Yoon Dowoon

90 12 8
                                    

Jam di desktop laptopku menunjukan pukul sebelas malam. Pandanganku beralih ke arah jalanan Nangor yang belum memberi tanda akan beristirahat.

Aku menghela nafas panjang. Menatap beberapa e-book yang terbuka di layar laptopku. Sudah tiga jam aku berkutat dengan tugas kuliahku yang deadline-nya besok pukul tujuh pagi.

"오랜만이야 (Long time no see)"

Sebuah pesan masuk ke dalam inbox ku aplikasi instant messaging-ku. Namun ID-ku tidak mengenali pengirimnya hanya sebuah nomor tidak dikenal berdomisili Korea Selatan. Rasa penasaran menyelubungi pikiranku.

"누구세요?(Who is this?)," tidak sampai semenit pesan balasan masuk.

"아! 미안 ㅎ, It's Dowoon!(Ah, Sorry, It's Dowoon)"

Melihat nama Dowoon muncul di layar jemariku membeku di atas keyboard. Perlahan namun pasti memori dari tiga tahun yang lalu berputar di kepalaku layaknya film lama. Berdebu namun masih tertata rapih.

Seoul, 2014

Ini hari pertama aku menginjakkan kakiku di yang akan menjadi rumah keduaku di Seoul. Aku berhenti sejenak, tertinggal sedikit dari Ms Park homeroom teacher baruku yang sedang memberi tur keliling komplek sekolah. Ms Park ini kelihatannya pribadi yang sangat menyenangkan. Dapat kunilai dari perawakannya yang pendek dan berisi dan garis kerutan di sekitar matanya menandakan kalu ia sering tersenyum. Dari bajunya yang adalah setelan blazer dan rok span selutut berwarna ungu dan merah muda aku dapat memprediksi kalau ia adalah orang yang menarik.

Aku berhenti di depan sebuah gedung besar di hadapanku. Ukurannya lebih dari lima kali gedung sekolahku di Bogor. Aku memandangi dan memperhatikannya cukup lama.

"Let's go Anya," kata Ms Park dengan senyuman lebar sembari melambai-lambaikan tangannya.

Kakiku melangkah ke dalam kelas yang penuh dengan cekikan sekelompok cewek, genjrengan gitar yang mengalun dengan suara sumbang seorang laki-laki, dan suara sekolompok cowok yang berbicara kepada satu sama lain dengan suara yang dalam.

Aku menolehkan kepalaku ke atas melihat plang di atas pintu bertuliskan 11-2.

"Attention!"

"Okay, everyone this is the new exchange student, your new friend" kata Ms park mempersilahkan aku untuk ke depan.

Aku menundukan kepalaku lalu tersenyum.

"안녕하세요! 저는 아냐 입니다. 처음 뵙겠습니다. (Hello, my name is Anya, Nice to meet you)," Aku memperkenalkan diri dengan bahasa Koreaku yang seadanya hasil training-ku dengan Wira di Indonesia.

"Anya you can seat there next to Dowoon," Ms park menunjuk satu-satunya kursi kosong di sebelah seorang laki-laki yang sedang menundukan kepalanya di meja. Ia mengangkat tangannya saat namanya dipanggil namun tetap tidak mengangkat kepalanya.

Aku pun berjalan mendekatinya dengan ragu-ragu dan duduk di sebelahnya.

Kelas selanjutnya berjalan seperti biasa. Sistem kelas di sini seperti sekolah di Asia pada umumnya yang tidak moving class. Gurunya yang akan mendatangi kelas dan mengajar. Semua guru di sini sangat baik dan ramah. Namun walau begitu mereka mengajar dengan tempo yang sangat cepat sekali. Aku dan bahasa koreaku yang masih jelek hanya bisa duduk di belakang dengan nyaman. Wira -yang dulunya juga mengikuti pertukaran pelajar ke Korea setahun yang lalu- sering mengatakan bahwa aku perlu 'take it slow' karena disini sistem belajar mereka sangat berbeda dengan cara kita belajar di Indonesia. Wira sering bilang bahwa aku tidak perlu berusaha untuk mengerti seluruh materi yang diajarkan tapi cukup menikmati kelas dan waktuku di Korea.

Kelas sudah berjalan lebih dari setengah dan cowok yang katanya bernama Dowoon ini belum mengangkat kepalanya dari meja seddari aku masuk tadi. Tidak seperti teman-teman kelasnya yang sibuk mengedutkan matanya sembari mengerjakan latihan soal matematika di papan di buku tulis mereka masing-masing, ia malah asik tertidur pulas seperti bayi.

Sebenarnya materi yang diajarkan di sini tidak terlampau sulit untuk aku cerna karena aku sudah mempelajari semua materi ini tahun lalu. Karena kebijakan sekolah dan organisasi yang mengirimku ke Korea Selatan mereka setuju untuk seluruh exchange students yang seharusnya menginjak kelas dua belas akan diturunkan menjadi kelas sebelas karena alasan tidak akan ada banyak kegiatan menarik apabila mereka tetap mengikuti kegiatan belajar kelas dua belas yang hanya terdiri dari belajar untuk ujian masuk perkuliahan dan perbaikan nilai.

"Yoon Dowoon, please come forward and answer number four, " kata guru matematika-yang aku tidak tahu namanya -tapiterlihat cukup killer- sambil menunjuk Dowoon dengan kapur yang ia pegang di tangan.

Dowoon pun beranjak berdiri dari posisinya sebelumnya dan menyeret kakinya ke depan kelas. Dia mengucek matanya setibanya di depan papan tulis. Ia menyibakkan rambut hitamnya yang bergelombang satu kali lalu segera menghitung jawaban langsung di papan tulis. Setelah kurang dari dua puluh detik ia menaruh kapur kembali di tempatnya. Si bapak guru ini hanya mangut-mangut seperti senang menangkap basah murid yang sedang tidur dan tidak memperhatikan kelasnya tapi kemudian ia mengangkat alisnya dan tersenyum sedikit.

"Good job Dowoon, see it isn't that hard right everyone," Guru itu berjalan ke depan menepuk pundak Dowoon untuk beberapa kalinya sebelum mempersilahkan Dowoon kembali ke tempat duduknya. Perkataan guru itu hanya dibalas dengan desahan dan decakan tidak setuju dari seluruh penjuru kelas.

KRING!!!

Bel tanda istirahat berbunyi dan wajah semua orang berganti menjadi sumringah, namun tidak lebih dari dua detik.

"Okay everyone do the practice until number 10 and it should be on my desk tomorrow morning for marking, have a nice break, oh and you the new exchange kid you are not excluded"

Aku hanya bisa menganga namun si guru itu malah membalas dengan mengangguk dan tersenyum simpul. Meninggalkan aku dalam tanda tanya. Ini pelajaran matematika dalam bahasa korea. Ah tuhan.

"I can help you if you want to"

Hatiku melompat saat aku mendegar suara itu. Suara yang sangat dalam dan tenang. Mungkin ini akan terdengar sangat cheesy tetapi aku benar-benar merasakan seluruh dunia berputar dalam slow motion dan yang bisa kudengar hanyalah suara itu.

"Ah, I'm sorry, I am Yoon Dowoon. But you can just call me oppa" katanya sembari melemparkan senyum manis kepadaku.

"야!, you don't think I understand?" balasku mendaratkan pukulan ringan di lengannya dengan senyuman lebar.

"Hahaha, Why?" katanya dengan wajah yang sedikit kaget dan diiringi kekehan sambil mengelus-elus lengannya yang tadi kupukul.

"I am your noona, I'm seventeen. Err- sorry about that" Kataku menunjuk lengannya yang tadi kupukul.

"It's okay. But you don't seem like you are though," balasnya sambil beranjak berdiri dan merapihkan kemejanya. Matanya menulusuriku dari atas ke bawah lalu diakhiri dengan senyuman kecil.

"Nope," aku menggelengkan kepalaku tidak setuju.

"야! , just call me oppa," katanya dengan wajah kesal yang terkesan dibuat-buat.

"Why should I? -and why are you speaking banmal (impolite languange) to me?" kataku dengan nada kesal yang dibuat-buat. Sebenarnya aku tidak keberatan dengan cara apapun dia berkomunikasi denganku tapi melihatnya jengkel anehnya sangat lucu dan menghibur. Matanya yang bulat melebar dan bercahaya setiap kali berbicara. Senyuman dan kekehannya yang renyah di akhir kalimatnya menagih sekali.

"I don't want to call you noona," Dowoon membalas dengan gelengan dan senyum yang menjengkelkan.

Dan sejak itu pun aku menjalin pertemanan dengan Yoon Dowoon. He doesn't really have any friends, really. Alasannya kalian bisa lihat sendiri tadi. Tapi kalau mau berbicara berapa jumlah fans sasaeng (fans yang suka mengikuti idol kemanapun dan tahu jadwalnya) yang Dowoon miliki sepertinya sudah dapat melebihi jumlah kpop idol manapun. Ya rata-rata sih adik kelas yang tidak tahu kelakuan dia di luar sekolah yang sangat freak.

Sabtu.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang