Bab 05 Terhanyut!

22.7K 2.5K 27
                                    

Melati tergugu mengusap batu nisan yang kini ada di hadapannya. Entah kenapa dia bisa sampai di makam Mawar. Setelah mendengar pengakuan Marvino. Dia semakin di dera rasa bersalah. Dia yang menyebabkan kakaknya tertabrak mobil itu dan meninggal.

Marvino sangat kejam mengatakan itu kepada kakaknya. Padahal Melati tahu, kakaknya sudah jatuh cinta dengan Marvino. Kakaknya itu seminggu sebelum meninggal pernah curhat kepadanya. Kalau dia benar-benar jatuh cinta kepada Marvino. Awalnya Melati bingung. Waktu itu Melati berpikit bukankah mereka sudah hidup berumah tangga hampir tiga tahun dan mempunyai Angga. Tapi siang ini akhirnya terungkap semua.

"Mbak. Hujan udah mau turun lho. Kita pulang yuk."

Suara Igo akhirnya menyadarkan lamunannya. Dia mengusap pipinya yang basah oleh air mata dengan punggung tangannya. Lalu memejamkan mata untuk mendoakan kakaknya. Dan kini beranjak dari bersimpuhnya di atas rumput basah itu.

Setelah mendengar pengakuan Marvino dia langsung berderap pergi keluar dari kamar. Dan langsung menarik Igo yang tengah menyantap makanan buatan mamanya Marvino.

Pria itu menurut saja. Tidak ada protes saat Melati menyeretnya untuk mencari taksi dan membawa mereka ke area pemakaman ini. Dia masih ingat dengan jelas dimana letak makam kakaknya meski sudah 5 tahun berselang.

Melati berdiri dan melihat Igo langsung menunduk dan membersihkan rumput di celana jinsnya. Tentu saja hal itu membuat Melati tersenyum. Igo itu selalu memperhatikan sampai hal sekecil itu.

"Mbak sedih kan? Ini makam kakaknya mbak ya? Dan tadi itu suaminya kan?"

Tebakan Igo tepat. Melati hanya mengangguk dan Igo tak banyak lagi menanyakan sesuatu. Pria itu kini menariknya untuk melangkah keluar dari TPU itu. Karena hujan makin deras mengguyur sore ini.

*****

"Tante darimana?"

Suara Angga yang membuat Melati kini menatap Angga yang menunggunya di teras depan membuat Melati trenyuh. Bocah itu tampak berseri -seri ketika melihatnya.

Igo merangkul bahunya dan memayungi dengan jaketnya yang sudah di lepas saat keluar dari dalam taksi. Hujan makin deras dan akhirnya membuat tubuh mereka berdua basah kuyup.

"Angga masuk ke dalam. Hujan makin deras."

Marvino sudah muncul di ambang pintu.

"Tante nanti ke kamar Angga lagi ya?"

Melati mengangguk saat menapak lantai teras. Tubuhnya menggigil. Igo melepaskan jaketnya, tapi kemudian langsung menutupi tubuh basah Melati dengan jaketnya itu.

"Mbak buruan ganti baju deh. Basah semua gini."

Igo mengulurkan tangan untuk mengusap lengan Melati. Perhatian pria itu memang sudah menjadi kebiasaannya. Dan Melati juga menyambut perhatian Igo dengan senang.

"Tasku udah kamu kasih kamar tamu kan?"

Igo langsung mengangguk.

"Udah dong. Itu baju titipanku ambilin ya? Mau aku buat ganti nih. Atau ehm aku ambil sendiri deh."

Igo mengacak rambut Melati sebelum meninggalkannya masuk ke dalam rumah.

"Monggo mas."

Igo sempat menyapa Marvino yang masih berdiri di ambang pintu setelah menyuruh Angga masuk. Pria itu hanya mengangguk dan tanpa senyum menanggapi sapaan Igo.

Melati sendiri kini sibuk mengibaskan rambutnya yang basah itu.

"Kamu dari makam Mawar ya?"

Pertanyaan Marvino langsung membuat Melati menegakkan tubuhnya dan kini menatap Marvino yang masih mengawasinya itu.

"Bukan urusanmu."

Jawaban ketusnya membuat Marvino kini beranjak dari tempatnya berdiri. Dan melangkah pelan menuju tempatnya. Jantung Melati kembai berdegup kencang. Dia tidak siap berkonfrontasi dengan Marvino.

"Menjadi urusanku karena kamu ada di sini."

Marvino tiba-tiba saja sudah ada di depannya. Menatapnya dari atas sampai bawah. Melati tampak di telanjangi. Dengan tubuh menggigil dan juga baju basah kuyup. Untung saja Igo tadi memakaikan jaket miliknya ke tubuhnya. Sehingga bajunya yang basah ini tidak terlihat oleh Vino.

"Besok. Aku dan Igo akan pergi dari sini. Kamu yang memaksaku untuk sampai di sini kan?"

Melati mencoba menatap Vino dan menantangnya. Dia tidak akan takut. Sebenarnya berusaha untuk tidak takut menatap Vino yang kini tampak mengintimidasi itu.

Pria itu mengulurkan tangan, tapi sebelum menyentuhnya. Melati melangkah mundur

"Kamu takut sama aku?"

Tatapan Vino tampak terluka. Melati tahu pria itu sudah tersinggung.

Melati mendekap tubuhnya sendiri karena menggigil
Hujan masih begitu deras di belakangnya.

"Vin. Aku dan kamu sudah orang lain. Ikatan di antara kita sudah tidak ada karena kakakku sudah meninggal. Kamu bukan kakak ipar ku lagi. Dan aku mohon kamu tidak usah lagi mencampuri urusanku. Kita sudah sama-sama dewasa."

Vino tampak menggeram dan mengepalkan tangannya. Berusaha untuk menahan emosi yang kini sangat terlihat jelas.

Tapi pria itu kemudian melepaskan sweater yang dipakainya. Lalu mencoba mengulurkan kepada Melati.

"Kamu kedinginan. Cepat ke dalam dan keringkan dirimu. Dan pakai ini."

Melati menatap sweater warna biru navy itu. Dan dadanya langsung terasa begitu sesak. Pria itu masih menyimpannya. Setelah sekian lama.

Jantung Melati berdegup tidak teratur. Dia tidak bisa menatap Vino setelah menatap sweater itu.

Sweater yang di rajutnya sendiri. Sebagai hadiah kepada Vino yang lulus masuk ujian pendidikan polisi.

Dia tidak menyangka kalau Vino masih menyimpannya. Setelah sekian tahun...

"Mungkin ini sudah tidak berarti Mel untukmu. Karena kamu sudah memiliki kekasih. Dan aku yakin kamu juga sudah tidak ingat lagi pernah merajut sweater ini untukku. Tapi aku masih menyimpannya dan memakainya. Karena hanya inilah kenangan darimu yang masih menyisakan perasaan kita."

Melati menghela nafasnya dan kini menatap mata Vino.
Kenapa ini datang setelah sekian lama dan terlambat?

"Mbak aku bawakan handuk.."

Suara Igo terhenti saat pria itu ada di ambang pintu. Sudah membawa handuk miliknya. Tapi kemudian hanya menatap Vino yang masih berdiri memunggunginya dan masih menatap Melati lekat.

Sementara Melati kini mencoba untuk keluar dari situasi yang sempat membuatnya terhanyut sebentar. Dia tidak menerima uluran sweater dari Vino. Melati dengan cepat melangkah menuju Igo dan menyambar handuk yang di bawa pria itu.

"Aku mau mandi dulu."

Igo hanya mengangguk dan tersenyum kaku.

"Setidaknya kalau kamu memang tidak mau menerima ini Mel. Akulah kalau sweater ini masih memiliki arti untukmu. Aku hanya mengembalikan milikmu."

Vino menyerahkan sweater itu kepada Igo yang tampak bingung.

"Berikan kepada kekasihmu yang terlalu keras kepala ini."

Setelah menyerahkan sweater itu Vino melangkah pergi meninggalkan mereka berdua. Igo mengangkat alis saat menatapnya. Tapi Melati menggelengkan kepala.

"Kamu cari tiket buat ke Yogya. Aku sudah tidak berminat lagi liburan Go. Kita pulang lagi ke Yogya secepatnya."

Bersambung

Ehem ehem komentar yuk

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang