Ketika kalian mulai membuka hati kalian untuk mencintai seseorang.
Maka disitulah kalian harus mempersiapkan hati kalian untuk tersakitiSetidaknya itulah yang ku alami. Berani jatuh cinta berarti kita harus berani sakit hati juga karenanya. Bukankah begitu?
Dan saat hati kalian mulai tersakiti, disitulah kalian membuat tameng untuk hati kalian sendiri.
.
.
.
Namaku Vanya. Aku seorang remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan seperti kalian. Dan aku tumbuh sewajarnya anak usia enam belas tahun lainnya. Tak ada yang spesial.
"Hai Va." Sapa seorang gadis yang notabenenya adalah teman sebangkuku. Namanya Cika, jika ada yang menyebut "Ci", sedetik kemudian dia pasti menoleh. Pernah suatu saat ada seseorang yang bersin, lalu Cika menoleh dan bingung siapa yang telah memanggil dirinya.
"Hai Ci, tumben udah datang? Padahal ini kan baru jam enam lebih sepuluh menit." Ya, aku heran karena tak biasanya dia tiba di kelas sepagi ini. Biasanya ia datang sekitar lima menit sebelum bel di bunyikan.
Cika menampakkan cengiran khasnya.
"Ehehe, tadi aku bangunnya kepagian."
"Mana ada bangun kepagian." Cerocosku sambil berlalu melewati tubuhnya yang lebih kecil dariku.
"Eh, mau kemana?"
"Mau ke ruang guru. Aku belum ngumpulin tugas pak Dono kemarin."
Dia hanya meng-oh-kan bibirnya sambil mengangguk paham.
"Mau ikut?" Tawarku. Dan dia menggelengkan kepala.
"Mager."
Aku berjalan menuruni tangga untuk sampai di ruang guru. Ruangan itu masih sangat sepi. Hanya ada satu-dua guru saja yang sudah datang. Baguslah, aku bisa meletakkan tugasku dengan tenang.
Setelah mengumpulkan tugas itu, aku tiba-tiba ingin buang air kecil. Dan berlarilah aku ke kamar mandi. Saat tiba di kamar mandi, aku langsung masuk ke salah satu bilik dan menuntaskan masalahku disana.
"Ah~" Desahku lega setelah buang air kecil.
Saat aku membuka pintu, tiba-tiba seorang pria berdiri di depanku. Otomatis aku menjerit histeris karenanya. Tapi tak lama kemudian dia membungkam mulutku.
"Sstt! Kamu ngapain sih disini?" Ucap pria itu. Aku mengenali suaranya. Dia adalah Kevin, murid kelas sebelah. Dengan kasar aku membuka bungkaman tangan kevin di mulutku.
"Heh, harusnya aku yang bilang begitu." Ujarku ketus. Lalu Kevin menarik tanganku. Membawaku keluar dari kamar mandi. Lantas dia menunjuk sesuatu yang nampak asing bagiku.
"Lihat? Ini toilet pria." Ucap Kevin geram.
Aku menganga. Bodoh. Bodoh. Kenapa aku bisa salah masuk toilet.
"Lain kali hati-hati. Untung aja yang ada di dalam tadi aku. Kalau misalnya ada cowok mesum gimana? Bahaya tau."
Malu. Aku malu level 7. Mukaku memerah. Tapi aku tak boleh terlihat malu. Aku menyerangnya balik.
"Memangnya kau bukan salah satu dari cowok mesum itu ya?" Ujarku sambil menyilangkan tangan di dada.
"Yaah, terkadang."
Lalu dia menyeretku menjauh dari toilet, menuju kelas kami yang bersebelahan.
"Ekhm.. Batuk nih kaya nya." Ujar Cika sesaat setelah dia melihatku berjalan berdua dengan Kevin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why You?
Teen FictionKetika kalian mulai membuka hati kalian untuk mencintai seseorang. Maka disitulah kalian harus mempersiapkan hati kalian untuk tersakiti Setidaknya itulah yang ku alami. Berani jatuh cinta berarti kita harus berani sakit hati juga karenanya. Bukanka...