Bab 34.5

378 23 0
                                    

Bonjour!

jadi untuk beberapa bab kedepan, extra part ini akan jadi part khusus Hafizh+Aira! hehe, sebenernya author bikin extra part ini untuk ngeship HaRa *lol, karena jujur cerita romance-nya HaRa gak kalah menarik sama cerita romance-nya Haidar+Rafa sama Audi+Mira. semoga kalian setia membaca, memvote dan meng-comment update-an author! sekalian comment juga kira-kira nama couple yang cocok buat Haidar+Rafa sama Audi+Mira apa ya?

anyway, happy readings!

--------------


"kamu mau nikah sama saya gak?"

-

"Pak?" Aira melambaikan tangannya di depan wajah Hafizh yang sempat membeku beberapa detik. Hafizh segera kembali ke dunia nyata setelah Aira memanggil kembali kesadarannya.

"eh iya sorry sorry, gimana?" tanya Hafizh balik.

"tadi kan Bapak bilang ada yang mau Bapak omongin, apa ya Pak? Terkait penelitian ini?" tanya Aira. Hafizh menghela napas, sedikit lega. Ternyata tadi hanya bayangannya saja. Ia hampir mengutuk dirinya sendiri karena beraninya mengatakan hal itu pada asistennya yang baru dikenalnya belum lama ini. Ditambah lagi, asistennya ini adalah mahasiswanya sendiri.

"oh itu, iya... anu... saya mau tanya, perihal perkembangan topik kita ini berdasarkan sumber-sumber yang kamu baca, di era sekarang. Karena saya agak takut jadi tidak relevan dengan kondisi eksisting kita sekarang" ujar Hafizh berusaha mengontrol percakapan.

Aira mengangguk lalu mulai menjelaskan. Hafizh berusaha keras memahami perkataan Aira, bahkan jauh lebih berusaha daripada saat ia mendengarkan penjelasan dosennya saat mengkritik disertasinya. Otak dan hatinya sedang tak satu frekuensi, otaknya hendak mencerna penjelasan Aira, namun hatinya tak kuasa untuk berhenti mengagumi kecantikan gadis polos itu.

"jadi gitu Pak, kalo menurut saya pribadi sih, masih memungkinkan apabila sebelumnya kita juga menyesuaikan topik Bapak dengan kondisi sekarang, terlebih saya lihat topik ini masih fleksibel. Tapi itu kembali lagi dengan keinginan dan kebutuhan Bapak sendiri juga" jelas Aira. Hafizh mengangguk saja, tak mau berkomentar pada penjelasan Aira yang hanya ia serap sebagian, bisa-bisa ia membuat kebodohan fatal didepan Aira.

-

Sudah sebulan semenjak penelitian ini berlangsung, topiknya sudah berkembang dan sudah memunculkan suatu judul penelitian yang bahkan Hafizh hampir tak memiliki andil dalam penentuan kata-kata dalam judul penelitiannya tersebut, semuanya Aira yang melakukan. Meskipun memang Hafizh melakukan pengawasan dan pengarahan pada Aira. Terkadang dalam benak Aira, ia merasa seperti sedang bimbingan tugas akhir, namun untuk tingkat yang lebih tinggi, mengingat topik yang dibawakan pun lumayan berat.

Keduanya sedang sibuk menyortir data-data yang telah berhasil dikumpulkan. Dari data-data tersebut, Hafizh ingin agar penelitiannya ini memang benar adanya, dan bukan sebuah topik yang diada-ada. Data-data yang dikumpulkan oleh usaha keras Aira ini tak ingin disia-siakan oleh Hafizh.

"Ra, ini berkas yang bagian ini kan yang udah beres diinput, sisanya kamu yang beresin. Nanti tolong dipisahin antara yang relevan dan yang tidak" seru Hafizh.

"berkasnya udah semua saya input kok Pak, dan itu juga udah disusun berdasarkan relevansinya. Saya sebenernya sok ngide aja nih Pak, hehe, maafin, tapi saya pake metode statistik untuk liat relevansinya" ujar Aira yang langsung menunjukkan data-data di laptopnya yang sudah tersusun rapi.

"kamu inisiatif banget ya orangnya, belum saya minta udah dikerjain" puji Hafizh.

"saya terbiasa gitu Pak. Bapak kan tahu, di rumah saya, saya anak paling besar, adik-adik saya ada 3 masih kecil-kecil, yang satu baru masuk SMA, yang satu masih SD kelas 6 dan yang satu SD kelas 2. Jadi ya saya harus berusaha untuk selangkah lebih maju, supaya saya ada waktu luang lebih banyak untuk ngurus adik-adik saya nanti, dan bantu nenek saya ngurus rumah, plus biar saya bisa kerja lebih fokus" ujar Aira sambil kembali fokus mengutak-atik data di laptopnya, tanpa sadar bahwa Hafizh sedang memandang dirinya nanar.

Hafizh tahu betul bagaimana rasanya jadi anak pertama, punya adik banyak dan harus bertanggung jawab atas adik-adiknya. Tapi yang dijalani Aira jauh lebih sulit. Tanpa orang tua, dan tanpa kepastian akan masa depan mereka karena kesulitan ekonomi. Tapi entah bagaimana Aira tetap berhasil menaklukkan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

Seketika jantung Hafizh berdegup kencang lagi, ia semakin jatuh cinta pada gadis di depannya itu. Ia bahkan sudah bisa membayangkan bagaimana hidupnya bersama Aira, dan tak rela jika Aira akhirnya jatuh di pelukan pria lain. Hafizh mau tak mau harus melakukan langkah besar.

"Bapak juga kan tahu saya kuliah disini pake beasiswa, dan untungnya masih ada sisa-sisa sedikit uang dari beasiswa disini buat biayain sekolah adik-adik saya. Jadi saya juga giat ngelakuin hal kayak gini supaya bisa bantu adik-adik saya. saya gak mau bergantung pada nenek saya" Lanjut Aira, yang tak berapa lama langsung tersadarkan bahwa sedari tadi ia malah menceritakan dirinya. "eh maaf Pak, saya malah jadi curhat. Ini udah beres kok Pak datanya, tinggal Bapak liat lagi." ujar Aira yang langsung memukul bibirnya yang suka sekenanya bercerita hal tak penting pada dosennya itu. Lagipula ia hanya satu dari sekian banyak mahasiswa sang dosen, mana mungkin dosennya itu peduli padanya.

"kamu mau cerita tentang kamu seratus kali pun, saya dengerin kok" Hafizh kemudian duduk di hadapan Aira dan langsung menatapnya sambil tersenyum. Aira terkejut, sejak kapan Pak Hafizh jadi suka menatapnya dengan tatapan lembut begitu? Ah tidak, itu mungkin hanya bayangannya saja, jangan mentang-mentang diberlakukan baik sedikit oleh dosennya, ia dengan mudahnya menganggap ada sesuatu dibaliknya.

"maaf Pak saya tadi keceplosan aja itu. ya udah, kalau udah gak ada tugas lagi, saya mau pamit Pak, masih ada yang harus saya kerjain" ucap Aira gugup, ia buru-buru merapikan barangnya dengan gelagapan, lalu segera pergi pamit meninggalkan ruangan Hafizh. Namun sebelum ia berhasil meninggalkan ruangan itu, Hafizh meraih tangannya dan menarik Aira ke arah tubuh Hafizh, membuat Aira kini jatuh dalam pelukan sang dosen.

"kamu mau keceplosan seribu kali pun saya nggak marah, saya serius kok waktu bilang saya bakal dengerin kamu seratus kali" ucap Hafizh sambil mengelus lembut kepala Aira.

Saat itu juga, rasanya seluruh tubuh Aira berubah menjadi air. Rasanya ia sudah mencair dan tak bisa melakukan apa-apa. Otaknya sudah tak bisa berpikir jernih, terlalu cepat kejadiannya hingga otaknya tak mampu mencerna apa yang telah terjadi dalam sepersekian detik sebelumnya itu. Ia masih terdiam dalam pelukan Hafizh untuk beberapa waktu. Satu hal yang ia harap, jangan sampai dosennya itu menyadari bahwa jantungnya sudah berdetak tak karuan.

Di sisi lain, Hafizh perlu keberanian besar untuk melakukan hal ini. Hal pertama yang jadi pertimbangannya adalah, gadis didepannya itu adalah mahasiswanya, muridnya, yang jika terjadi kesalahpahaman diantara keduanya, bisa-bisa Hafizh kena pasal pelecehan seksual. Kedua, pun apabila Aira tak akan mengadukannya ke Komnas Perempuan, suasana diantara keduanya akan canggung kedepannya. Ketiga, apabila Aira benar-benar membeberkan hal ini ke publik, tidak hanya namanya yang tercoreng dan statusnya sebagai dosen pengajar disini akan dicabut, namun juga nama keluarganya akan tercoreng karena memiliki anggota keluarga yang cabul.

Tapi Hafizh berusaha meyakinkan dirinya bahwa melakukan hal ini tak apa, karena sebenarnya tujuan Hafizh yang utama adalah satu, meyakinkan Aira bahwa dia punya bahu sandaran untuk bercerita, bahwa beban yang selama belasan tahun ini ia pikul sendirian pun dapat ia turunkan sejenak untuk sekedar beristirahat, bahwa ia berhak untuk sekedar mendapat elusan di kepala dan mendengar kata "thank you for your good job, for this whole years".

Setelah 5 menit lamanya akhirnya Aira kembali ke kesadarannya, ia langsung melepas pelukan Hafizh dengan sedikit paksaan dan kemudian berlari keluar ruangan tanpa berkata apa-apa. Tidak ada yang ingin dilakukannya sekarang selain pergi ke taman tempat ia biasa beristirahat dan tidur disana, untuk waktu yang cukup lama, sebelum otaknya harus kembali bekerja memproses segala ketidakmungkinan yang tengah terjadi saat ini.

TBC


wow wow wow

gimanaaaa seru gaaa ceritanya HaRa ini??? hehe maap ribut sendiri

semoga suka yaa. jangan lupa vote+comment yaaa. author usahain tiap minggu update bab baru! makasih sudah baca, see you next part! :)

Married with Mr. Detective 2 : Mr. Detective'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang