"Kau aneh! Aku tidak mau lagi berteman denganmu!".
Gadis kecil berambut ungu gelap itu menatap kepergian anak kecil seusianya dengan nanar. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Dia meremas ujung gaun birunya dengan sesak. Dadanya terasa dihimpit kuat-kuat hingga ia kesulitan bernafas.
Lagi-lagi ia ditinggalkan. Entah untuk yang keberapa kalinya. Dia sudah lelah menghitung.
Di tengah taman bermain yang lumayan luas itu, dia sendirian. Selalu sendiri. Bersama sang air mata, ia berjalan pelan pergi dari sana. Percuma saja, tidak ada yang mau berteman dengannya.
Semuanya pergi. Meninggalkannya seorang diri. Bahkan, disetiap langkahnya, orang-orang menatapnya dengan penuh kebencian. Tatapan yang seolah ingin membunuhnya. Tatapan yang seakan ingin meleyapkannya dari dunia ini.
"Nak, kau jangan dekat-dekat dengannya. Nanti kau bisa celaka"
"Kenapa dia harus ada disini?"
"Dasar anak terkutuk!"
"Aku tidak ingin berteman dengannya"
Manik mata hitamnya menatap nanar pada orang-orang yang memandangnya sedemikian rupa. Bersikap seolah dirinya adalah sebuah bencana yang harus disingkirkan. Seolah-olah dirinya adalah ancaman yang dapat membahayakan.
Karena tidak tahan lagi dengan segala macam makian dan sumpah serapah yang diucapkan semua orang padanya, dia berlari meninggalkan tempat itu. Kaki-kaki mungilnya melangkah tergopoh-gopoh dengan iringan air mata yang tak hentinya keluar.
Ada apa dengan semua orang?
Dia tidak ingin diperlakukan sebagai seorang penjahat. Lagipula dia tidak berniat menyakiti siapapun. Ia hanya ingin seorang teman. Teman yang dapat mengisi kesendiriannya selama ini.
Gadis berambut ungu tua tersebut memasuki gang sempit yang jarang dilalui karena jalanannya rusak serta berlubang. Tetapi kaki-kaki mungil gadis itu tetap berlari menyusurinya, membawa tubuh kecilnya ke sebuah pohon besar yang berada di ujung jalan. Pohon besar yang sulur-sulurnya menggantung memenuhi dahan-dahan. Membuatnya tampak menyeramkan.
Seolah tidak peduli pada penampilan si pohon, sang gadis terduduk lesu di depan pohon tersebut. Raungan kesakitan yang sedari tadi ditahannya pun kini ia keluarkan. Gadis itu menangis sejadi-jadinya disana. Meluapkan semua rasa sakitnya di depan si pohon.
Terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Gadis berambut ungu tua itu menghentikan tangisnya dan menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang datang. Sekitar lima meter di belakangnya, tampak seorang gadis kecil seumurannya berdiri dengan tampang datar menatapnya.
"Siapa kau?" tanya si gadis berwajah datar dengan nada suara yang tak kalah datar.
Sang gadis berambut ungu tua berbalik, hingga kini mereka berdua berdiri berhadapan. Ia mengusap air matanya dengan punggung tangan mungilnya. Lalu kembali menatap wajah datar di hadapannya.
"Carrion. Carrion Campanile"
Gadis berwajah datar itu mengulurkan sebuah liontin dengan bandul bintang berwarna silver kepada Carrion. Membuat Carrion menatapnya dengan bingung, tidak mengerti kenapa gadis itu malah mengulurkan sebuah liontin padanya.
Seolah mengerti dengan kebingungan Carrion, sang gadis berwajah datar mengisyaratkan agar Carrion mengambilnya. Meskipun masih bingung, tangan mungil Carrion meraih liontin tersebut dari tangan si gadis berwajah datar.
"Namaku Zinnia"
Carrion mengulas senyum lebar sembari menatap Zinnia dan liontin berbandul bintang di tangannya secara bergantian. Merasa senang karena rupanya gadis berwajah datar yang bernama Zinnia itu mau berkenalan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Spirit Of The Moon
FantasiSemua orang mengira dunia akan kembali damai setelah Warlock, sang Raja Kegelapan berhasil dikalahkan. Namun ternyata, semua itu hanya angan-angan yang tak pernah terwujud. Nyatanya, dunia kembali berada dalam bahaya. Kutukan menyebar dimana-mana...