Permanent Hater - Ziall Horlik

1K 64 16
                                    

“Kau tidak bilang saja aku sudah tau itu.” Cetusku melirik Zayn yang sedang merunduk tidak berani menatap mataku. Aku menghela nafas sekali, “kau kenapa sih?”

“Aku tidak tau, Ellie. Kau harus percaya kalau semua itu palsu! Aku tidak tidur dengan perempuan itu tadi malam karena aku sedang berada di atas atap sendirian. Kau harus percaya.” Zayn mendongakkan kepalanya lalu mencium kepalaku cepat. “Aku bukan orang seperti itu. Aku hanya mencintaimu dalam hidupku dan kukira kau tau itu. Untuk apa aku mencari perempuan lain sedangkan jelas-jelas aku sudah memiliki malaikat sepertimu.”

Hatiku agak luluh juga akibat bibir manis Zayn. Tapi buru-buru aku menggelengkan kepalaku, “sendirian? Tidak ada saksi, aku tidak percaya. Bisa saja kau hanya berbohong, kan.”

Zayn menunduk lalu tampak berpikir sebentar. Setelah beberapa detik dalam keheningan, Zayn tahu-tahu langsung menggandeng tanganku naik menuju ke tangga yang tersambung dengan atap rumah Zayn. Ia terus menarik tanganku sampai kita sampai di pojok atap rumah yang terlihat banyak putung rokok yang sudah habis. Tangan Zayn pindah ke bahuku yang kontan membuatku menoleh menatap matanya, “sekarang percaya?”

Aku mengangguk malu lalu langsung mengaitkan kedua tanganku ke pinggangnya  dan tenggelam dalam pelukannya yang selalu kusukai ini, “ya. Maaf telah tidak mempercayaimu, Zayn.”

“Kau memang selalu tidak percaya padaku. Kau selalu mencurigaiku.”

“Itu karena aku butuh kepastian dan karena aku tidak mau kehilanganmu, Zaynie.”

Perlahan Zayn melepaskan tanganku dari tubuhnya dan bibirnya langsung menghantam bibirku. Ah, setiap habis bertengkar dengan pria ini, pasti akhirnya selalu seperti ini. Aku selalu suka saat-saat ia menyatukan bibir kami, kadang, bisa membuatku gila.

***

Kau bisa panggil aku Ellie, sama seperti yang semua orang lakukan. Seperti yang kau tau, aku sudah menjadi hak milik pria seksi berambut hitam yang sekarang sedang berada di Bradford selama seminggu untuk bertemu keluarganya itu. Kemarin, ia sudah mengajakku untuk serta, tapi aku menolak. Tentu saja, aku harus bekerja disini.

Zayn. Ia adalah salah satu anggota dari grup band One Direction yang sedang naik daun itu. Yah, tentu saja aku bangga. Tetapi, entahlah. Aku tidak terlalu suka mengtahui jika seluruh dunia mengenal kekasihku. Bahkan, banyak juga yang selalu mengirimkannya ‘I love you’ di Twitter, yang mana kadang membuat moodku langsung buruk. Aku tau, aku agak egois. Tetapi, bukankah Zayn itu milikku? Salahkah aku cemburu?

Sekarang, aku sudah berada di LS yang notabene adalah salah satu pusat perbelanjaan di London. Entah kesambet apa aku bisa berjanji pada Niall –saah satu teman Zayn—untuk menemaninya menonton film horor yang baru di rilis dua hari lalu. Sungguh, dua hari lalu ia datang ke rumahku dengan wajah memelas seperti anjing yang minta diberi makanan. Sayangnya, aku tidak pernah bisa menolak apapun yang Niall katakan, mungkin aku sudah disantet olehnya. Aku bercanda.

Manusia blonde yang sekarang sudah berada di sebelahku tampak tampan dengan penampilan kasualnya. Sungguh, kukira Niall tidak akan pernah bisa tampil se-rapi ini. Hari ini ia sukses membuatku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai bawah. Eh, kulihat dia agak kurusan.

One Shot [by request]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang