11

180 17 0
                                    

"Eomma!" gadis kecil dengan rambut pendek ditempeli jepit pita di sebelah kiri , datang menghampiriku sambil membawa boneka kesayangannya.

"Appa datang." Dia menarik-narik baju ku.

"Appa?" dia mengangguk dan langsung berlari kedalam rumah.

Aku kembali menyiram tanaman di halaman belakang sampai akhirnya aku sadar ada seseorang menghampiriku.

"Hara, gomawo. Ku rasa bonekamu lapar dan butuh makanan .kkkk."

"Baiklah aku akan masuk ke dalam rumah."

Aku hanya tersenyum melihat mereka berdua yang semakin akrab. Padahal mereka baru bertemu dua bulan yang lalu. Aku berhasil bersembunyi selama lebih dari tiga tahun, sebelum akhirnya dia menemukanku.

"Aku pikir hari ini kau bekerja."

"Tidak hari ini kan minggu. Haha."

"Aku lupa. Haha. Kau tau mengurus rumah dan menjadi orang tua itu adalah hal yang sulit."

"Aku mengerti. Oh iya Woori."

"Hmm?"

"Kemarin, aku bertemu dengan Taekwoon."

Mendengar nama itu membuat dadaku seketika sesak.

"Dia- dia ingin bertemu denganmu."

"Entahlah, Hakyeon." Entah mengapa rasanya aku tidak ingin membicarakan ini dan rasanya aku sudah benar-benar ingin menghapus namanya dalam hidupku.

"Aku sudah cukup bahagia dengan hara. Lagipula bukankah dia juga sudah bahagia bersama Eunji? Bukankah mereka akan menikah beberapa bulan lalu?"

"Aniya. Taekwoon tidak datang di hari pernikahannya." Aku masih mencoba mencerna perkataan Hakyeon, apa maksudnya. "Ingatan tentang dirimu sebelum kecelakaan tiba-tiba saja kembali secara perlahan."

*deg

"Ta-pi menurut dokter bukankah itu mustahil? Lagi pula ini sudah bertahun-tahun."

"Tidak ada yang mustahil. Begitulah kenyataannya. Kau harus menemuinya."

"A-aniya. A-aku belum siap. Lagipula kehidupanku yang sekarang sudah baik bukan?" Aku merasakan bibirku yang mulai bergetar dan mataku yang terasa berat.

"kau mungkin berpikir ini sudah baik untukmu, tapi pikirkanlah Hara. Ia mendambakan sesosok Ayah, di tambah lagi dia-"

"Cukup Hakyeon." Aku memotong pembicaraannya.

"PARK WOORI SADARLAH!" Dia menaikan nada bicaranya dan berhasil membuatku tersentak.

"Dia, Jung Taekwoon adalah ayah Hara! Dia berhak bertemu dengan anaknya. Aku tau semua ini sulit untukmu, tapi Hara dia tidak berhak mendapat kesulitan ini. Apalagi hanya karena keegoisan dirimu. Tolong redamkan egoismu dan pikirkan Hara. Biarkan dia bertemu ayahnya, diluar urusan kau akan kembali bersama Taekwoon atau tidak."

Aku menarik napas dalam.

Semua ada benarnya. Mungkin aku tidak bisa berpikir jernih karena hal tentang Taekwoon terlalu tiba-tiba.

"Berikan aku waktu."

"Baiklah."

***

"Yaampun aku terlambat menjemput Hara." Aku berlari dari halte bis hingga ke tempat penitipan anak. Hari ini aku mendapat pekerjaan yang banyak hingga aku pulang terlambat. Beginilah, menjadi orang tua tunggal memang bukan hal yang mudah.

Saat tiba di tempat penitipan anak aku tidak melihat Hara di tempat bermain, lalu aku pergi ke kelas tapi tidak ada juga. Akhirnya aku memutuskan bertanya kepada orang yang biasa menjaganya.

"Dimana Hara?"

"Ah, baru saja dijemput."

"Dijemput?"

"Iya dijemput Ayahnya, wajahnya sangat mirip dengan Hara."

Tanpa berpikir banyak aku langsung berlari keluar dan berniat mencari Hara.

Ayahnya? Wajah yang mirip dengan Hara itu pasti..

"Hara!" Aku melihat Hara keluar dari toko roti bersama dengan seorang pria.

Seorang pria yang selama ini tak aku temui. Pria yang memang ayah kandung Hara dan pria tak pernah aku lupakan seberapa keras aku mencoba melupakannya.

"Jung-Taek-Woon.." Aku menghampiri keduanya dan entah mengapa bibirku terasa kelu dan tak bisa mengucapkan apapun.

"Eomma." Hara langsung memegang tangan ku sementara tangan satu lagi menggenggam tangan Taekwoon.

"Kau. Lama sekali menjemputnya." Kalimat itu yang pertama dia ucapkan, namun aku merasa membeku dan hanya bisa menatapnya. "Ah, maafkan aku begitu tiba-tiba. Oh ya, Hara sangat mirip denganku ya."

"Eomma~ kenapa tidak bilang kalau appa ku akan menjemput? Kau tau akhirnya temanku berhenti mengolok dan percaya kalau aku punya appa."

"Hara... Taekwoon" Pada awalnya aku hanya mampu mengucapkan kata kata itu. Entah senang sedih terkejut semuanya campur aduk. "Ayo kita pulang."

"Appa, aku ingin terbang."

"Baiklah, naik!" Taekwoon berlutut dan Hara naik ke pundaknya.

"Pesawat segera terbang. Yuhuuuu." Mereka berlari kecil dan melaju kencang meninggalkanku di belakang.

"Eomma kejar kami!"

"Tunggu!" aku berlari mengejar mereka yang sudah lebih dulu.

Akhirnya keluarga kecil kami menjadi utuh. Apa yang diharapkan dalam sebuah keluarga akhirnya bisa terwujud secara perlahan.

Sekarang aku percaya akan takdir. Seberapa sulit perjalanan dan rintangan yang kau lalui. Seberapa keras kau berpikir bahwa sesuatu akan mustahil. Percayalah bahwa jika kau berusaha dan jika itu takdirmu semuanya akan terjadi. Jangan khawatir.

Nae gyeote isseo jwo naega wiroga doelgeyo

Uri idaero sesangi meomchun deusi saranghae

Geudaeraseo gomawo - Jung Taekwoon

(Stay by my side, I'll comfort you

Let's love as if the world stopped like this

Thank you for being you)

END

Love Letter ✔ Leo Vixx FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang