✒13. Benci dan peduli

10.6K 724 17
                                    

Sania memeluk erat Aretha, seperti takkan ada yang memisahkan lagi gadis tersebut dengannya. Sania tersenyum lalu menyudahi pelukannya dan meninggalkan Aretha yang kini tertidur pulas diranjangnya.

Setelah tau Sania keluar kamar, Aretha membuka mata. Dia tidak benar-benar tidur. Aretha mendesah ringan, harusnya kejadiannya tidak begini. Harusnya Aretha membatalkan pertunangan itu dan bilang pada Sania kalau dia tidak lagi menginginkan Delvian, juga dia sudah tidak mencintai anak dari Sania. Mungkin! Aretha juga belum yakin.

"Gue harus gimana?" Aretha bingung, dirinya bangkit dari kasur lalu keluar mengendap-ngendap ke dapur. Beruntung kamar Sania berada di atas, jadi Aretha tidak akan menganggu kediaman Sania.

Aretha mengambil air minum di kulkas. Padahal ini bukan rumahnya, tapi bahkan Aretha sudah hafal bagaimana liku rumah Sania, serta dimana letak benda-benda segar semacam minuman sirup di kulkas. "Saking seringnya dulu gue tidur disini." Cibirnya pada diri sendiri lalu meneguk minumnya dari gelas.

"Dan sekarang gue jijik harus tidur lagi dikasur itu." Apapun yang berhubungan dengan Delvian, Aretha sangat membencinya.

Aretha jadi gila karena bicara sendiri.

Aretha duduk di kursi yang didesain seperti bar mini. Gadis itu menundukkan kepalanya lelah disana, harusnya dia sudah tidur di jam lewat tengah malam ini. Tapi dia sangat tidak tenang. Memikirkan bagaimana cara membatalkan pertunangannya dengan Delvian membuat Aretha pusing dan tidak bisa tidur pulas.

"Atau gue harus ngomong sama itu cowok." Aretha menelungkupkan wajahnya kedalam tangan yang terlipat di meja. Lantas bayangannya kemana-mana, seolah baru saja dia mendengar Delvian memanggilnya dan memeluknya dari belakang.

"Hayo kamu ngapain? Ngelamunin aku ya." Delvian memeluk pundak Aretha dari belakang, membuat Aretha mendongak dan memiringkan wajahnya kekiri.

Delvian ikut duduk di kursi bar, lalu kepalanya diletakkan sama dengan Aretha, namun menghadap kekanan. Mereka saling tatap, lalu keduanya tersenyum.

"Bosen tau." Ujar Aretha membalas genggaman tangan Delvian.

"Bosen kenapa?"

"Ya bosen. Masak aku ngelamunin kamu terus. Padahal jelas-jelas tiap hari kita ketemu. Lucu ya." Kata Aretha dengan pipi yang mulai memanas.

Delvian tersenyum segaris, "lucuan kamu sih tapi."

Pipi Aretha seakan direbus, "kamu juga lucu."

"Lucu apa ganteng?" Tanya Delvian menggoda. Kali ini tangannya mengelus pipi Aretha.

"Dua duanya." Kata Aretha mendongakkan kepalanya saat baru saja terdengar bunyi aneh dari bawah kakinya.

Ccciiitt....

"Jangan gitu ih geli tau."

Aretha menengok kebawah, rasanya bunyi di lamunannya terbawa sampai ke dunia nyata. Menemukan kaki seseorang sedang bermain di gagang kaki sambil sengaja membunyikan decitan dari sepatu ketsnya ke benda besi yang dijadikan sebagai pijakan kaki, Aretha bergidik geli. Semerta-merta dia kaget dengan cowok yang kini duduk santai disebelahnya.

Cowok itu nampak ingin meminum sesuatu ditangannya sebelum akhirnya Aretha menghalangi dengan menarik tangan cowok itu.

"Udah gue bilang obat tidur gak bagus!" Ketus Aretha merebut satu butir obat yang diketahui Aretha adalah obat tidur lalu membuangnya ke tong sampah.

"Masih peduli." Delvian seperti menertawakan apa yang dilakukan Aretha.

Jangan tanya, Aretha sudah menahan marah sejak suara decitan yang membawanya ke masa lalu itu terdengar ditelinganya. "Terserah!"

The Bad Twins [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang