Masih berlanjut.
"Hai, My Day!" Aku menyapanya dengan penuh percaya diri. Ia pasti langsung tertegun saat mendengar kalimat sapaanku yang merupakan gabungan dari nama kami, 'My' dan 'Day'. Ia pasti akan terkejut karena aku bahkan sudah mengetahui namanya.
Namun, apa yang terjadi?
"Siapa My Day?"
Apa aku tidak salah dengar? Mengapa ia malah bertanya demikian?
"Siapa My Day?? Of course, My Day is us!" Aku masih menjawabnya dengan percaya diri. Mungkin ia hanya terlalu terkejut untuk menyadari apa maksud sapaan 'My Day' yang sebenarnya.
Namun, mengapa ia malah menatapku dengan wajah seperti itu?
"Dasar aneh!" Ucapnya sembari berlalu pergi begitu saja.
Aku termangu beberapa saat.
Kurasa aku juga tidak salah panggil orang. Dia sungguh My, penggemar rahasia yang memang seharusnya kutemui. Tapi, melihat sikapnya tadi, apa ia benar-benar penggemar rahasiaku? Mengapa ia bahkan seolah tak mengenaliku? Apa ia sedang berpura-pura atau apa? Atau jangan-jangan ia tidak mengerti bahasa Inggris? Atau aku yang salah menggunakan istilah bahasa Inggrisnya?
Bagaimanapun, aku harus mendapat penjelasan.
"MY!!!!!" Aku kembali menoleh ke arahnya dan berteriak sekencang mungkin untuk memanggilnya. Ia tengah berjalan menuju trotoar sekarang. Maka mau tidak mau aku harus menyusulnya.
Tapi, belum sempat aku melangkah...
Kriiiinggggg... krrriiiinggggg......!!!!!
Sebuah sepeda mendadak datang dan melaju dengan terburu-buru ke arah My. Dan astaga! Gadis itu bahkan tidak menyadari kalau ada sepeda di belakang yang hendak menabraknya!?
Kriiiinggggg... krrriiiinggggg......!!!!!
Sepeda itu melaju semakin cepat, semakin dekat pula. Dan My malah dengan santainya mengangkat telepon!??? Sungguh Tuhan apa yang harus kulakukan??? Kalaupun aku berlari juga tidak akan sampai karena jarakku dengan My masih terlalu jauh!
APA YANG HARUS KULAKUKAN???
Kriiiinggggg... krrriiiinggggg......!!!!!
Tidak sampai satu meter, dan My baru terbelalak menyadarinya.
"DON'T!!!!!!" Aku bahkan menjerit demi menyaksikan sepeda yang kini berhenti tepat di depan My. Benar, sepeda itu akhirnya berhenti. Tapi... apa yang terjadi?
Aku sempurna tertegun, sesaat setelah aku melihat My yang juga terdiam dengan posisi semula dan bahkan tak berkedip sekali pun.
Aku lantas menatap sekelilingku.
Semua juga diam. Motor-motor yang tadinya berlalu-lalang di jalan, para mahasiswa yang sedang berjalan kaki, juga detik yang seharusnya berdetak dalam arlojiku. Semua seolah terhenti dalam satu waktu.
Tidak hanya sepeda itu saja yang berhenti, namun semuanya.
"Ini... apa yang terjadi??? Apa aku sedang bermimpi? Apa aku sadar seratus persen sekarang???" Aku bertanya pada diriku sendiri, sembari mencubit keras-keras sebelah pipiku.
Masih terasa sakit. Aku jelas tidak bermimpi. Tapi... ada apa dengan ini semua?
Demi menyelamatkan kesadaranku, aku lantas berjalan menghampiri My yang masih diam dalam posisinya. Aku menatapnya lamat-lamat, kemudian menggoyang-goyangkan tubuhnya.
"My! My!!"
Dan ia tetap diam.
Lantas terpikir olehku untuk membawanya mundur sedikit ke tepian jalan. Aku tidak tahu apakah ini akan terus berlangsung seperti ini, ataukah hanya aku saja yang mengalaminya. Tapi setidaknya, sekarang My aman dari sepeda itu.
Aku lantas memejamkan mataku sejenak untuk menenangkan diriku. Mungkin saja semua ini hanya ilusi belaka.
"Kau lagi!?"
Dan aku kembali mendengar suara My dalam pikiranku.
"My..." Aku kemudian membukan mata, menatap My yang kini juga tengah menatapku dengan tatapan herannya.
"Heh, Mbak! Kalau jalan liat-liat dong! Untung situ nggak sempat ketabrak!" Si pengendara mengomel, lantas pergi begitu saja tanpa memperpanjang masalah.
Sedangkan aku masih termangu, ketika My diam-diam kembali menatapku.
"Kau..."
"Maaf, aku harus pergi." Ucapku sebelum kemudian memutuskan untuk pergi menjauh dari My. Di saat seperti ini, aku tidak akan bisa fokus juga untuk berkencan dengannya.
Pikiranku benar-benar kacau sekarang. Tadi itu.... sebenarnya apa? Mengapa semua mendadak berhenti, ah tidak... atau mungkin semua memang terhenti di saat aku menginginkan semuanya untuk berhenti? Tapi... itu tidak mungkin. Jelas sangat tidak mungkin.
Aku bahkan terus memikirkannya hingga sampai di teras studio. Aku lantas duduk termangu, sendirian.
Sebenarnya ada apa denganku?
"Kakak!?" Raino menyapa tidak lama kemudian.
"Sejak kapan kau di sini? Dan kenapa kau tidak masuk saja ke dalam? Ah, ngomong-ngomong... bagaimana kencanmu dengan penggemar rahasiamu? Kenapa cepat sekali selesainya??" Ia lanjut bertanya macam-macam.
Aku seketika menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Rain...."
Ia beralih menatapku dengan serius.
"What's wrong with me?" Lanjutku. Bibir dan tanganku bahkan sudah gemetar sejak tadi.
"Why, Day? Apa yang terjadi?" Ia lantas menatapku cemas, sembari memegang lenganku perlahan.
Dan kuceritakan seluruh kejadian anehku tadi padanya.
"Eih... mungkin itu hanya halusinasimu saja, Kakak. Tidak mungkin kau mendadak bisa menghentikan waktu."
"Benar kan??? Itu jelas tidak mungkin kan???" Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri, mencoba menanamkan perkataan Raino tadi ke dalam pikiranku.
Tapi, mau sedalam apapun kupikirkan, tetap saja. Aku benar-benar melakukannya. Aku benar-benar melihat semuanya berhenti tepat di depan mataku.
Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
One Second For A Moment (Day6 Fanfiction)
Fanfiction"Aku bisa melihat segala sesuatu yang tidak seharusnya kulihat." -Noha- "Jika kau berkata, semua terserah pada waktu, lantas cepat atau lambat waktu yang akan menjawab. Waktu yang semestinya mengendalikan, namun bagiku sebaliknya." -Day- "Denganku...