Prologue

16 4 0
                                    

"Tolong aku, kumohon," pintaku sambil meronta kesakitan.

Aku berhasil. Iya, aku berhasil kabur dari sana. Tempat menyeramkan itu, orang-orang jahat itu. Aku takut.

Salah satu tanganku mencoba meraba dinding dan mengikutinya sambil terus melangkah. Nafasku memburu seiring mataku yang semakin gelap. Selama ini aku memang tidak ingin hidup, tapi bukan begini cara aku mati. Begitu memilukan dengan keadaan seperti ini. Aku sudah tidak peduli dengan penampilan. Entah bajuku yang beberapa bagian sudah disobek dan rambutku yang berantakan karena ulah pria brengsek tadi.

Aku sudah tidak tahan dengan rasa sakitnya.

Tap.. tap.. tap..

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Perlahan aku bisa melihat seseorang sedang berjalan berlawanan arah denganku. Aku refleks menghampirinya untuk meminta bantuan. Sayangnya, pandanganku yang buram dan gelap tidak bisa mengenalinya.

Pria dengan jas melekat di dirinya itu kemudian menghentikan langkahnya setelah aku muncul di hadapannya.

"Tolong," aku berusaha menatapnya dengan segala cara. Tak terasa beberapa air mata jatuh dan aku merasakan sekujur tubuhku berat. Spontan aku menggenggam erat salah satu lengan pria tersebut untuk menyeimbangkan diri. "Ugh, maaf—" aku segera melepaskan tanganku kembali dari lengannya.

"Tuan, wanita itu sangat kurang ajar. Biarkan aku menyingkirkannya," ucap seseorang yang sepertinya ada di belakang pria ini.

Tubuhku kian memanas. Sungguh, aku belum pernah merasakan ini.

"Biarkan saja, apa setelah ini masih ada pertemuan lagi?"

"Tentu, setelah ini kita akan menghadiri.. "

"Batalkan semua. Buat jadwal pertemuan yang baru besok."

"Tuan, apa kau yakin? Ini pertemuan dengan direktur perusahaan.. "

"Aku bilang batalkan ya batalkan. Apa kau tuli? Tinggalkan aku dengan wanita ini!"

Percakapan yang sangat bising. Kepalaku rasanya ingin jatuh dan harga diriku mungkin berakhir malam ini.

"Angkat kepalamu," ucap pria itu.

Aku mendongak dan melihat matanya yang samar-samar sepertinya menatapku balik.

"Kau sendiri yang datang padaku," ucapnya lagi. "Jangan menyesalinya."

"Panas, tolong—aku tidak tahan lagi," aku menggeleng seraya menggigit bibir bawah dan menahan rasa panas yang menyebar di sekujur tubuhku.

Ia lalu memapahku dan membawaku ke suatu tempat. Semacam kamar. Iya, aku ingat ini hotel. Tunggu, apa?

Tanpa basa-basi, aku merasa sesuatu mendorongku ke tempat empuk. Kata lainnya adalah—ranjang. Dalam sekejab aku terkapar seperti bintang laut.

"Apa yang—uhh," ia menciumku dengan lembut. Kenyal. Aroma mint tercium dari napasnya yang terasa hangat di wajahku.

Kedua tangannya saat ini berada di samping kepalaku. Menahan beban tubuhnya sendiri untuk berada di atasku.

"Bibirmu manis," gumamnya. Ia berhenti sejenak untuk menatapku sekali lagi. Aku sekilas dibuat bingung olehnya. Mungkin batinnya, aku memang sangat polos.

Salah satu tangannya memegang pipiku dan mengelap air mataku yang masih mengalir. Tangannya yang lainnya meremas dadaku dan memijatnya. "Uhh.. ahh"

"Kau berhutang padaku." Ia lalu melanjutkan gerakannya lebih liar.

Di satu sisi aku dalam keadaan setengah sadar. Di sisi yang lain aku hanya mampu mengikutinya karena aku sudah tidak kuat lari lagi untuk kabur.

Kedua tanganku mencoba untuk mendorongnya. Tapi, aku bahkan tak kuasa untuk mengeluarkan tenaga lagi.

"Jangan melawan. Kau sudah dijebak oleh seseorang. Dan dia memberimu obat perangsang."

Dia tahu..

"Bagaimana bisa kau.. hhh"

Ia mengecup bibirku sambil menyapu poniku ke samping. Bibirnya tidak berhenti terus mengecup dan semakin lama turun ke leher. Ia seperti menikmatinya.

"Tercium bau alkohol darimu. Dari itu aku bisa menyimpulkan, kau habis minum dengan orang yang telah memberikanmu obat di dalam minuman tersebut. Dasar bodoh," ia kembali melumat bibirku dengan lebih kasar. Lebih ganas dari sebelumnya. Lidahnya terus bermain di dalam mulutku. Berusaha mencari lidahku dan memainkannya.

"Ahh, jangan.. " aku menahan tangannya yang mulai turun ke area vagina ku.

Ia kemudian berhenti—lalu merobek pakaianku dan melemparnya entah kemana. Dengan cepat ia membuka jasnya dan melemparnya juga.

Tubuhku terasa semakin panas. Aku menggeliat seperti tersengat. Tapi, pandanganku membaik. Aku bisa melihatnya.

Pria itu, entah ia adalah orang yang baik karena telah menolongku atau justru licik karena meniduriku.

LoverlosseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang