BAB 3

20.3K 1K 19
                                    

Viona menatap langit-langit kamarnya dengan air mata yang membasahi pipinya. Wanita itu kecewa pada Nathan. Sangat kecewa.

Bagaimana mungkin Nathan menganggap kehamilannya adalah sebuah lelucon. Dan, bisa-bisanya lelaki itu lebih memilih terbang ke London daripada dirinya yang tengah mengandung anak laki-laki itu.

Jika saja keadaannya tidak seperti ini. Viona akan dengan rela melepaskan kepergian Nathan ke London. Toh, itu juga demi masa depan mereka.

Tetapi sekarang keadaannya berbeda. Di dalam perut Viona ada janin milik Nathan yang tengah bertumbuh.

Setelah pertemuannya dengan Nathan tadi. Viona langsung pulang. Memasuki kamar tanpa mengucapkan apapun pada Lisa yang ada di ruang tamu.

Menangis sesenggukan sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan dengan anak yang ada dikandungannya. Yang jelas, Viona tidak akan pernah mau menggugurkan kandungannya. Sekalipun itu Ayah yang selalu dihormatinya yang meminta.

Tiba-tiba tangis Viona terhenti ketika sebuah tekad membara dalam benaknya. Dia tidak akan pernah memberi tahu pada Nathan soal anak ini jika dia kembali nanti, tidak akan pernah.

Viona tidak akan pernah sudi jika ia akan mempertemukan anaknya kelak dengan laki-laki itu jika dia kembali. Tidak akan pernah.

Karena terlalu lelah menangis. Tidak terasa Viona sudah terlelap ke dunia mimpi. Dunia di mana semua ini tidak pernah terjadi dan sayangnya itu hanya sesaat.

•••

"Sayang, kamu tidak ikut makan?" terdengar suara pintu kamarnya diketuk dari luar dan terdengar suara Lisa.

"Iya, Mom, sebentar lagi aku turun," Viona menyahut ucapan Lisa dengan berteriak karena ia tengah berada di kamar mandi.

Tidak terdenger balasan dari Lisa. Mungkin Mommynya itu sudah kembali turun ke ruang makan.

Viona memandangi wajahnya di cermin kamar mandi. Mata sembab, hidung merah, rambut acak-acak, bekas aliran air mata masih terlihat di pipinya. Betapa mengerikannya wajahnya. Viona bahkan tidak percaya jika sosok mengerikan di cermin itu adalah dirinya.

Langsung saja Viona menghidupkan kran dan membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari kran tersebut.

Dia tidak boleh terlihat mengerikan di depan keluarganya. Mereka pasti akan bertanya-tanya ada apa dengan wajahnya. Dan kenapa sampai seperti itu.

Setelah berhasil membasuh wajahnya. Viona menoleh lagi ke arah cermin. Wanita itu menghela napas pelan karena wajahnya sudah terlihat lebih baik.

Setelah beberapa saat berkutat di kamar mandi. Langsung saja Viona turun ke bawah menuju ruang makan setelah berpakaian. Perutnya sudah keroncongan minta diisi.

"Pagi Mom, Dad, Bang Dev," sapa Viona sambil menciumi pipi mereka satu per satu.

"Pagi sayang," Lisa dan Ken membalas sapaan Viona bersamaan.

"Pagi sweetheart," balas Devan dengan senyuman manis.

Viona bergidik mendengar sapaan balasan dari kakak laki-lakinya itu, "Ewh... Bisakah, kau ubah panggilanmu itu, Bang. Aku geli mendengar panggilanmu."

Viona memang tidak pernah suka dipanggil dengan panggilan seperti itu dan sejenisnya. Ia lebih suka dipanggil Sayang atau Vio saja.

"Kenapa? Suka-suka aku mau panggil kamu dengan panggilan apapun,"ucap Devan dengan wajah jahil.

Membuat Viona yang sensitif karena hamil menjadi emosi. "Bang Dev, tahu 'kan, jika aku benci dengan panggilanmu itu," ucapnya dengan geram sembari mendengus kesal.

My Baby TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang