Part 8 : When Indri Lost

139 9 0
                                    

Sejak saat itu Inka tak pernah mau memberi Indri kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Dia selalu memilih menghindari kakaknya itu. Inka juga memilih pergi ke sekolah bareng temannya daripada bersama Indri. Kedua orangtua mereka menyadari adanya permasalahan di antara mereka, tapi mereka memilih tidak ikut campur.

Kejadian seperti ini memang sering terjadi di antara kakak beradik yang hanya memiliki jarak umur yang begitu dekat. Pertengkaran karena lawan jenis, meski hanya sebuah kesalahpahaman.

Tidak hanya dijauhi adiknya di rumah, disekolah pun Zian ikut menghindarinya. Dia selalu memutar arah bila tidak sengaja berpapasan dengan Indri atau pura-pura tak melihat gadis itu. indri hanya bisa menghela napasnya dengan lelah.

Ujian Seni mereka juga telah berlalu dengan kaku karena mereka memilih diam satu sama lain. Indri ikut bercerita pada sahabatnya, tapi mereka pun tak bisa memberi jalan keluar untuk masalahnya.

Setiap pulang sekolah, Indri memilih berdiam diri di kamarnya. Seperti sore ini, dia memilih merenung di balkon kamarnya. Segumpal kertas yang dilempar ke arahnya menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

“Jangan bengong, nanti kesambet, lho.” Tirta sudah berdiri di balkonnya sambil tersenyum lebar. Indri hanya diam tak berniat membalas senyumnya.

“Inka masih belum mau ngomong, ya?” tanyanya lagi. Tirta juga tau tentang masalah pertengkarannya dengan Inka. Indri hanya mengangguk malas.

“Ya udah, sabar aja. Nanti dia pasti bakal baik lagi, kok.”

“Sampai kapan, Ta?” akhirnya gadis itu menyaut. Tirta hanya menggaruk kepalanya bingung. Setelah itu hanya keheningan yang ada di antara mereka.

Pagi beranjak dengan cepat. Hari ini tepat seminggu setelah pembagian rapot. Kehebohan terjadi di rumah Indri. Gadis itu tidak ditemukan dalam kamarnya. Dia hanya menuliskan surat untuk kedua orangtuanya agar tidak perlu merasa Khawatir dengan kepergiannya.

Tirta yang mendapat kabar tentang kepergian Indri hanya bisa menggeleng tak percaya. Ia tak tahu kalau Indri sampai sefrustasi itu menghadapi masalahnya.

Cowok itu mencoba mencarinya di tempat yang biasa gadis itu kunjungi, ke rumah sahabatnya, dan beberapa teman lamanya, tapi tetap tak bisa menemukan gadis itu.

Saat ia mengunjungi restoran tantenya, akhirnya ia bisa menemui gadis itu lagi.

“Indri?” panggilnya tak yakin. Gadis itu menoleh. Tirta memeluk gadis itu dengan rasa lega.

“Lo apaan sih, kayak anak kecil tau gak pake acara kabur kayak gini. Lo gak kasian sama orangtua lo apa?”

Indri menghela napasnya. “Gue capek, Ta. Kalau lo berantem sama temen lo, rasanya paling biasa aja, Ta. Beda rasanya kalau berantem sama adek sendiri. Gue emang sering berantem sama adek gue, tapi lo tau lah, cuma berantem sesaat. Sekarang kasusnya beda, Ta, dia benci banget sama gue.”

“Gue cuma mau keluar sebentar aja kok dari rumah itu. Sebelum liburan berakhir, gue pasti akan balik lagi,” lanjutnya kemudian.

“Terus lo sekarang tinggal di mana?” tanya Tirta.

“Di rumah Dea.”

Tirta mengernyitkan dahinya. “Rumah Dea? Tapi waktu gue ke rumahnya nanyain lo, dia bilang lo gak pernah ke sana.”

Indri tersenyum sebentar. “Emang bener kan? Gue gak pernah ke sana, tapi gue tinggal di sana. Gue yang minta dia buat gak kasih tau siapa pun soal keberadaan gue, termasuk ke ketiga sahabat gue yang lain.” Tirta hanya bisa menatapnya dalam diam.

“Ta, jangan bilang siapa pun ya kalau gue ada di sini dan tinggal di rumah Dea? Cuma untuk sementara waktu kok.”

Tirta menimbang-nimbang sesaat sebelum mengangguk. “Oke, asal gue boleh nemuin lo setiap hari di sini.”

Indri menatapnya bingung. “Mau ngapain lo ketemu gue setiap hari?”

Tirta mengangkat bahunya tak acuh. “Abis kalau lo kabur, gue gak punya temen ngobrol lagi di rumah,” ucapnya santai.

Indri tertawa mendengar kejujurannya. “Ya udah, gue gak enak nih malah ngobrol di sini sama lo. Gue kerja lagi, ya? Besok kalau lo mau ke sini, pas jam makan siang aja, supaya gue gak perlu ninggalin kerjaan gue.”

“Oke. Ya udah, gue pulang, deh. Lo mau gue antar pulang nanti ke rumah Dea?” tanya Tirta kemudian.

“Gak usah lah, Ta. Gue bisa jalan kaki, kok,” tolak Indri. Tirta mengangguk lalu pergi meninggalkan gadis itu yang mulai kembali berkutat dengan kerjaannya sebagai waitress.

Sweet Story 3 | When Indri Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang