SeMen-18 : Terungkap

128 5 0
                                    

"Eh, sorry gue ganggu, " ucap Mentari menekan kata 'sorry'.  Keduanya sama-sama terkejut dengan suara dari arah belakang, terutama Samudera dengan wajah bersalahnya ia menatap Mentari.

Airin yang tadi berada dipelukan Samudera pun terkejut, air mata yang tadi keluar pun sudah mengering. Mentari langsung pergi dari hadapan keduanya dan bergegas untuk membereskan peralatan serta laptop yang tadi digunakan.

Tasnya sudah berada dipunggungnya. Ia melangkah keluar tapi seseorang mencekal tangannya membuat Mentari terhenti. "Maaf, "

Samudera yang mencekal gadis itu. Wajahnya tampak bersalah karena kejadian barusan. "Hah, emang apa yang terjadi? " tanya Mentari polos dan itu membuat Samudera membenci dirinya sendiri. Sudah jelas tadi Mentari melihat dirinya dan Airin berpelukan.

"Udah, gue mau pulang. " lanjutnya melepaskan cekalan tangan Samudera dan pergi dari hadapannya. Kini Mentari telah hilang dari pandangannya. Samudera meremas rambutnya sendiri, dirinya kesal dengan semua yang tadi terjadi.

Sedangkan Mentari mencoba untuk menahan tangisannya. Huh, kemana Mentari yang jutek dan tidak memperdulikan lingkungan? Hanya satu pelukan saja masa harus menangis.

Dengan langkah yang tidak tentu arah gadis itu berjalan, pandangannya kosong. "Mentari, " panggil seseorang dari arah belakang. Langsung saja ia memutar balik tubuhnya dan mendapati seseorang yang sedang duduk diatas motor.

Seseorang yang baru beberapa jam ia temui. "Langit? " tanya Mentari bingung. Cowok itu hanya tersenyum lalu turun dari motornya.

"Hai, sendiri? " Langit bertanya dengan senyum manis yang mengembang dibibirnya. Mentari mengangguk lalu menunduk menatap sepatu yang ia kenakan.

Langit mengernyitkan dahinya ketika Mentari terus menunduk setaunya, Mentari itu orang yang tidak mau menunduk karena apapun. "Kenapa? "

Mentari yang diberi pertanyaan seperti itu mendongakkan wajahnya, iris matanya bertemu dengan iris mata Langit. Cowok itu mirip seseorang namun Mentari tidak ingat orang itu siapa.

"Nggak papa, lo baru pulang? Rumah lo deket sini? " tanya Mentari mengubah topik.

"Hah, nggak kok. Nggak sengaja lewat sini terus ketemu lo, " jawabnya dengan cengiran khas yang mengingatkan dirinya dengan cowok itu, Samudera.

Mentari menggelengkan kepalanya, mengusir bayangan Samudera dari pikirannya. Lalu menatap Langit, "lo mau nemenin gue? "

"Kemana? "

"Ke tempat dimana nggak ada orang yang tau."

***

"Sorry, gue jadi buat lo dan Mentari marahan. " ucap Airin dengan wajah yang sangat bersalah. Samudera menghela nafas kasarnya. Yang ada dipikirannya hanya satu yaitu Mentari.

"Nggak papa, nanti gue minta maaf lagi. " jeda, "Kenapa lo bisa suka Mentari? " tanyanya ragu mengingat gadis yang ada dihadapannya itu sedang tidak baik untuk saat ini.

Airin terkekeh kemudian menjawab pertanyaan dari Samudera. "Mungkin gue trauma, " senyum kecil tersungging dibibirnya. Membuat Samudera bingung sendiri.

"Trauma? "

"Iya, gue benci cowok karena dia kasar. Gue nggak suka cowok karena dia ngebuat gue terluka, contohnya ayah gue yang selalu mukul ibu gue didepan mata gue sendiri. " matanya kosong saat berucap kalimat itu.

Samudera mengelus punggung tangan Airin agar tenang. Ya, Samudera sudah tau rahasia Airin. Cowok itu sempat shock dengan pernyataan Airin namun ketika mendengar penjelasan gadis itu dirinya mengerti sekarang.

"Maaf, karena gue suka sama pacar lo, " Airin menunduk. Tangannya masih dielus oleh Samudera. Satu air mata turun mengalir dipipi putih sedikit kemerahan itu.

Samudra tersenyum menenangkan lalu berkata, "Apa gue bisa bantu lo, agar lo suka cowok lagi? "Tanya Samudera, ragu.

Airin mendongakkan wajahnya. Menatap iris Samudera yang tenang, kini ia tau kalau Mentari menyukai Samudera karena pembawaannya yang tenang.

"Serius? "

Samudera mengangguk sebagai jawaban. Airin tersenyum manis, sore itu menjadi kebahagiaan sesaat untuk Airin karena cowok tengil, Samudera.

Tak ada yang tau kedepannya. Waktu berjalan sangat lambat, ia mematikan setiap detiknya. Kini Samudera membantu Airin, tapi esok siapa tau bahwa ada badai besar datang menimpa hubungannya dengan Mentari.

Kita tidak bisa memprediksikan sesuatu, kejadian atau hal apapun. Jadi gunakan waktu sebaik-baiknya, jangan memprediksikan sesuatu. Kadang prediksi dan realita berbeda.

"Hmm, kita mulainya dari... Lo membuka diri lo pelan-pelan. Jika lo takut, lo bisa ke seseorang yang menurut lo dia adalah orang yang cocok untuk lo berbagi apapun. " jelas Samudera yang hanya diangguki oleh Airin.

Airin menatap Samudera, "tapi kalau gue nggak nyaman dengan orang itu. Apa bisa gue berbagi sama lo? " tanya Airin pelan sekaligus ragu dengan kalimat yang diucapkannya.

Samudera terkekeh pelan, ia menatap Airin seakan yang didepannya adalah Mentari. Ya, hanya gadis itu yang sekarang ada di fikirannya. "Boleh, "

***

Hello guys, maaf dengan typonya atau alur yang menurut kalian maksud.

Happy reading...

SeMen CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang