episode 17

1.8K 128 36
                                    

"Mau kemana?" Tanya ibu.

"Aku mau ketemu Keenan bu..." ibu tersenyum lega.

"Loh bukannya janjiannya nanti malam?"

"Aku mau kerumah Keenan sekarang aja mumpung libur juga..." aku bergegas tanpa mengatakan alasanku pada ibu, mungkin ibu sudah bisa menebak apa yang akan aku lakukan. Aku menggenggam ganggang pintu dan memutarnya, suara cekitan pintupun terdengar memekik tak biasa. Aku tertegun ketika pintu terbuka lebar sesosok laki-laki sudah ada dihadapanku, Mungkin dia hendak memjat bel namun diapun ikut tertegun ketika aku sudah membuka pintu. Aku terdiam, dia pun begitu. Penampilanya tak bisa ku tebak dia siapa, dia mengenakan kupluk woll berwarna merah maroon, memakai kaca mata hitam, syal maroon kotak-kotak dan jaket hitam tebal dengan ransel besar yang menggantung dipunggungnya. Perawakannya tinggi bisa dibilang tak jauh beda dengan Keenan, namun sedikit lebih kurus. Dia tersenyum dan menurunkan perlahan syal yang menutupi mulut dan hidungnya.

Hidungnya mancung, mulutnya? Aku tak yakin itu tapi seperti tak asing bagiku, aku masih terdiam tak berani bertanya, fikiranku mulai kacau. Apa mungkin orang jahat? Tangan kanannya memegang gagang kaca mata dan menariknya hingga seluruh wajahnya kini terlihat jelas. Dia kembali tersenyum, aku mengembalikan seluruh kesadaranku dan mengumpulkan memoriku tentang siapa sosok yang kini berhadapan denganku. Jantungku berdegup...

Dug...

Dug...

Dug...

Lebih cepat ketika ia lebih dekat dan kembali tersenyum.

"Apa kabar Hana?" Suara itu menggema ditelingaku, menusuk sanubariku, membuka laci-laci memoriku, menebarkan semua perasaan yang hilang ditelan waktu. Air mataku tiba-tiba jatuh tak tertahankan ditengah kegugupan yang luar biasa, ditengah keheningan yang kuciptakan. "Maafin aku..." matanya berkaca-kaca dan menatapku dalam. Ku dekati ia ku pukul dadanya bekali-kali, tangisku pecah ditengah dinginnya udara luar rumah. Dia segera memelukku erat, memaksaku yang memberontak dan menjerit histeris, menangis, meluapkan segala perasaan yang ku tahan selama 6 tahun. 6 tahun? Yah dia adalah Elang....

"Maafin aku..." bisiknya dibalik tubuhku yang mulai melemas dan tidak bisa memberontak, ku peluk balik tubuhnya yang tinggi.

"Brengsek!!! Laki-laki kejam...jahat!!!" Umpatku dibalik tubuhnya. Dia tak menyela hanya memelukku erat seolah dia mengungkapkan rasa rindunya lewat dekapan hangatnya, dia tak menyela seolah menerima bahwa dia memang salah, bahwa dia memang brengsek, bahwa dia memang kejam.

"Maaf..."

*

**

Kami duduk disebuah kafe tak jauh dari apartemenku, sengajak tak ku ajak dia masuk dan malah membawanya kemari. Aku hanya ingin tau penjelasannya lebih leluasa, aku ingin bicara empat mata saja.  Aku memandangnya kejam, tatapan itu seolah mengancam dan menerkam, menyered Elang untuk segera menjelaskan. Dia menelan ludah, aku rasa dia hendak menjelaskan akupun melemahkan pandanganku dan menatap dia dengan sedikit rasa ampun.

"Maafin aku...aku menghilang selama ini...aku terlalu fokus untuk proses penyembuhan dan sekolahku, aku fokus kuliah...dan aku udah bisa usaha sendiri...aku ingin ketika aku pulang, aku sudah menjadi seseuatu yang kamu banggakan..." jelasnya. Aku memukul meja tanda aku tidak setuju.

"Apa kalau kamu hubungi aku itu bakalan bikin kamu gak fokus? Kenapa kamu gak mikirin prasaan aku? Aku ini apa buat kamu? 6 tahun Lang..." air mataku kembali jatuh mengingat betapa panjangnya aku menanti, "kamu tau apa yang aku fikirin? Ah mungkin besok Elang pulang, ah mungkin besok Elang kembali...apa mungkin Elang udah gak ada? Apa mungkin dia mencintai gadis lain..." mataku kembali menatapnya ganas. "Aku menunggu layaknya orang bodoh...kita ada didunia yang teknologinya canggih kamu bisa lakuin apapun agar bisa komunikasi sama aku...seenggaknya kasih tau aku sampai kapan aku harus nunggu..." teriakku. Elang merunduk lemas dia meraih tanganku yang tergeletak diatas meja.

Masa Sekolah (Broken Home)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang