Part 26

103 9 1
                                    


Wajah Ikeda Aoi menjadi pucat melihat kedatangan Akiane dan ibunya. Begitupun dengan Okada Hiraku. Mia yang sedari tadi hanya menjadi pendengar, kini mendekati Matsumoto. Dia membisikan sesuatu. Matsumoto mengangguk, dan tak lama Mia keluar dari bangsal. Kini tinggal Ikeda Aoi, istrinya, Arina, Matsumoto, Akiane beserta ibunya. Suasana masih hening. Akiane belum juga membuka mulutnya.

"Ne, Akiane-san!" panggil Arina kesal.

Akiane mengangkat wajahnya. Sayang sekali matanya pertama kali mendapati sosok Ikeda Aoi, lalu beralih ke Ikeda Eri. Kini mata Akiane berkaca-kaca.

Arina memutarkan bola mata. "Ya Tuhan, kenapa nangis? Ayo katakan yang sebenarnya!" pinta Arina. Kesabaran Arina sudah mau habis.

Ikeda Eri melangkah ragu mendekati Akiane. Suaminya merasa cemas. Ikeda Aoi ingin menghentikan langkah istrinya, namun dia tidak bisa. Mengangkat kepalanya saja sakit.

"Maaf, Akiane-san tahu siapa yang mencelakai suami saya?" tanya Ikeda Eri sopan.

Akiane bungkam. Dia tidak berani mengangkat wajahnya.

"Anda istrinya Ikeda-kun?" Okada Hiraku mengeluarkan suaranya.

"Iya. Saya istri Ikeda Aoi. Salam kenal!" Ikeda Eri memberikan salam kepada Okada Hiraku.

"Hai! Hai! Sudah habis kesabaran saya. Mengungkapkan ini saja harus banyak drama," ucap Arina dengan nada meninggi.

"Arina-san!" tegur Matsumoto.

Arina memutar bola mataya lagi. Tampaknya dia benar-benar kesal.

Matsumoto mendekati Akiane. Dia bicara dengan lembutnya. "Akiane-chan, kau tahu siapa yang mencelakai Ikeda Aoi?"

Akiane menatap wajah Matsumoto. Dari matanya terpancar ketakutan.

"Tidak apa-apa, katakan saja! Saya akan membantu," lanjut Matsumto.

Okada Hiraku menggengam tangan anaknya. Berharap kehangatan ibunya bisa menenangkan Akiane.

"Baiklah," Akiane kini benar-benar mengangkat wajahnya. Ditatap seluruh orang yang ada di bangsal itu. Paling lama menatap Ikeda Eri. Akiane memajukan satu langkah ke arah Ikeda Eri. "Gomen, ne. Saya harus ceritakan ini. Saya lelah menyimpan ini semua," mata Ikeda Eri sudah mulai berkaca-kaca.

"Akiane, jangan!" pinta Ikeda Aoi dengan memohon.

"Kau bisa diam, Aoi-kun? Wanita ini harus tahu," Akiane berhenti sejenak, mengatur napasnya, "jauh sebelum kau menikah dengan Aoi-kun, aku hampir menikah dengannya. Tapi hari bahagia itu tidak saya alami sama sekali. Tiba-tiba Aoi bilang lewat telepon bahwa pernikahan kami tidak bisa dilanjuti."

Matsumoto mematikan rekamannya. Ini tidak ada hubungannya dengan Kyoko.

"Saya tahu, kalian baru saja menikah. Saya berusaha mengikhlaskan semua. Tapi sore itu, tiba-tiba Aoi-kun mengirim pesan bahwa dia ingin bertemu. Kau tahu Eri-san? Pesan itu membuat saya bahagia. Saya ingin bertemu dengannya meskipun terakhir kali." Akiane kembali mengatur napas.

Ikeda Eri pun mulai berkaca-kaca. Dia tidak menyangka.

"Saya kira pertemuan itu membuat Aoi-kun ingin mengatakan penyesalan karena sudah meninggalkan saya. Ternyata dia malah meminta saya untuk menjauhinya. Saat itu saya marah dan kecewa. Saya memeluknya lama. Aoi-kun berusaha melepaskan pelukan saya tapi saya berusaha tidak mau melepaskannya. Meskipun terlepas dan baju saya robek," Akiane menyeringai, "saya sengaja menambah sobekan itu biar terkesan Aoi-kun melakukan pemerkosaan dan menikahi saya."

"Akiane-chan!" Okada Hiraku menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. Dia tidak menyangka anaknya berani berbuat seperti itu.

Matsumoto kembali teringat foto yang dipegang Akiane beberapa hari lalu. Foto itu memang foto Ikeda Aoi sewaktu kuliah. Namun pada saat itu Matsumoto sudah mencurigai ada sesuatu dibalik foto itu. "Jadi selama ini Akiane-chan hanya pura-pura stres?" tanya Matsumoto.

Akiane mengangguk pelan. Saat saya ingin memeluknya lagi, tiba-tiba seseorang memukul kepala Aoi-kun dengan kayu. Saya takut dan lemas melihat dia pingsan. Untung ada dia ...," Akiane menunjuk ke arah Arina, "dia yang menghentikan orang itu ketika akan memukul Aoi-kun lagi. Orang itu pergi begitu cepat." Akiane menarik napas panjang. Rasanya sesak.

"Siapa orang itu?" tanya Ikeda Eri dengan wajah sembab.

Akiane terdiam. Dia tidak tahu nama orang itu. Dia hanya ingat wajahnya saja.

"Matsumoto-sensei!" seru Mia dari pintu. Di belakangnya masuk seorang lelaki dengan jas dokternya. Semua mata di bangsal itu mengarah padanya.

"Dia orangnya!" lanjut Akiane dengan tunjukkan tepat ke arah Yamato.

Matsumoto, Mia, Ikeda Eri dan Ikeda Aoi membulatkan matanya. Dia tidak percaya dengan kenyataan sebenarnya.

Matsumoto maju selangkah. "Yamato-sensei, benar Anda yang mencelakai Ikeda-sensei?"

------

Musik : A Different Person — Teshima Aoi

Kawan, untuk minggu depan author libur dulu ya. Ada urusan yang menguras pikiran. Terima kasih buat kesetiaannya pada cerita Dua Kepribadian.

Jangan lupa vote dan komen, ya ^_^

Salam hangat,

Author


Another MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang