Bab 8

10.1K 599 10
                                    

"Ohh jadi dia murid kamu. Kirai siapa, hahah … bikin takut saja," ujar Dara lalu tersenyum, lega. Anugrah hanya mengangguk.

Pandangannya beralih ke Cahaya. "Kamu cari buku apa Cahaya?"

"Hah?" Cahaya terkesiap saat Anugrah bertanya kepadanya. "Ng, maaf pak, Bapak nanya saya?"

"Iya Cahaya. Emang siapalah lagi? Emang ada lagi Cahaya selain kamu?" Cahaya hanya menggeleng kepalanya. "Kamu cari buku apa?" Anugrah bertanya lagi.

"Cahaya cari buku pelajaran pak, sekalian tadi tetangga nitip beli buku chicken soup. Tapi, bukunya uda gak ada lagi. Stok terakhir tadi, diambil mbak ini," beritahu Cahaya. Anugrah melirik buku yang dimaksud Cahaya, yang sudah berada digenggaman tangan Dara.

"Ouh seperti itu,"

Cahaya mengangguk. "Iya Pak, oh yah. Saya permisi dulu yah Pak. Mari mbak, pak," Cahaya pamit kepada Anugrah dan Dara sopan. Yang diangguki oleh Anugrah dan Dara.

"Dar?" panggil Anugrah, setelah Cahaya hilang dari pandangannya.

"Hah, ya?"

"Sudah nemu bukunya'kan? Ada lagi yang mau di cari?" tanya Anugrah sambil melirik jam tangannya.

"Oh iya, aku mau cari buku resep masakan. Aku mau belajar masak supaya jadi istri idaman," dengan mata berbinar Dara memberitahukan Anugrah.

"Ya udah ayoklah. Nanti kelamaan gak enak sama Papamu!" ajak Anugrah. Tanpa keduanya sadari, diam-diam ada seseorang yang memerhatikan keduanya. Cahaya menatap dua insan yang jalan beriringan. Memilih-milih buku dengan diselingi canda tawa.

Cahaya memegang dadanya. Kok sakit di bagian ini yah? Pikir Cahaya. Sesak sekali rasanya melihat orang yang dikasihi akrab dengan orang lain. Tanpa sadar cairan bening menetes jatuh dari pelupuk matanya.

"Apa-apaan ini? Kenapa sampai begini?" Cahaya bertanya kepada diri sendirinya sambil buru-buru menghapus air matanya. Dadanya sungguh sesak, tidak sanggup lama-lama melihat Anugrah bersama wanita lain. Ia pun buru-buru melangkah ke arah kasir, sedangkan Anugrah dan Dara masih sibuk memilih buku resep masakan.

Setelah membayar buku yang ia beli, Cahaya melangkah dengan lemas keluar dari toko buku itu, ia sempat melirik lagi Anugrah yang tengah asyik memilih buku. Wajah Anugrah dihiasi dengan senyumannya yang memesona membuat Cahaya semakin sedih.

Senyum dan tawa itu bukanlah untukku. Batin Cahaya saat dia melihat Anugrah sedang bercanda dengan Dara. Tak tahan lagi, ia pun segera mendorong pintu toko dan melangkahkan kakinya keluar dari toko, rasanya ingin cepat-cepat pulang ke kost-annya. Ia ingin meluapkan rasa sakit hatinya di kamar kost-annya. Dengan menangis.

Cahaya mengambil ponsel dari tasnya. Ia meminta tolong kepada Talita untuk menjemput dirinya.

"Assalamualaikum, ta,"

"Waalaikumsalam, Ay,"

"Ta,  ta tolong jemput gue ... " pintanya dengan suara bergetar menahan tangis. "Please!" Cahaya memohon.

"Lu dimana? Biar cus gue ke sana,"

"Di toko buku, dekat kosan. Gue gak sanggup jalan. Kaki gue, tiba-tiba lemes,"

"Hah? Kenapa?" Talita kaget.

"Nanti gue ceritai. Please jemput gue sekarang!"

"Oke! Tunggui gue!"

Klik. Talita mematikan panggilan dari Cahaya. Cahaya segera menyimpan kembali ponselnya di dalam tas dan gerimis pun turun, membasahi bumi.

Cahaya menatap langit hitam yang sudah menurunkan kandungannya. Gerimis beserta angin kencang, membuat Cahaya dirayapi hawa dingin. Cahaya memeluk tubuhnya sendiri, agar dirinya tidak kedinginan. Cahaya berdoa agar Talita segera datang menjemputnya.

Anugrah Cahaya Langit [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang