.
.
.
.
.
Enjoy!
.
.
.
.
.
.Myungsoo menepikan mobilnya di bawah pohon besar yang tumbuh rimbun di dekat markasnya. Ia membuang puntung rokoknya yang masih sisa separuh kemudian menginjaknya asal. Langkah kakinya pelan. Beberapa kali terdengar helaan napas pelan yang keluar dari mulutnya. Menandakan ia sedang mengalami banyak masalah yang cukup membuat kepalanya panas. Sebenarnya, setiap hari memang selalu ada masalah baginya.
Pemuda itu memandang heran pada sosok Hanbin yang sedang berciuman mesra di dalam mobil dengan seorang gadis dengan pakaian yang kekurangan bahan. Myungsoo menyeringai merasa punya kesempatan yang bagus untuk mengganggu Hanbin.
Ia menghampiri mobil putih yang dikendarai Hanbin kemudian mengetuk kacanya sambil tersenyum, "Hanbin-ah, sudah waktunya kau pulang."
Kegiatan Hanbin yang telah diinterupsi oleh Myungsoo membuat pemuda dengan rambut hitam jabrik itu mengumpat pelan. Ia membuka pintu mobilnya dan mengeluarkan si gadis yang tadi sempat dicumbunya kemudian menyuruh gadis itu pulang sendiri naik taksi.
"Kau gila ya mengajak pacarmu kesini?" tanya Myungsoo.
"Dia bukan pacarku."
"Pacar atau bukan kau tidak seharusnya membawa orang lain ke dekat sini. Berbahaya. Kalau ketahuan kau bisa dihajar Namjoon tahu. Apalagi gadis itu bisa mati nanti."
"Aku tidak peduli," Hanbin menyahut datar. Kemudian melangkah masuk ke dalam markas setelah sebelumnya memencet beberapa angka pada ponselnya. Kode akses untuk membuka pintu gerbang markas mereka.
Markas mereka sebenarnya berada cukup jauh dari pemukiman penduduk serta menggunakan lahan dan bangunan bekas pabrik sepatu yang tidak lagi beroperasi sejak puluhan tahun silam. Tapi, tetap saja membawa orang lain ke area mereka sama saja menunjukkan identitas mereka pada khalayak.
Myungsoo mengikuti langkah Hanbin. Setelah memasuki bangunan utama, Myungsoo baru menyadari bahwa semua anggotanya telah berkumpul secara tiba-tiba. Biasanya mereka semua—termasuk Myungsoo—jarang sekali bisa berkumpul bersama seperti ini jika hari-hari biasa. Myungsoo bahkan melihat duo kakak beradik Park Chanyeol dan Park Jimin yang sedang mengobrol di sudut ruangan dengan segelas anggur di tangan mereka. Yang Myungsoo tahu, Park bersaudara itu jarang sekali muncul di markas saking sibuknya mereka dengan tugas-tugas mereka di seluruh belahan dunia. Kabar terakhir yang ia dengar, Chanyeol sempat meledakkan markas besar angkatan darat Perancis dan Jimin yang berhasil mengirimkan paket berupa kepala seorang pengusaha kaya di Dubai pada seorang pengguna jasanya yang tinggal di Mexico.
Mereka berdua adalah mesin pembunuh terbaik yang dimiliki oleh tuannya. Tanpa belas kasih. Tanpa ampun. Kalau saja seandainya Namjoon mati entah karena apa pasti mereka berdua sudah diangkat menjadi orang kepercayaan si tua bangka yang begitu ingin Myungsoo bunuh itu.
Keberadaan mereka berdua disini, pasti bukan kebetulan karena mereka sudah menyelesaikan misinya. Ia yakin ada hal lain yang lebih besar yang bisa membuat Park bersaudara itu kembali ke markas. Dan begitu melihat keadaan sekelilingnya, Myungsoo menyadari sesuatu. Mungkin Namjoon bersama dengan si Tua Bangka itu sedang merencanakan sesuatu.
"Kau lihat mereka berdua bahkan tidak mau bergaul dengan kita," ujar Eunkwang pada Sungyeol sembari memandang jengkel pada Chanyeol dan Jimin yang sedang terbahak-bahak di sudut ruangan bersama Baekhyun dan Seokjin.
"Kita bukan level mereka," jawab Sungyeol masam.
"Level atau tidak mereka sama-sama pembunuh seperti kita," sahut Myungsoo. "Lagipula tumben sekali mereka berada di Korea."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET NIGHTMARE (a GOT7 FANFICTION)
Fiksi PenggemarChoi Hyo Jin. Gadis tujuh belas tahun yang merasa hidupnya baik-baik saja dan bahagia, sampai suatu ketika kedua orang tuanya memindahkannya ke Negeri Ginseng tempat kelahirannya. Memaksanya tinggal di apartemen butut tempat tinggal saudara sepupun...