Viola menatap sekolah barunya dengan tatapan tak bisa dijelaskan deengan tantenya yang berada disampingnya.
“ayo, ke ruang guru,” ajak tantenya yang menjadi guru disitu, Sarah.
Viola menolehkan kepalanya pelan kemudian anak perempuan itu mengangguk.
Viola beserta Sarah berjalan menyusuri koridor dengan diiringi beberapa tatapan dari para siswa-siswi disana.
“Bu Ani, ini Viola, keponakan saya dari Jerman,” ujar Sarah memperkenalkan Viola kepada kepala sekolah SMA Perdana School. Viola menganggukkan kepalanya sopan.
“oh, ini Viola, semoga kamu betah ya disini, anak-anaknya baik-baik kok,” ujar wanita yang menjabat sebagai kepala sekolah tersebut tersenyum melihat Viola dihadapannya.
Viola hanya tersenyum lalu menundukan kepalanya singkat.
Setelahnya, Viola diantarkan ke jelas barunya.Fokus Viola tidaklah mengarah kepada Sarah yang sedari tadi mengoceh mengenai spesifikasi sekolah karena fokus Viola mengarah kepada tiga anak laki-laki yang tengah berjalan dengan gelak rawa yang sesekali mengiringi langkah mereka.
Anak laki-laki itu terus Viola tatap sampai ketiganya hilang dari pandangan, karena mereka belok ke arah koridor menuju lantai 3.
“nah, ini kelas kamu, ayo masuk,”
Ketika Viola menginjakkan kakinya dikelas barunya, terlihat semua penghuni langsung mengarahkaan pandangannya ke arahnya."Hello everyone, I'm Viola,"
Ujarnya memperkenalkan diri lalu diakhiri senyum. Entah kenapa semua mata yang menatapnya ikut tersenyum seakan terhipnotis dengan senyum Viola yang terkesan anggun.“Viola, You can sit next to Meisya.”
Viola terseyum simpul kepada Sarah, lalu ia berjalan menuju Meisya.“hai, Meisya,” Ucap Meisya memperkenalkan dirinya.
Viola melebarkan senyumnya. “hai, Viola.”
Meisya tertawa kecil. “i know,” keduanya tertawa.Sudah 9 jam Viola menghabiskan waktunya disekolah pertamanya.
Dan baru saja bel tanda pulang telah berdering membuat para membuat para siswa siswi berteriak senang.Walaupun Viola dan tantenya berada dalam satu sekolah tetapi keduanya tidak pulang bersama karena Viola menggunakan supir untuk dirinya sendiri.
Meisya dan Viola berjalan menyusuri koridor menuju gerbang utama.
“kok, nggak bareng sama Bu Sarah? Emang gak satu rumah?” tanya Meisya.
"Satu sih,"
"Lah, terus? Kok nggak bareng?
Viola tersenyum simpul lalu menjawab “Ya, nggak apa-apa aku-“ belum sempat Viola menyelesaikan kalimatnya Meisya sudah lebih dulu memotongnya.
”eh! jangan pakai aku kamu dong, geli gue dengernya. biasa aja gitu panggilnya, lo, gue.”
“eh bentar, lo kalo di sana pakai bahasa apa indonesia apa inggris?”
Viola berdengung singkat. “random sih.”“Oh iya, btw kok lo lebih milih ke Indonesia sih udah enak ena 'kan juga di sana,”
Viola seketika dia mendengar ucapan Meisya untuk mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan.“eh Sya, orang itu kok ngeliatin lo terus ya?”
Mendengar itu Meisya menolehkan kepalanya ke arah pandangan Viola dan ternyata yang dikatakan Viola adalah supir jemputannya.Meisya terkekeh. “itu jemputan gue,”
Viola membulatkan mulutnya. “eh yaudah sana pulang,”
Meisya menggeleng. “Nanti aja udah gue nungguin lo nyampe dijemput.”
Viola terkejut. Ia sangat senang melihat perilaku Meisya kepadanya. Padahal mereka baru mengenal belum ada sehari, tapi Meisya sudah seperti mengenalnya selama bertahun-tahun.
“makasih ya, tapi nggak usah, gue nggak papa kok.”
“lo baru berapa hari diindo?” tanya Meisya.
“baru beberapa hari yang lalu.”
“nah, itu, ngeri gue lo kenapa-napa,”
Viola tertawa. “nggak papa kali, gue juga dulu, malah gue lahir diindo.”
“nggak nanya. Gue takut nanti lo nyasar.” Ujar Meisya.
Meisya ini adalah anak perempuan dengan kulit putih, cantik, dan pintar. terlihat sepanjang pekajaran perempuan ini sangat aktif dalam mengikuti pelajaran dan sikapnya yang terlihat dingin dari jauh, namun ternyata ia malah orang yang sangat perhatian.
Tinn tinn
Pandangan keduanya langaung terarahkan kepada mobil putih yang baru saja menekan klakson.
“itu?” tanya Meisya sembari menunjuk mobil tersebut.
Viola tersenyum lalu mengangguk. “iya,”
Meisya mangut-mangut. “yaudah, sana lo masuk duluan,”
Viola mengerutkan alisnya. “lo?”
“iye gue abis lo masuk,”
Viola menahan senyumnya. “makasih ya Sya, udah nungguin gue.”
Meisya mengangkat ibu jarinya laalu ia menyengir. “itu juga karena gue gabut dirumah,” ucapnya diakhiri tawa. Sehingga membuat Viola turut tertawa, setelah itu ia langsung berlari ke arah mobilny.
“kayak, baru liat gue, Sya,”
tiba-tiba dari belakang terdengar suara anak laki-laki. Sontak, Meisya menoleh. “iya, anak baru. Dari jerman. She is a nice girl.” ucap meisya seraya mengacungkan ibu jarinya.
“cantik sih,” ujar Aksa.
“banget ye,” balas Vero.
Sedangkan Bagas tidak menanggapi pembicaraan kedua sahabatnya dengan Meisya, ia sibuk mengetik sesuatu diponselnya.“gebet bisa nih, Ver.” Kata Aksa kepada Vero.
“jangan. enak aja, Bocah bae-bae tuh. Awas aja lo kalo digebet.” Sahut Meisya.
Tentu saja ia akan menolak keras mengenai ucapan Aksa. Ia tidak akan rela jika anak seperti Viola akan berhubungan dengan anak sejenis Aksa, Vero dan Bagas yang selalu bermalam di club.“yaudah dah, sini lo aja yang gue gebet.” Balas Aksa bercanda.
Padahal, banyak sekali anak perempuan yang sudah meminta untuk dijadikan pacar atau setidaknya gebetan. Tapi tetap saja baik Aksa, Vero maupun Bagas menolak keras, entah kenapa.
Jangankan untuk menjadikannya gebetan. Mereka bertiga saja sangat tertutup dengan perempuan.
Media: You- The Pretty Reckless
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Sorry, I Love you
Teen FictionForgive me for using you as my intermediary for revenge. But thanks without your knowledge, I'm stuck in that middleman, it's you, Viola. -Bagaskara Widjaya-