Sepasang manik mata coklat menatap bulir-bulir air yang turun dari langit dengan deras. Saking derasnya, pemandangan di sekitarpun menjadi tidak terlihat. Suhu menjadi sangat dingin, sampai-sampai disetiap hembusan nafasnya mengeluarkan asap putih.
Bahunya merosot ke bawah karena akhir-akhir ini hanya pemandangan sang hujan yang selalu ia temui, dan juga awan kelabu yang seolah enggan pergi dari langit. Padahal, ia ingin melihat sang senja yang selalu menyapanya kala menjelang malam. Tetapi, kali ini dia harus menelan keinginannya bulat-bulat karena nyatanya hujan tak kunjung berhenti.
Kedua tangannya meremas kuat pagar pembatas balkon kamarnya. Melampiaskan kekesalannya pada benda keras yang terasa dingin itu. Manik mata coklatnya menatap tanpa minat pemandangan di sekitarnya yang mulai basah digenangi air hujan. Angin dingin pun berhembus mengacak-acak rambutnya yang juga berwarna coklat.
'Kenapa dunia ini terasa sangat suram?' pikirnya, lelah.
Melihat hujan yang semakin deras, dan diiringi petir yang mulai menyambar disertai gemuruh yang mulai terdengar, pemuda itu memilih untuk masuk ke kamarnya. Melangkah gontai memasuki ruangan yang di dominasi oleh warna kuning dan orange khas dirinya, menutup pintu balkon sekaligus tirainya untuk menutupi pemandangan hujan yang memuakkan.
Baru saja dirinya akan membaringkan diri di atas kasurnya yang empuk, sebuah teriakan keras berhasil menghentikkan gerakannya.
"Kakak!"
Dengan kesal pemuda tersebut mengalihkan pandangannya ke arah ambang pintu, melihat dirinya versi kecil sedang menyengir lebar sembari mengacungkan sebuah buku cerita. Melihat itu, dia langsung menghembuskan nafas kasar. Tentunya dia tahu betul apa yang diinginkan adik bungsunya itu.
Pasrah. Diapun memilih mendudukkan dirinya di pinggir kasur, mengisyaratkan kepada adik bungsunya untuk mendekat. Sepertinya ritual tidurnya harus ditunda terlebih dulu jika dia tidak ingin mendengar raung tangis adiknya yang dapat merusak gendang telinga.
Bocah kecil berusia tujuh tahun tersebut berlari ke arahnya dengan bersemangat. Mendudukkan diri tepat di sampingnya seraya memberikan buku cerita yang dibawanya ke tangan sang kakak. Meminta dibacakan, tentunya.
Baru saja pemuda berusia tujuh belas tahun tersebut membuka buku dan bersiap membacakan cerita, sebuah ketukan di pintu berhasil mengalihkan perhatiannya. Kepala coklatnya berputar ke arah pintu untuk mengetahui siapa yang datang. Dan tampaklah sosok adik perempuannya yang kini berusia sebelas tahun berdiri di sana, dengan wajah cemberutnya yang tidak enak dilihat.
"Kau kenapa?" tanyanya, sedangkan adik bungsunya hanya memandang kedua kakaknya secara bergantian.
Gadis berperawakan mungil tersebut berjalan tergesa menghampiri kedua saudaranya, memposisikan dirinya duduk tepat di samping sang kakak yang kini menatapnya dengan bingung. Jadilah, pemuda berusia tujuh belas tahun yang memiliki rambut berwarna coklat itu duduk diapit oleh kedua adiknya.
"Membosankan. Aku tidak tahu harus melakukan apa" katanya, memberitahu hal yang membuatnya cemberut.
Kedua saudara laki-lakinya hanya ber-Oh ria sambil mengangguk-anggukan kepala. Mereka tidak tahu bagaimana cara menghadapi seorang perempuan yang sedang dilanda rasa bosan, jadi mereka hanya menanggapi seadanya.
"Itu apa? Buku cerita?" tunjuk sang gadis ke arah buku yang berada di pangkuan kakaknya.
"Iya, aku baru saja akan membacakannya untuk bocah yang ada di sampingku ini" manik mata coklatnya melirik sang adik bungsu yang sedang memainkan jari-jarinya dengan polos.
"Kalau begitu cepat bacakan! Aku juga ingin mendengarnya" perintah sang gadis, lalu memperbaiki posisi duduknya, mencari posisi yang nyaman untuk mendengarkan dongeng sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Spirit Of The Moon
FantasiaSemua orang mengira dunia akan kembali damai setelah Warlock, sang Raja Kegelapan berhasil dikalahkan. Namun ternyata, semua itu hanya angan-angan yang tak pernah terwujud. Nyatanya, dunia kembali berada dalam bahaya. Kutukan menyebar dimana-mana...