Asha sibuk berkutat dengan rajutannya. Order souvenir dadakan dalam jumlah banyak, membuatnya kelimpungan.
Karena hari ini Asha tidak direpotkan oleh Reva, jadi ia ingin fokus menyelesaikan orderan dari tante Sita. Mumpung Reva tidak akan mengganggunya seharian jadi Asha harus bisa mengejar target selesai tepat waktu.
Asha merajut sambil menjaga butiknya mama. Kini ia merajut berdua dengan mbak Menur, dan sesekali melayani customer. Merajut itu paling menyenangkan jika dikerjakan bersama teman - teman sih.
"Cowok yang datang tempo hari itu siapa, Sha."
Mbak Menur mulai kepo dengan puteri bu bos nya."Oh... dia anaknya pak Hartono, dosennya Asha."
Asha menjawab sambil tetap fokus dengan bunga rajutnya."Wah hebat, masih muda udah jadi dosen."
Asha segera meralat pujian mbak Menur yang salah alamat itu.
"Yang dosen itu bapaknya, mbak....."
Mbak Menur terkikik geli saat menyadari jika telah terjadi miss komunikasi akibat membagi konsentrasi antara merajut dan mencerna ucapan orang. Pantas saja di kantor - kantor besar itu karyawan ditempatkan dalam kubikel. Supaya mereka tidak sering menggosip dan konsentrasi dengan pekerjaan.
"Orangnya cakep ya, Sha."
"Kalau cakep trus mau diapain, mbak."
"Ya dibungkus terus dibawa pulang untuk dijadikan suami lah..."
Cckkk.... Asha jadi merasa sebal. Dari kemarin orang - orang meledeknya seperti itu. Lagipula ini terlalu cepat kali. Dirinya saja mengenal Reva belum ada dua minggu. Itu juga karena tidak sengaja dan tidak ia harapkan.
Asha berpikir, urusannya dengan Reva selesai saat Reva membantunya mengambil skripsi. Tapi tidak tahu kenapa, hari Minggunya Reva mengajaknya jalan bareng. Katanya hanya ingin minta maaf karena sudah membuat Asha terlambat mendaftar wisuda.
Waktu itu Asha memberi toleransi bahwa hari Minggu kemarin adalah pertemuan terakhirnya dengan Reva. Kok urusannya dengan Reva jadi semakin panjang?
"Ibu kelihatan senang lho, Sha! Katanya sebentar lagi dapat menantu."
Mbak Menur menceritakan curhatan si ibu bos saat kemarin menemani mbak Menur di butik.
Asha menghentikan kegiatannya merajut dan menarik nafas kesal.
"Asha nggak ada minat sama cowok itu ya mbak."
Asha mencoba mengingkari anggapan mamanya.
"Lagipula Asha kenal juga baru hari Senin minggu yang lalu."
"Cinta toh tidak butuh waktu lama, Sha. Kalau sudah suka gebet aja langsung."
Mbak Menur mematahkan argumentasi Asha."Nggak... nggak... nggak. Asha kan nggak suka Reva. Asha sukanya sama bang Juna."
Cara Asha mengelak membuat mbak Menur tertawa geli.
"Sekarang mbak mau tanya? Waktu dekat sama Reva rasanya bagaimana?"
Curhatan Asha langsung tumpah seperti ember bocor. Ia menceritakan semuanya mulai dari awal kenal hingga saat ini, plus ancaman supaya mbak Menur jangan menceritakan aib nya kepada mama.
"Reva itu bikin Asha kesel terus mbak. Masa ngaku - ngaku ke orang kalau Asha itu calon istrinya. Malu kan mbak. Itu sama aja mematikan pasarannya Asha!"
Mbak Menur tertawa geli saat mendengarkan curhatan Asha.
"Silakan tertawa sampai puas, yang penting jangan cerita ke mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oh No...! (Telah Selesai Direvisi/tamat)🌷
Conto"Kamu siapanya Reva?" Pertanyaan pak Dosen pembimbingnya itu membuat Asha bingung. Seharusnya Asha tidak perlu bingung lah, karena selain mendapatkan Acc untuk skripsinya. Asha juga mendapat Acc untuk dijadikan calon menantu. Ini berkah atau musibah...