SANDRA berjalan memasuki sekolah barunya. Hari masih pagi. Dia tidak melihat seorang murid pun di sekitarnya. Mentari pagi menyinari rambutnya yang dicat merah, sangat sesuai dengan kukunya yang juga dicat dengan warna serupa. Sandra memandang sekolah barunya sepintas lalu. Berapa kali pun ia pindah sekolah, hasilnya hanya membuatnya semakin kesal. Toh dia sudah tidak berminat sekolah.
Sebenarnya Sandra merasa bosan karena harus mengulang pelajaran yang sama di tahun ini, karena tahun kemarin dia tidak lulus ujian SMA. Mama benar – benar kecewa terhadapnya. Setelah berpikir matang – matang dan karena hotelnya membuka cabang baru,beliau pun memutuskan untuk pindah keluar kota dan menyekolahkan Sandra di kota baru tersebut. Sandra tahu ibunya berharap awal yang baru dan lingkungan yang baru dapat membuatnya berubah.
Sandra berhenti di lorong kelas barunya.
"Jadi ini sekolah baruku!" katanya dalam hati.
Sandra tahu saat itu juga bahwa dia tidak akan bertahan lama. Paling satu atau dua minggu. Tiba – tiba kupingnya menangkap suara merdu yang mengalun dari ruangan di lorong itu. Suara piano itu sangat jernih dan indah, membuat Sandra bergerak mendekati.
Di dalam ruangan itu ia melihat seorang murid cowok sedang memainkan piano.
Setiap dentingan tuts piano yang dimainkan membuat perasaan Sandra berangsur tenang. Setelah lagu berakhir, Sandra terdiam sambil memandangi pemuda itu. Seolah merasa ada yang memerhatikan, pemain piano tersebut menoleh kebelakang, tatapannya bertemu dengan Sandra.
Dia tersenyum.
Sandra balas tersenyum sambil menyapa, "Hai!"
"Hai!"
Sandra memerhatikan cowok itu dari atas sampai bawah. Pakaiannya rapi, rambutnya juga dipotong pendek di atas kerah. Sangat kontras dengan Sandra yang berantakan."Tipe murid baik!" desahnya dalam hati.
"Eh, kau murid baru, ya?" Tanya cowok itu. "Rasanya aku belum pernah melihatmu!"
Sandra tersenyum kecil. "Ya! Baru pindah hari ini!"
"Kalau begitu selamat datang!" katanya lagi.
Sandra mendesah. Dia tidak mau bergaul dengan murid seperti cowok dihadapannya itu. Terlalu membosankan.
"Nggak usah bersikap ramah!" tegas Sandra
Kata – kata itu membuat si pemain piano kaget. "Kenapa?"
Sandra menatapnya tajam. "Kau akan tahu satu atau dua minggu lagi, saat kau mengucapkan selamat tinggal padaku!"
Setelah itu Sandra membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar dari ruangan.
Sementara itu Leon, si pemain piano, tertawa perlahan. Baru kali ini dia bertemu cewek yang sikapnya lain dari yang lain.
Ketika bel tanda masuk berbunyi, Sandra melenggang masuk kelas dengan santai. Teman – teman sekelasnya menoleh kearahnya dengan tatapan ingin tahu. Sandra yakin mereka pasti akan membicarakan dirinya seharian ini. Matanya melirik pakaian seragam yang dikenakan teman – teman perempuannya. Semua baju seragam dimasukkan ke dalam rok dengan rapi, dan di pinggang mereka melingkar ikat pinggang hitam serupa. Rupanya mamanya Sandra telah memasukkan dia ke sekolah beretiket tinggi. Sandra jadi ingin tersenyum sendiri.
Pak Donny, guru wali kelas 3 IPA2, yang juga guru fisika, mengenalkan Sandra pada teman – teman sekelasnya.
"Ada yang mau kausampaikan, Sandra?" lanjut Pak Donny. Ia sudah tahu bahwa murid baru ini murid bermasalah.