Prologue

155K 9.5K 330
                                    

Aku terbangun dengan keringat bercucuran di sekujur tubuhku, rasanya seperti habis dikejar-kejar oleh pembunuh berantai yang siap membunuhku saat itu juga. Rasa pening mulai menghampiriku, akibat mimpi yang begitu aneh, seolah-olah aku baru saja dikejar oleh pria tampan namun psikopat.

Aku bangkit dari tempat tidur dan menginjakkan kakiku di atas lantai marmer yang dingin. Mataku masih belum terbuka saat itu, namun saat aku menyadari bahwa aku menginjak lantai marmer, aku segera membuka mata cepat-cepat.

Sebuah kamar besar dengan ranjang super besar yang baru saja aku tiduri itu terlihat sangat asing bagiku. Aku tidak pernah punya kamar seperti ini, aku juga tidak punya teman orang kaya-tidak terhitung sahabatku. Aku bahkan tinggal di apartemen sederhana yang jaraknya tidak begitu jauh dari pusat kota. Dan sekarang, aku berada di kamar super besar dengan ranjang yang besar, bahkan untuk ditiduri untuk dua saja orang ranjang itu masih sangat besar.

Aku mendekati bantal di sebelah kutertidur tadi. Mengendus baunya, kali-kali ada orang yang tidur di sebelahku tadi. Dan aku mencium aroma gel rambut pria. Aku sontak terkejut. Meraba-raba tubuhku apakah masih mengenakan pakaian utuh. Untungnya, aku masih mengenakan pakaianku yang semalam dan kancing kemejanya masih tertutup rapat.

Perlahan-lahan aku membuka pintu kamar, kemudian mengintip dari balik pintu. Seorang pria bertubuh tinggi sedang bertelanjang dada sambil mengenakan handuk dari pinggang sampai ke bawah. Ekspresinya begitu dingin, sedingin lantai marmer yang kuinjak. Pria itu sedang meminum sekaleng soda saat matanya tiba-tiba tertuju padaku.

Aku sontak terkejut menutup pintu kamar dan menguncinya. Jantungku benar-benar mau copot rasanya. Aku tidak mengenal pria itu. Bagaimana bisa aku tidur bersamanya? Bagaimana bisa aku sampai di tempat ini? Semua itu membingungkanku. Tanpa pikir panjang, aku memikirkan untuk kabur dari tempat ini tanpa sepengetahuan pria di luar kamar tadi.

Aku melirik ke jendela dan melihat jarak yang cukup tinggi untuk sampai ke tanah. Namun, jika tidak pergi dari tempat ini, aku bisa mati berdiri. Dengan cepat aku membuka jendela itu. Pintu di belakangku terdengar bunyi ketukan disertai dengan amarah. Aku tidak mendengar jelas perkataan pria itu. Tangan-tanganku semakin gemetaran. Bahkan kakiku juga ikut lemas seketika. Namun, mau tidak mau aku harus melompat dari sini. Dalam hitungan tiga detik aku melompat, diiringi oleh suara pintu yang terbuka paksa. Aku tergelincir di tanah dan kakiku terasa sakit. Namun, aku harus berdiri dan berlari menjauh dari tempat ini.

Pria yang aku lihat tadi sudah berada di depan jendela sambil memandangiku, kali ini dia sudah berpakaian. Wajahnya yang penuh amarah membuat bulu romaku berdiri dan jantungku seperti ditarik paksa keluar. Pria itu kemudian melompat dari jendela menuju tanah, tanpa tergelincir sedikit pun, seolah dia mengenakan sebuah sepatu terbang dan bisa mendarat di tanah dengan mulusnya. Tepat di hadapanku, pria itu menatapku dengan tatapan menyeramkannya.

Kakiku lemas seketika. Pikiranku kabur ke mana-mana, tapi aku tidak mau pria ini membunuhku. Jadi, satu-satunya cara adalah berlari sambil berteriak. Dengan setengah terpincang-pincang aku menjauh dari pria itu. Sudah lima meter jauhnya aku berlari dari pria itu saat dia tiba-tiba berlari secepat kilat dan berada di hadapanku lagi.

Mataku yang salah, atau pria itu memang sekejap berada di depanku? Aku membelalakkan mata tidak percaya dan seketika pria itu mengangkat tubuhku, menggendongnya seperti seorang pengantin wanita dalam sebuah resepsi pernikahan.

Aku tetap saja tidak percaya pada pria ini, jadi aku berteriak untuk mendapatkan pertolongan. "Tolong, siapa pun, tolong!" teriakku. Namun, rasanya sia-sia. Tidak ada siapa pun yang bisa menolongku. Siapa juga yang bisa mendengar teriakan seorang gadis di dalam rumah yang begitu besar ini. Apalagi jarak halaman dengan gerbang pintu cukup jauh dan terlebih lagi rumah ini dikelilingi tembok tinggi. Rasanya seperti berada di sebuah penjara saja.

Dengan pikiranku yang masih sedikit jernih ini, kupikirkan cara untuk terlepas dari gendongannya. Aku mendekatkan wajahku ke telinga pria itu dan menggigitnya. Pria itu kemudian melepaskanku yang membuat tubuhku terjatuh di tanah. Duh, semakin sakit saja setiap tulangku.

Pria itu kemudian mengangkat tanganya seperti ingin memukulku. Sekarang yang bisa aku lakukan hanyalah menutupi wajah dengan tanganku. Saat aku menunggu tangan pria itu memukulku, semua itu tidak terjadi. Aku membuka mata dan melihat diriku yang setengah berbaring di atas ranjang yang sama seperti saat aku terbangun pertama kali tadi.

SERAPHIM AND THE NEPHALEM √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang