajaran besok. Kalau masalah Alif, saya yakin pengganti saya pasti lebih baik daripada saya," Farah tersenyum menenangkan.
"Pindah ke mana, Bu? Sekolah baru di dekat kantor Ayahnya Alif itukah?" Bunda Alif masih terus bertanya, memastikan.
Farah yang mulai kewalahan menahan Alif hanya menggeleng dan tersenyum untuk berpamitan. Lalu mulai melangkah memasuki gerbang sekolahnya. Menggandeng tangan Alif dengan lembut namun tegas. Beberapa kali mendesis berusaha menghentikan ocehan Alif yang tidak berujung.
Begitulah keseharian guru muda bernama Farah Gaea Amaris itu. Harinya dimulai dengan salat subuh dan bergegas bersiap-siap pergi ke sekolah tempatnya mengajar. SLB Harapan Bangsa. Iya, guru muda nan manis itu adalah seorang guru di sekolah luar biasa.
"Aska, kamu pipis di celana? Bukankah tadi Bu Farah sudah perintahkan ke toilet?" Farah hanya mengelus dadanya pelan melihat Aska yang berjalan dengan rok yang basah.
"Sudah Bu Farah, bawa Alif ke kelas dulu saja. Ini Aska biar saya yang urus," sahut Bu Rima, seorang guru senior di sekolah itu.
Farah kembali melangkahkan kakinya menuju kelas Alif yang berada di ujung koridor. Tiba-tiba terdengar teriakan marah dari Bu Rima ...
"Ya Allah, Askaaa ... Kamu pup di celana lagi?"
Sambil tersenyum kecil, Farah mendudukkan Alif di kursinya. Masih ada waktu 10 menit sebelum bel berbunyi. Jadilah Alif yang duduk di kursi sambil menggerakkan tangannya ke atas dan ke bawah ditemani oleh Farah.
Farah terdiam menatap Alif yang sibuk dengan dunianya. Tidak peduli dengan kehadiran seorang guru di depannya. Seolah hanya ada Alif di kelas ini. Lihatlah, sekarang dia berjalan berputar-putar sambil sesekali melompat.
"Alif, kakinya napak, Nak," suara Farah membuat Alif berjalan normal beberapa saat sebelum kembali berjalan jinjit.
Dan ya, Farah pasti akan merindukan bagaimana mengingatkan Alif untuk berjalan dengan baik, menyeret Alif untuk mandi, menyuapi Alif sambil mengajarinya berkata-kata, atau bahkan ketika Alif menggigit lengannya karena marah.
Karena mulai bulan depan, Farah akan pindah. Bukan lagi menjadi guru di SLB Harapan Bangsa. Farah mendapat mandat dari Ketua Yayasan Harapan Bangsa untuk membantu mengajar di SD Harapan Bangsa yang baru saja membuka kelas inklusi.
Farah menarik napas panjang dan berat. Ya, berat. Menjadi guru di SLB mungkin berat, namun tidak bagi Farah. Justru kini dia merasa berat pindah ke SD Harapan Bangsa. Bagaimanapun, tantangan menjadi guru pendamping di sekolah inklusi lebih berat daripada menjadi guru di SLB.
"Bu Farah, pinjam ponsel," suara Alif memecahkan lamunan Farah. Tangan Alif sudah mulai meraba kantong baju maupun rok yang dikenakan oleh Farah.
"Tidak, Alif. Hari ini Alif ujian. Tidak bermain ponsel Bu Farah. Dengar, bel sudah berbunyi. Duduk," Farah memandang tajam anak didiknya itu.
Ajaib, Alif menuruti kata-kata Farah. Dia bergegas duduk dan melipat tangan. Bersiap menerima instruksi selanjutnya dari Farah.
Farah tersenyum. Jemarinya mengusap lembut rambut Alif. Menguatkan batinnya untuk melangkah menuju tugas barunya. Setidaknya hari ini dia masih di sini, menemani Alif yang hendak melewati ujian semester. Tugas terakhirnya di sekolah ini. Sebelum memulai tugas baru yang menantang.
Notes :
Sekolah inklusi adalah pelaksana pendidikan inklusif. Di dalamnya ABK dapat belajar bersama anak bukan ABK di dalam kelas yang sama. Pada pelaksanaannya di Indonesia, ABK yang dapat bersekolah di sekolah inklusi umumnya memiliki skor IQ normal atau mendekati normal, sehingga materi yang disampaikan sama antara peserta didik ABK dan peserta didik bukan ABK.Guru pendamping diperlukan jika ABK masih membutuhkan bantuan tertentu dalam kegiatan belajar di kelas, misalnya sering hilang konsentrasi. Guru pendamping juga dapat menyampaikan materi secara privat untuk anak yang mengalami hambatan belajar dengan menyesuaikan kondisi anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku Beda
ChickLit"Kenapa sih mau jadi guru buat anak-anak cacat itu?" "Mulutnya itu lho, Pak Guru. Dijaga. Mereka bukan anak-anak cacat. Mereka hanya berbeda." "Lalu kenapa kamu mau jadi guru mereka?" "Karena mereka luar biasa."