" 'Penyesalan datang di akhir' kata orang-orang. Aku kira itu hanya sebuah pepatah tua, hingga akhirnya kini, aku merasakannya terhadapmu.
Hidup dengan penyesalan dan rindu yang menyesakkan. " -Aleta Diandra.--360 Origami--
Bandung, 2 Juni 2017
Sendirian.
Aleta duduk termangu. Menatap sendu lilin yang masih menyala di atas sebuah kue ulang tahun di meja tanpa berniat meniupnya. Api itu bergoyang, diterpa embusan angin malam yang terasa menusuk kulit. Tapi Aleta tak peduli. Kepada hembus angin yang dingin maupun lilin yang masih menyala yang belum ia tiup di hari ulang tahunnya yang ke-23 ini.
Angin malam kembali berhembus pelan menelusup melalui jendela yang terbuka di ruang tengah itu. Dan perlahan, lilin itu mati tanpa sempat ditiup. Namun Aleta masih tak peduli. Memandang kosong asap dari api yang telah padam.
Gorden jendela sedikit tersingkap, menampilkan suasana luar yang sunyi di tengah malam. Hanya suara khas jangkrik dan bunyi dentingan jam yang menemani kesendirian Aleta di malam ulang tahunnya. Sunyi, senyap, gelap ... kesepian. Aleta melewati itu sendirian. Tanpa teman.
Gadis itu terpaku di kursinya. Duduk diam membisu seakan waktu telah berhenti atau mungkin telah pergi meninggalkannya. Aleta menutup matanya perlahan, merasakan bulir hangat mengalir melintasi pipi mulusnya. Ia menyerah, mengakui dengan pedih bahwa ia adalah wanita lemah nan rapuh. Selama ini, mungkin ia selalu membagi senyumnya kepada orang-orang di luar sana, menunjukan binar mata teguh yang sebenarnya telah rapuh sejak kepergian seseorang dari ruang lingkup hidupnya. Tapi malam ini, ia ingin meluruhkan topeng itu dan menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Karena hanya disaat ia sendirian, ia mampu melepaskan semuanya. Meluapkan semua emosi yang terpendam dan menampakkan dirinya yang amat rapuh.
Aleta bukan seseorang yang kuat. Aleta hanya seorang wanita yang rapuh yang kehilangan kepingan hatinya bersama dengan raga seseorang yang pergi jauh meninggalkannya enam tahun lalu. Seseorang yang tak akan pernah bisa ia sentuh, ia gapai, ia peluk, ia tatap dan ia lihat lagi selama sisa umurnya. Semua kesempatan itu telah berlalu pergi, tanpa sempat Aleta menyadari seberapa pentingnya itu. Tanpa sempat Aleta menggapainya kembali. Dan kini, kerap kali ia merasa sesak karena penyesalan.
Rintik-rintik air berjatuhan di balik jendela. Suara deras air hujan yang menenangkan itu menyapa pendengarannya, membuat matanya terbuka perlahan.
Hujan.
Pandangan Aleta beralih memandang ke luar jendela. Sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas, meski hanya sesenti, ia tersenyum. Untuk yang pertama kalinya malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
360 ORIGAMI
Teen FictionSelama ini Aleta tidak pernah tahu jika Bara menyayanginya lebih dari sekedar sahabat. Aleta hanya tahu bahwa yang menjadi sahabatnya sedari kecil itu adalah cowok super cuek yang tidak ingin repot-repot memikirkan tentang sebuah rasa bernama cinta...