Hari itu langit tampak kelabu dan berasap. Hujan mulai turun membasahi bumi, butiran demi butiran kristal itu menetes satu persatu, mendarat di pipi sebelum mengalir melewati telinganya dan menetes-netes ke atas aspal yang kini dipenuhi oleh darah segar.
Kelopak mata itu bergerak dan perlahan-lahan terbuka. Mata hazel-nya menatap kosong pada langit hitam yang tidak berbintang, pada bulir-bulir air hujan yang turun dengan tajam, pada pepohonan yang tinggi menjulang dan berakhir pada asap putih dari kendaraan yang saling menghantam satu sama lain beberapa detik yang lalu. Kemudian, ia mulai mendengar dan merasakan segalanya. Serangan rasa sakit yang bisa-bisa membunuhnya dalam sedetik, rasa pusing yang menghantam serta menusuk-nusuk kepalanya yang terus-terusan mengeluarkan darah, suara sirine ambulans dan mobil polisi yang terus menjerit memekakkan telinga, serta suara gemuruh petir dan kilat yang kian bersautan menyambar awan.
Ia bisa mendengarnya dengan jelas, ketika suara langkah kaki milik seseorang berjalan mendekat, menghampiri tubuhnya yang berbaring tidak berdaya di atas kerasnya aspal yang basah dan juga licin. Hingga sosok itu berlutut di sampingnya dengan satu kaki. Menyeka air hujan serta menyingkirkan beberapa helai rambut hitam yang menutupi wajah pucatnya.
Ia menatap sosok itu dengan pandangan buram. Dan saat itulah kendali dalam dirinya hadir sepenuhnya.
Tidak bergerak. Ia tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Ia tidak bisa berbicara. Suaranya seperti menghilang. Tidak bisa melihat. Ia tidak bisa mengenali sosok yang kini berada di sampingnya.
"Ssssh, it's okay. Sebentar lagi lo nggak akan merasakan apa-apa. Lo nggak akan merasakan rasa sakit itu lagi." Orang itu berbisik dan tubuhnya seketika gemetar hebat. Suara itu, ia tahu betul suara itu.
Suara yang sangat dikenalnya.
Tapi kenapa? Kenapa ia harus melakukan semua ini?
Diantara semua manusia yang hidup di bumi ini, kenapa harus dia? Seseorang yang begitu ia percaya?
"Maafin gue," Lama kelamaan, semua suara di sekitarnya mengecil dan menjauh, termasuk suara orang itu. Ia tidak merasakan sakit itu lagi, sekujur tubuhnya mendadak kebas.
"Lo membuat gue gak punya pilihan lain, harusnya lo nggak usah muncul di hari itu."
Napasnya serasa tersengal di tenggorokan. Detak jantungnya perlahan-lahan melambat. Aliran darahnya mulai membeku.
"Harusnya dari awal lo dengerin semua kata-kata gue, Abriella Kirana."
Kemudian, kelopak mata itu terpejam seutuhnya.
Halo, selamat datang di ceritaku yang baru, kali ini aku mau mencoba buat cerita dengan genre yang berbeda dari sebelumnya, bukan fanfiction lagi 😂
Semoga aja ada yang mau baca ya 😊
Gimana dengan prolog nya? Suka?
Lanjut enggak nih? hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouvaille
Novela JuvenilSemenjak kehilangan kedua orang tua, Abriella Kirana tidak pernah lagi memandang kehidupan dengan cara yang sama. Baginya, hidup adalah abu-abu yang bergumam sendu. Ia lupa caranya bahagia, lupa bagaimana cara mengeja tawa, lupa bagaimana cara berha...