Jess duduk, sendiri, di bangku taman. Sendiri, di tengah keramaian. Kini, senyumnya hilang entah kemana. Apa yang Ia takutkan selama ini, benar-benar terjadi.
Dari balkon sekolah, Ben melihat Jess duduk. Melihat bagaimana senyum bahagianya berubah menjadi senyum penuh penderitaan. Hingga sekarang, Ben belum berhenti berfikir, tentang apa yang Ia lakukan kepada dua gadis yang tidak bersalah. Apakah keputusan yang Ia ambil ini benar? Atau hanya akan mengubah segalanya menjadi buruk?
Gilang datang menghampiri Jess yang duduk sendirian. "Hei, Jess," Sapa Gilang. Jess hanya tersenyum. Mungkin Jess memang tersenyum saat itu, tapi Gilang tahu bahwa dibalik senyum itu, ada air mata. "Masih mikirin Ben?"
"Ben?" Jess menggelengkan kepala.
"So? Lo masih sedih, kan? Karena Ben?" Tebak Gilang.
"Kagak," dusta Jess. "Gue agak pusing aja, kemarin di rumah sempet vertigo."
"Yah Jess, bukannya lo istirahat di rumah aja. Kalo sakit, gausah sekolah dulu."
"Itu kan waktu malem, sekarang gue ga kenapa-napa."
"Yakin?"
"Iya. Cuma gerah aja."
"Kalo gerah, rambutnya jangan digerai kayak gitu, dong."
"Males iket rambutnya,"
"Sama gue, ya?"
"Lo bisa?"
"Of course!" Gilang berdiri dibelakang Jess. Memainkan rambut Jess yang tergerai panjang.
"Diapain?" Tanya Jess penasaran.
"Udah, diem. Gausah banyak komentar." Gilang terus memainkan rambut Jess yang berwarna coklat gelap. "Selesai!"
"Dikepang?" Tanya Jess sambil meraba rambutnya. "Kok bisa?"
"Gue kan, punya adik cewe." Jawab Gilang.
"Oh, ya?"
"Iya. Gue sayang sama dia. Gue sayang sama nyokap gue. Mereka semua perempuan. Maka gue, tau bagimana seorang perempuan harus dihargai dan dihormati. Jadi, gue ga berani nyakitin mereka." Kata Gilang bijak.
"Gue kira, ga ada cowok yang bisa ngelakuin cewek dengan baik." Gumam Jess.
"Gue harap, gue bukan cowok yang kayak gitu." Ujar Gilang.
"Gue juga berharap, cowok seperti lo ga punah." Puji Jess. Gilang tersenyum. Gilang merasa, ini awal dari sebuah kebaikan. Gilang bertekad untuk tetap mengejar tujuannya, menghapus luka di hati Jess.
Sementara itu, Ben yang melihat tawa Jess dan Gilang dari atas balkon, merasa geram. Tapi kenapa? "Gue juga harus bisa lupain Jess."
"Lagi liatin Jess, ya?" Tanya Amanda tiba-tiba. Ben menggeleng. "Terus lagi ngapain?"
"Gue mau, lo turutin apa kata gue, ya?" Pinta Ben sambil menatap Amanda.
"Gue bakal usaha sebisa mungkin." Jawab Amanda.
"Itu baru cewe gue." Ben mencubit pipi Amanda. Hati Amanda terbang. Ia tak pernah menyangka Ben akan melakukan sesuatu yang bisa membuatnya begitu bahagia. Tapi, Amanda juga tidak berpikir lebih jauh. Mungkin saja Ben hanya menjadikan Amanda sebagai bahan pelarian. Tapi, Amanda tak pernah memikirkan, apakah Ben akan membuat Ia bahagia, atau hanya memanfaatkannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
Teen Fiction❲ ✓ ❳ Cinta itu palsu. Ekspektasi akan selalu ada, tapi realitanya tidaklah sama. Karena akhir cerita yang bahagia tidak terjadi di dunia kita. Jess kira, Ben adalah manusia terjahat yang pernah Ia temui. Namun siapa sangka, ternyata seseorang yang...