Chapter III
•••
Hari Minggu yang di nanti-nanti telah tiba, hari yang biasanya di manfaatkan untuk relaksasi oleh orang-orang yang terlarut dalam kesibukan pekerjaan. Adapun yang menghabiskan hari, sekedar berlibur bersama anggota keluarga. Dan yang terpenting, hari Minggu merupakan hari pendeketan untuk sebagian orang. Seperti Bryan, yang masih bingung menentukan baju sejak tiga jam yang lalu.
"Gw pake kemeja aja ya? gak! itu terlalu pasaran! Okay.. hoodies aja. Gak! Indonesia sepanas ini nanti gw dikira gak waras. Yaudahlah, pake kaos aja. Tapi terlalu simple huhuhuuu. Gw harus pake baju apaaaaaaa???"
Bryan yang putus asa akhirnya duduk di samping tumpukan baju yang berserakan di atas kasur nya.
"Sekarang gw bisa bersimpati sama para kaum hawa yang kalo siap-siap lama banget. Wanita memang tangguh!"
Setelah berpikir lama, Bryan menemukan solusi.
"Masalah ini bisa diselesaikan hanya dengan satu solusi! yaitu melibatkan WANITA!!"
Bryan berdiri di hadapan kaca dan bergaya layak nya detective. Ia kemudian mengambil handphone- nya untuk menghubungi seseorang.
"Halo?"
"Kecil kan suaramu. Aku butuh bantuan untuk memecahkan sebuah masalah!"
"Ha?"
"Dan jangan sampai dia tahu akan hal ini! cepat lah kemari!"
"Kayak nya aku harus telpon om sama tante. Tanda-tanda mulai gila."
"Tungg-!"
"Bye."Bryan tak menyerah, Ia terus menghubungi orang itu. Dan usaha nya membuahkan hasil.
"Bosen hidup?"
"Esna pleaseeee! dateng ke rumah kakak sekarang juga! Ini bener-bener darurat!"
"Kenapa?"
"Jangan banyak tanya. Cepet sini."
"Kenapa?"
"Pokok nya dateng aja!"
"Kena-"
"Kakak Bakal traktir kamu nasi goreng warung mpok inyong."
"Okay. otewe."Tak sampai 5 menit, Esna sudah berada di depan pintu rumah Bryan. Rumah keluarga Padantya dan Veryanto bersebelahan, jadi tak heran jika Esna datang secepat kilat setelah di sogok dengan nasi goreng mpok inyong.
"HALO HALO BUKAIN PINTU HALOOO!"
Bryan yang mendengar teriakan Esna, segera keluar untuk membukakan pintu.
"Diamana-mana orang normal tuh mencet bel. Malah teriak-teriak kayak lagi di hutan rimba. cih!"
Esna hanya berdiri dan mencoba mencerna situasi. 5 detik.. 10 detik.. 15 detik.. dan akhirnya ia kembali sadar.
"Dasar pedofil."
Wajah Esna mulai memerah melihat pemandangan di hadapan nya. Melihat reaksi Esna, Bryan kemudian sadar. Ia baru saja menyambut Esna hanya dengan handuk yang melingkar di pinggang nya.
"G-gak! Jangan salah paham.Kakak bukan orang yang kayak gitu! Sumpah! Kakak mau pake baju dulu! Kamu duduk aja di sofa!"
Bryan kemudian lari menuju kamar nya, Esna pun masuk lalu duduk di sofa.
•••
Bryan saat ini duduk bersebrangan dengan Esna. Bryan tak berani menatap Esna, bernafas saja dia merasa nyawa nya terancam. Ia berharap Esna tidak berubah menjadi macan dan menyerang nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Blossom
Teen FictionKisah tentang kehidupan kakak-beradik dengan satu sahabat terdekat mereka.