Zian kembali ke kelas sepuluh menit kemudian. Dia sejak istirahat langsung pergi ke perpustakaan mencari buku tentang mitologi yunani. Akhir-akhir ini dia memang sedang gila untuk mempelajari mitologi yunani kuno semenjak ia selesai membaca novel Percy Jackson series dari Rick Riordan. Dia meminjam satu buku tebal dari perpus untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
Cowok itu duduk di bangkunya dan mencari headset dalam tasnya, namun dia merasakan ada secarik kertas di dalamnya. Zian mengambil kertas itu dan baru menyadari bahwa itu adalah amplop surat. Surat siapa? Tanyanya dalam hati.
Perlahan dia membuka surat itu sambil sesekali melihat keluar berharap siapa pun pengirimnya, orang itu masih ada di sekitar sana. Kertas di dalam amplop itu terlipat manis dengan deretan tulisan tangan yang rapi.
For Zian,
Dirimu adalah bintangku, cahaya, sekaligus pelangiku
Aku tahu ada satu yang berbeda sejak awal kita bertemu, rasanya sudah lama sekali. Aku merasakan sesuatu yang lain di hatiku. Sesuatu yang tak bisa terucap melalui lisan. Tetaplah tersenyum dan jadi yang terbaik
From I
Zian mengerutkan keningnya. I? penggemar rahasia, ya? pikirnya. Dia langsung melipat kembali surat itu karena merasa tak mengenal tulisan itu sama sekali. Cowok itu memilih tak memikirkannya dan kembali sibuk dengan buku mitologi yunani yang dipegangnya. Waktu istirahat tinggal sebentar lagi, ia tak punya cukup waktu untuk memikirkan surat tak penting seperti itu.
***
Indri baru saja memasuki pintu kamarnya saat teriakan Inka menghentikannya.
“Kak, tunggu!” dia tersenyum lebar. Indri bersandar di daun pintu menunggu adiknya mendekat.
“Udah dikasih?” tanya Inka to the point.
Indri menggerlingkan matanya. “Udah. Mana bayaran gue?” Indri menengadahkan telapak tangannya.
Inka menyengir. “Ah, sama adek sendiri perhitungan banget. Kakak kasih langsung apa diselipin aja?” tanyanya.
“Selipin, lah. Lo pikir gue gila kasih langsung ke orangnya. Gue juga gak begitu deket sama dia.”
Inka memainkan jarinya sebentar. “Dia baca, gak?” tanyanya kemudian.
Indri mengangkat bahunya ragu. “Kalau dia rajin beresin buku gue yakin dia udah baca. Tapi gak tau juga, deh.”
Inka mengangguk sambil tersenyum. “Makasih ya, Kak. Nanti lain kali bantuin lagi, ya?” Dia menangkupkan tangan memohon.
Indri menyipitkan mata sekilas lalu berbalik memasuki kamarnya. “Kemaren lo bilang cuma sekali ini aja. Kalau besok gue kirim lagi, si Zian curiga, lah.”
Inka mengekor kakaknya masuk ke kamar. “Please, dong, Kak. Nanti kalau sampai ketauan, lo bilang aja surat itu cuma titipan. Lagian kan tulisan lo sama gue beda.”
“Ah, tetep aja. Iya, kalau Zian yang mergokin. Kalau yang liat temen gue yang lain? Lo mau tanggung jawab?”
Inka berpikir sebentar. “Gue gak akan sering-sering deh kirim suratnya. Sesekali aja. Mau ya?”
Indri menggaruk kepalanya malas. “Lagian kenapa lo gak langsung samperin orangnya aja, sih? Dia orang baik, kok. Gak gigit juga. Emang gak capek kirim surat? Jadul tau gak? Lo gak kasih nama kan di surat itu?”
Inka mengerjapkan matanya. “Kok lo tau gak gue kasih nama? Lo baca suratnya, ya?”
“Lah? Emang lo kira gue kurang kerjaan pake baca segala? Lagian emang isinya apaan? Paling pake kata romantis gak jelas. Nih, ya, logikanya lo kirim itu lewat gue, berarti lo gak kasih nama. Kalau lo kasih nama sama aja lo kasih identitas lo, kan? Mending lo kirim aja langsung kalau gitu.”
Inka menepuk keningnya. “Oh, iya, ya. Gue gak mau kasih langsung karena gue takut. Lo liat kan dia itu tipe cowok yang terlalu serius. Gue takut kalau gue nekat dia cuma bakal cuekin gue dan pergi.”
“Itu resiko dari jatuh cinta. Kalau gak mau ditolak ya gak usah naksir cowok dulu. Kalau emang udah terlanjur suka ya simpen aja dalam hati, siapa tau jodoh nanti. Gak usah kirim surat diam-diam, nyusahin gue aja.”
“Kak, kan fungsinya kakak adik itu saling membantu. Sekarang gue jatuh cinta, lo ikut bantu. Siapa tau nanti saat lo jatuh cinta, lo butuh bantuan gue. Gue pasti bales nanti, kok.”
Indri tertawa geli. “Masalahnya kapan gue akan jatuh cinta? Lima tahun lagi? Keburu lupa lo-nya.”
“Emang lo gak bakal jatuh cinta di SMA? Padahal biasanya kisah cinta SMA bakal terus jadi kenangan, lho,” ucap Inka.
“Eh, sekolah itu buat belajar. Lagian masa SMA meski cuma sama sahabat juga mengesankan, kok. Penuh kenangan,” ucap Indri sok diplomatis.
Inka tersenyum samar. “Kalau lo sampai jatuh cinta di SMA, lo bakal kasih gue apa?”
Indri berpikir sejenak. “Itu gak akan pernah terjadi di SMA, Ka. Cinta cuma buang-buang waktu aja. Udah sibuk nyita waktu ujung-ujungnya cuma patah hati. Gak usah taruhan sama gue soal ini, lo bakal kalah nanti.”
Inka menggeleng yakin. “Gue gak akan takut kalah taruhan sama lo. Kali ini gue yakin gue bakal menang. Lo berani apa enggak? Kasih gue apa kalau gue sampai menang?” tantangnya.
Indri mengangkat tangannya menyerah. “Oke, kalau gue sampai jatuh cinta, gue akan tanggung biaya jajan lo selama sebulan di sekolah. Tapi kalau sampai lulus gue gak jatuh cinta, lo yang harus kasih gue uang jajan selama sebulan penuh, gimana?”
Inka menganga sambil menghitung berapa keuntungan dan kerugiannya untuk dia. “Oke, ini berlaku sampai lo lulus, ya? Masih ada setahun, lho.” Dia tersenyum yakin.
Indri mencibir. “Setahun dua tahun sama aja buat gue. Deal, ya?” Dia mengulurkan tangan pada Inka dengan keyakinan penuh.
Inka berpikir ulang mulai ragu. Ia tahu kakaknya ini belum pernah jatuh cinta. Atau mungkin sudah, tapi dia tidak pernah tahu. Entahlah. Tapi di sini dia menang peluangnya amat kecil. Dia lalu mengulurkan tangan dengan ragu. “Deal.”
Indri menyeringai. “Ya udah, sekarang keluar dari kamar gue. Gue mau tidur,” usirnya.
“Tapi lo mau bantu gue, kan? Kirim surat lagi?” tanya Inka sebelum keluar.
“Iya. Tapi kalau sampai ketauan, gue bakal bongkar identitas lo, ya?” Inka mengangguk.
“Oke,” jawab Indri singkat. Inka tersenyum senang lalu meninggalkan kamar Indri sekalian menutup pintu kamar kakaknya.
Indri membaringkan tubuhnya di kasur dan memejamkan matanya. Ia tersenyum samar membayangkan adiknya harus memberikan jatah uang jajannya selama sebulan untuknya. Setahun lagi, batinnya. Tanpa sadar Indri jatuh tertidur. Dalam mimpinya ia bertemu seorang pria yang tidak jelas wajahnya membawanya pergi ke tempat indah yang belum pernah ditemuinya sebelumnya. Dan cowok itu mengatakan satu kalimat sambil tersenyum yakin. Ia mengenal senyum itu, ia mengenal suara itu, tapi lupa siapa pemiliknya. Satu yang pasti, kalimat itu, kalimat yang akan terus menghantui Indri.
Gue yang akan bikin lo jatuh cinta, Indri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Story 3 | When Indri Falling in Love
Teen FictionCinta itu indah, cinta itu bahagia. Tapi apa jadinya kalau cinta membuat hubungan Kakak adik yang erat putus begitu saja? Akankah cinta itu tetap terlihat indah? Bisakah rasa cinta membunuh hubungan darah? Atau sebaliknya, bisakah hubungan darah men...