3

9.2K 308 7
                                    

Terkejut, itulah yang dirasa oleh Shakyra bahwa si penabrak itu adalah seorang dokter???.

Tapi ia tidak perduli mau dia seorang dokter atau apa, itu bukan urusan dia.

Ia hanya merasa aneh melihat pria di hadapannya itu. Terlebih lagi sekarang si dokter itu melihat ke arahnya. Sontak Shakyra mengalihkan pandangannya ke Tias yang sedang memainkan ponselnya.

Tak jarang Shakyra melirik kearah panggung memastikan dia tidak melihatnya.

Namun sekarang Ryan sedang duduk diantara guru-guru dan menatap lurus dirinya.

"Aduh, mampus gue" gumam Shakyra tapi sayang di dengar oleh Tias.

"Apaan ky?" tanya Tias yang masih setia menatap ponselnya.

"Engga"

"Ohhhhhh" seakan tak peduli Tias kembali fokus dengan benda pintar itu.

Tak lama kunjungan pun berakhir dan seketika aula riuh. Banyak murid berlalu-lalang kembali ke kelas masing-masing.

Shakyra tidak langsung ke kelasnya karena ia akan ke ruangan osis untuk membahas pentas tahunan. Maklum Shakyra ini wakil osis.

Ketika Shakyra sudah diambang pintu, ia melihat sorang pria tengah membelakanginya sehingga ia tidak bisa melihat orang tersebut.

"Maaf, cari siapa ya pak?" tanya Shakyra.

Si pria itu memutar tubuhnya menghadap Shakyra. Shakyra yang tengah tersenyum itu langsung pudar begitu saja ketika dia melihat seorang yang menabraknya tadi pagi.

Ryan menatap Shakyra dari atas sampai bawah, memastikan orang yang di carinya benar atau tidak.

"Kamu Shakyra kan??" tanya Ryan.

"I-iya saya Shakyra" jawab Shakyra dengan gugup.

Ia takut Ryan akan menagih pertanggung jawaban akibat kejadian tadi pagi. Mana tau dia merubah pikiran yang tadinya tidak apa-apa jadi apa-apa.

"SHAKYRAAAAA...."

Shakyra terkejut mendengar suara yang sangat ia kenali.

"Shakyra lo mah kebiasaan ninggalin gu-, eh ada orang lain ternyata" Tias tersenyum kikuk tatkala melihat Shakyra tidak sendirian.

"Saya butuh ngomong berdua sama kamu" seketika Shakyra menatap Ryan dan pandangan mereka menyatu. Namun Shakyra langsung memutuskan pandangan dan  menunduk. Ia bingung kenapa ia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan menunduk.

Disisi lain, Ryan yang sadar akan kehadiran Tias segera melirik ke arah gadis yang mematung itu sebagai tanda bahwa ia ingin berdua dengan Shakyra.

"Ehm, Ky gue ke kelas ya. Pr gue belom kelar, hehehe" Tias langsung mengambil langkah seribu meninggalkan Shakyra yang memanggil dirinya berkali-kali.

"Woyyyy...., Titin jangan ninggalin gue" teriak Shakyra.

"Ekhmm" tubuh Shakyra menegang, ia lupa bahwa Ryan masih ada di dekatnya.

"Boleh kita bicara berdua" ujar Ryan dengan senyuman manisnya.

***

Mobil yang ditumpangi Shakyra berhenti di sebuah cafe. Shakyra kini duduk gelisah antara ikut turun bersama Ryan atau diam di dalam mobil.

Takut??, sudah jelas terlihat di wajah Shakyra. Imajinasi liarnya kini memenuhi kepalanya.

Bagaimana kalau dirinya di tarik paksa oleh dokter gila itu, lalu di kurung dalam ruangan rahasia di dalam cafe. Setelah itu akan terjadi pertengkaran mulut dan kesabaran Ryan menipis yang merubah dirinya menjadi dokter psikopat.

Keringat membanjiri kening Shakyra. Hanya membayangkannya saja sudah membuatnya bergidik.

Suara ketukan di luar mobil membuat Shakyra terlonjak. Ia menoleh mendapati Ryan yang bersidekap seolah dia menunggunya keluar.

Shakyra membuka kaca mobil dengan takut-takut.

"Kamu mau terus di dalam atau ikut bersamaku??" dan benar saja. Shakyra mau tidak mau keluar mobil dan tentu saja dengan menundukkan kepalanya.

"Ayo" ucap Ryan sembari menggandeng tangan Shakyra.

Jantung Shakyra berdetak cepat.
Bukan-bukan, ini bukan detak yang menandakan dirinya menyukai pria tersebut. Ini detak ketakutan, takut dirinya di lukai oleh pria ini.

Ketika masuk cafe. Aroma roti memenuhi indera penciumannya. Aroma menenangkan bagi dirinya namun ketenangan itu bersifat sementara ketika suara berat mengalihkan perhatiannya.

"Hei" tegur Ryan seraya menjentikan jarinya di depan wajah Shakyra.

"Cepat pesan makananmu" tihta Ryan.

"Bukannya kita disini mau berbicara, kalau tidak ada keperluan saya permisi pak" baru saja Shakyra hendak berdiri namun tangannya dicekal Ryan.

"Kita makan dulu setelah itu baru kita bicara, dan satu lagi jangan panggil saya bapak" Ryan melepaskan cekalannya.

Cepat-cepat Shakyra menarik tangannya. Ia bingung, apa yang sebenarnya terjadi dengan Ryan ini. Di sekolah dia terlihat cuek dan dingin tapi sekarang dinginnya bertambah dua kali lipat. Dan lagi mengapa ia mau-maunya ikut Ryan tanpa tujuan yang berakhir ia harus duduk di bangku cafe dan tidak melakukan apa-apa. Demi apapun, Shakyra ini masih waras tapi kemana perginya kewarasaannya itu.

Tak lama acara makan pun telah selesai dan berganti dengan suasana mencekam bagi Shakyra.

Sekarang kegelisahannya berganti menjadi kemarahan. Sampai kapan ia harus terjebak dengan manusia es ini dan lagi Ryan sibuk sendiri dengan ponselnya.

Kesabarannya telah habis. Shakyra bangkit dan langsung berjalan ke arah pintu keluar. Tak dipungkiri lagi, ia sangat membenci pria itu tapi ia baru saja bertemu dengan Ryan masa iya dia sudah membenci Ryan yang baru dikenalnya itu, ah masa bodo yang penting Shakyra sangat membenci Ryan si manusia es yang sudah jadi es balok. Bagaimana tidak, ia dibawa kesini tanpa persetujuan oleh orang tak di kenal dan sangat buang-buang waktu hanya untuk menunggunya makan?, Shakyra yakin si Ryan itu kebanyakan makan micin.

Baru sampai di depan pintu, Shakyra terkejut manakala tangannya ditarik seseorang dan tak lain adalah Ryan.

"Kenapa pergi?" aura yang Ryan keluarkan sangat menyeramkan. Shakyra berusaha melepaskan tangannya yang digenggam kuat sampai terlihat merah.

"Shhhh, bisa gak sih lepasin dulu tangannya, sakit nih"

Ryan diam hanya menarik Shakyra keluar cafe. Sesampainya di parkiran, Ryan melepaskan genggamannya. Shakyra meringis menahan sakit namun Shakyra dikejutkan saat Ryan memeluknya tiba-tiba.

"Apa-apaan nih, lepasin ga!!!!" teriak Shakyra.

Jantung Shakyra berdegup kencang, sekarang ia mulai merasa takut lagi.
Dekapan Ryan semakin erat namun tidak menyakiti Shakyra.
Shakyra merasakan ada hembusan napas di dekat telinganya.

"Maaf tadi saya narik tangan kamu" suara Ryan terdengar halus dan tulus namun Shakyra sudah bersiap-siap untuk menginjak kaki Ryan, suara halus itu terdengar lagi yang membuat Shakyra membulatkan matanya dengan sempurna.

"Kamu mau jadi pacar saya?"

____________________________________

Sorry for typo(s)

I Love You Pak DokterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang