11

3K 113 2
                                    

Setelah mengantar Vania, Nathan langsung membaringkan tubuhnya dikasur.

"Nathan." panggil seseorang yang ada dibalik pintu kamar Nathan.
"Masuk, pa." perintah Nathan sedikit berteriak.

Orang yang memanggil Nathan dari balik pintu tersebut adalah Sandy, papa Nathan.

"Ada apa, Pa?" tanya Nathan mengubah posisinya yang tidur menjadi menyender dipapan kasurnya.

"Papa mau sedikit cerita." tuturnya.

Nathan memperhatikan papanya seolah-olah murid yang memperhatikan gurunya yang sedang mengajar
.
"Cerita apa, Pa?"

"Vania."

"Kenapa sama Vania?" tanya Nathan dengan dahi berkerut.

"Menurut papa, dia baik, asik juga. Pinter, lembut, sama penyayang." terang Sandy.

Nathan hanya bisa tersenyum manis mendengar penjelasan Sandy tentang Vania. Ia bersyukur bahwa papanya bisa merestui hubungannya dengan Vania.

Nathan sangat bangga bisa memiliki papa sebaik dan sepengertian Sandy.

"Semua yang menurut papa emang bener. Vania memang baik, pintar juga. Dia lembut sama semua orang, dan juga dia pinter masak. Pokoknya Vania idaman banget deh." tambah Nathan.

"Kamu bersyukur punya dia Nathan." tutur Sandy. Nathan tersenyum menunduk.

"Dia juga berbeda dengan Sandra." lanjutnya. Membuat Nathan cepat-cepat mengangkat kepalanya.

"Kenapa papa jadi sangkutin Sandra?"

"Papa hanya takut kamu belum bisa moveon dari dia, Nathan." khawatir Sandy.

"Papa tenang aja. Aku udah moveon kok pa, ya walaupun lama dan akhirnya aku ketemu Vania." ucap Nathan santai.

"Maaf papa jadi bahas Sandra didepan kamu."

"Nggak papa kok, pa. Santai aja." Nathan tersenyum.

*
*
*

Sehari sebelum Ujian Nasional

Nathan Point of View

Besok udah Ujian Nasional. Iya, UN. Hari dimana seluruh kelas 12 melakukan perang, perang sama soal-soal maksudnya, bukan perang kayak di film dencendants of the sun.

Sehari ini gue nggak berurusan sama Vania sama sekali. Karena kita masih fokus sama ujian masing-masing.
Ya berurusan sih, cuman makan bareng dikantin atau nggak belajar bareng dikelas, itupun bareng temen-temen juga.

Tapi hubungan kita tetep baik-baik aja kok. Ini memang komitmen kita untuk harus fokus dulu sama ujian masing-masing.

Sepulang sekolah hari ini gue nganterin Vania seperti hari hari biasanya gue nganterin dia. Dia juga masih seperti biasa yang perhatian sama gue, sebenernya sama semua orang.

"Nggak kerasa ya besok udah Ujian." ujar Vania ke gue. Gue hanya mangut-mangut.

"Iya, padahal seinget aku pengumumannya masih kemaren-kemaren." timpal gue.

"Kamu nggak papa kan semisal kita nggak komunikasi dulu selama UN berjalan?"

Deg!

Jantung gue langsung detak kenceng. Gue memandang wajah manis Vania. Lalu berkedip beberapa kali, dengan perasaan tegang tentunya.

Gue bingung. Apa gue bisa jauh jauh dari Vania? Apa gue bisa sehari, bahkan sedetik nggak tahu kabar Vania? Apa gue bisa nggak deket-deket dulu sama Vania selama UN berlangsung?

Nathan dan Vania[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang