O1, Matahari Diantara Mendung

10 3 0
                                    



━━━━━━━━ ⸙ ━━━━━━━━

S I N A R S U R Y A

━━━━━━━━ ⸙ ━━━━━━━━

"Hujan, mataharinya hilang"

Hari ini hujan turun, tidak sesuai ekspetasiku dimana sore akan berlabuh cerah. Aku tidak membawa payung, tidak punya ongkos pula. Memang hari hujan yang terburuk, kenapa ya orang menyukai hujan?

Peduli setan dengan orang-orang penggalau penikmat hujan, sekarang bagaimana bisa pulang?

"PAYUNG SIAPA ADA PAYUNG LEBIH GUE PINJEM"

Oh, itu Risdan, anak kelas dan tetanggaku. Dia yang berteriak, aku yang malu. Sekarang di koridor sedang ramai ramainya, dia berteriak seperti orang gila! Tapi Risdan adalah teman yang cukup dekat denganku, dia teman masa kecilku, dia baik tapi mengesalkan. Tipe teman yang kamu butuhkan dikala kelas sepi.

"NYOH!" Teriak laki-laki lain didepan Risdan- Oh itu kak Gefa! Dia memberikan payung pada Risdan, payungnya besar, untuk dua orang muat! Ah aku akan menumpang saja pada Risdan, toh rumah kami berdekatan.

"Risdan, solid! gua bareng sama lu!" Aku berteriak sambil menghampiri Risdan diantara kerumunuan orang ini, malu, tapi keburu Risdan pergi.

"Anjir, sokap lu!"
"Anjing"bisikku pelan pada Risdan, maaf ya aku kasar, memang Risdan sialan!

Aku mendusel saja, memaksakan badanku dibawah payung kelabu milik kak Gefa. Serba kelabu.

"Hahaha udah kaya pacaran kalian!" teriak seorang yang kuyakini sebagai teman antar kelas Risdan, aku? Dengan Risdan? Sampai mati pun aku tidak mau! Tidak sudi! Bau! Jelek!

"NAJIS IYUH" Teriak ku dan Risdan bersamaan. Aku menengok ke arah suara tadi, penasaran dengan orang yang berteriak seenaknya, berharap dia tak ditutupi orang berlalu lalang.

"Hahaha kalem bos!"

pangeran, dia PANGERAN!

Senyumannya manis sekali, berlesung, sampai aku ingin menangis:(

Bajunya tidak rapi, tapi masih bisa ditolerir, atribut nya lengkap kecuali dasi, rambutnya berantakan, tapi masih rapi, matanya yang kalau tersenyum menyipit itu, dan aura miliknya yang ceria, tidak berbohong, berada di sebelahnya rasanya ada matahari saking terangnya dia.

aduh, tampanny—

tes tes tes

Air hujan? Bukannya aku menggunakan paying ya?

Ah Risdan! Dia menggeser payungnya sehingga air hujan dari payung menetes ke bahu ku, memang setan

"Ngelamun, gue tinggal, kehujanan bodo amat lu" Risdan menyalangkan matanya ke arahku, jika kalian melihatnya, kalian akan merasa seperti ingin membunuhnya.

"Iya, bacot"

Langitnya gelap, hujannya deras, jalanan becek. Wangi petrikor ini enak sekali. Poin plus dari hujan cuma petrikor. Dan yah, mungkin adegan romantis di drama drama yang insyaallah terjadi padaku.

Diam, tidak ada percakapan antara aku dan Risdan, uh aku benci keadaan canggung.

Aku memegang kepala risdan tiba tiba, sedikit menjinjit. Risdan agak terkejut, dia berhenti.

"Ngapain lu?"
"Hem ada kebodohan disini"
"Anjing lu, kwkwkw"

Hahaha, dia tertawa. Harusnya dia kesal ya? tapi dia malah tertawa. Kembali diam, kenapa sih Risdan ini, biasanya dia berisik. Aku tidak melakukan salah apapun padanya, dia yang banyak salah pada ku.

Tapi, pria tadi itu siapa ya?

"dan-" Dia tidak menengok padaku, dia mendehemi pertanyaanku.

"Tadi itu namanya siapa? Yang tadi, bukan kak Gefa." Tanyaku cepat, mengharap balasan cepat.

"hm? Oh dia ma si Surya"

Surya? Pantas, menerangi duniaku.


"Surya ya Surya, Surya, Surya, Surya!"
—Sinar Arum Wijaya.










Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sinar SuryaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang