4

56 10 1
                                    

“Mau makan apa?” ketus Ken pada Fika, karena memang dirinya bagian meneraktir Fika, sedangkan Ray meneraktir Hervin. Mendengar nada ketus seperti itu membuat Ray dan Hervin tertawa pelan.

Fika tersenyum sambil geleng-geleng melihat Ken yang masih kesal dan tak terima akan kekalahannya. “Gak usah kesal gitu dong, santai aja.” Fika menggoda Ken, yang membuat Ken semakin kesal.

“Cepat deh mau makan apa?”
“Santai dong, Ken, mukanya gak usah kesal gitu,” timpal Hervin yang duduk di samping Fika.

“Kamu juga mau pesan apa,Vin? Gak usah banyak-banyak, ya,” kata Ray dengan cengiran khasnya.

“Air mineral yang gak dingin satu dan yupi dua bungkus,” kata Fika yang membuat dahi Ken berkerut.

Ken menatap Fika heran, ia berkata, “Tumben banget gak pesan makan?” Fika tersenyum tipis, “kan emang jarang makan.”
Ken mengangguk-angguk, walau sebenarnya ia penasaran kenapa gadis itu jarang makan?, pikir Ken. Ia beranjak menuju kantin nomor 3 dan membelikan pesanaan Fika serta membeli makan untuk dirinya.

“Vin, pesan apa?” tanya Ray karena daritadi Hervin hanya diam dan sesekali melirik Fika.

“Eh, i-itu nasi goreng dan es kelapa,” jawab Hervin sedikit gugup.

“Oke, tunggu sebentar,” ujar  Ray.

Setelah kepergian Ray, Hervin pun menoleh pada Fika dan berkata, “Kenapa gak pesan makan, Fik?” Fika menoleh dan menggeleng, “males, lagian aku memang jarang makan kok.”

“Padahal gratis, Fik,” ucap Hervin dengan nada bercandanya.

Fika terkekeh pelan dan menjawab, “Iya sih, tapi aku kasihan juga sama Ken. Kan nyari uang tuh susah, jadi aku gak mau buat Ken kehabisan uangnya.” Hervin tertawa kecil dan merasa kagum akan jawaban dari Fika.

***

Tak sampai 10 menit, Ken kembali dengan membawa makan serta minuman. Setelah itu, ia menyimpan minuman serta 2 bungkus yupi di depan Fika. “Terima kasih, Ken,” ujar Fika dengan tulus, Ken pun tersenyum dan mengangguk. Tak lama setelah itu, Ray datang dengan membawa nampan berisikan makanan dan minuman untuk dirinya dan Hervin.

Thank, my bro,” ucap Hervin dengan nada meledek, sedangkan Ray hanya mendengus sebal dengan kelakuan Hervin yang memang selalu meledeknya.

“Dih, ini mah namanya pemerasan. Hervin jajannya mahal banget,” gerutu Ray.

“Berapa emang?” tanya Ken penasaran.

“Duapuluh ribu, tahu gitu mending neraktir Fika aja. Hemat dia mah jajannya.”

Hervin pura-pura tak mendengar, sedangkan Ken tertawa puas. Ia bersyukur karena ia hanya mengeluarkan uang 4 ribu untuk meneraktir Fika.

“Hahaha … mampus, beruntung aku neraktir Fika. Terima kasih, Fik,” sahut Ken menertawakan nasib temannya itu. Fika hanya tersenyum sangat tipis, sedangkan Ray memberenggut kesal.

TAKDIR YANG MEMILIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang