Seisi kelas tengah sibuk mencari contekan PR Matematika, terlebih orang-orang malas sepertiku. Ditengah kegamangan dari sekian banyak murid kelas sebelas IPS satu hanya Bagaslah yang tengah santai mendengarkan musik menggunakan earphone. Jika kau ingin tahu, kelas yang kutempati ini adalah kelas yang anak-anaknya paling kacau. Begitulah yang dikatakan bu Asri kepadaku sewaktu pertama kali aku pindah ke sekolah ini.
"Gas, lihat jawaban PR lo dong." mungkin aku adalah orang kesekian yang membujuknya untuk memberikan jawaban tugas Matematika yang diberikan bu Neneng pekan lalu.
Bagas mencopot earphonenya,
"Hm? Tadi lo ngomong apa? Gue gak denger.""Gue minta jawaban PR lo."
Spontan dahinya mengernyit
"Bukannya kemaren lo udah ngerjain sama anak-anak yang lain?"Aku menelan ludah susah payah mengingat kemarin aku berbohong pada Bagas.
"Sebenernya kemaren tuh gak jadi, soalnya gue sama anak-anak gak ada yang bisa ngerjain satu soal pun.""Oh."
"Ayo dong Gas, gue minta jawabannya. Bentar lagi bu Neneng datang."
"Itu sih derita lo."
Dia kembali memasang earphonenya. Kampret! Sampai aku nangis darah pun sepertinya cecunguk ini tidak akan memberikan apa yang kuminta. Tak ingin membuang waktu, aku beranjak menghampiri teman-temanku yang tengah nimbrung di bangku Yuan."Woy gue ikutan dong." ucapku setengah berteriak ikut masuk kedalam kerumunan.
"Izin dulu tuh sama yang punya buku."
Sahut salah seorang cewek sambil menunjuk Yuan dengan dagunya, cowok keturunan Tionghoa itu tengah asyik menonton Vidio disudut kelas seorang diri."Yuan, gue ikut nyalin PR lo ya."
Dia hanya mengangguk-ngangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari layar handphone. Sepertinya ada badai dan gempa bumi pun anak itu tidak akan mengenyahkan matanya dari layar handphone yang kuasumsikan tengah memutar vidio plus-plus.Sepuluh menit kemudian bu Neneng datang, seketika itu juga kelas yang semula gaduh bak stadion sepak bola berubah menjadi hening seperti makam poncol .
"Kumpulkan PR kalian."
Ucapnya sambil mendudukan badan.Bagas yang berperan sebagai ketua kelas, mengambil satu persatu buku tugas kesetiap bangku lantas menyerahkannya pada bu Neneng.
wanita yang usianya sudah memasuki kepala empat itu, membuka satu perasatu buku tugas kami. Sesekali dahinya mengernyit dan menggelengkan kepala ketika ada jawaban yang salah.
Dua puluh menit berlalu, bu Neneng mengangkat kepalanya, berdeham pelan, matanya menatap tajam kesemua murid.
"Kenapa jawaban kalian salah semua? Kecuali Bagas."
Sontak dahiku mengernyit, mengendarkan pandangan pada teman-teman lain yang juga menunjukan ekspresi tanya sepertiku."Dan kenapa jawaban kalian semua sama persis. Mulai dari cara pengerjaan dan isi?"
Terakhir kulabuhkan pandangan pada Yuan. Dia tersenyum menyerengeh sambil mengacungkan dua jarinya membentuk huruf V. Brengsek! Seharusnya aku tidak percaya dengan jawaban anak itu. Namun diwaktu kepepet seperti tadi, siapa yang peduli dengan jawaban salah atau benar? Ah sudahlah, toh bukan aku saja yang jawabannya salah, semua jawaban teman-temanku juga salah. Terkecuali Bagas.
"Sekarang, kalian lari keliling lapangan sebanyak sepuluh kali, habis itu kalian berdiri didepan tiang bendera sampai jam pelajaran saya selesai. Terkecuali Bagas, dia tidak ikut hukuman"
Sontak semua orang bergumam kesal sambil beranjak keluar kelas.
"Huuuh..."Lapangan yang luas dan udara panas ini benar-benar akan menguras tenaga. Juga emosi.
"Juancuk! Kalau kayak begini, ndak perlu lah aku lihat contekan PR nya si Yuan."
Gerutu Budi, cowok asal jawa yang lidah jawanya masih medok. Padahal aku dengar-dengar sudah sepuluh tahun dia tinggal di Bandung.
"Heh sipit! Sekarang piye toh? Kita semua kena hukuman gara-gara kamu. Iki namanya mati satu mati semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Bidadari
Teen FictionKupikir kau adalah satu-satunya yang nyata diantara perempuan- perempuan yang mendiami dunia khayalku, namun ternyata kau juga salah satu bagian dari mereka. Baiklah, kubiarkan kau hidup bahagia bersama orang lain, tapi bukan berarti aku menyerah. A...